Kisah Abdul Malik, Sang Bintang dari 15 Bersaudara
Rabu, 01 Juli 2020 - 09:00 WIB
Abdul Malik: "Dari hasil bumi yang telah aku beli dari orang yang mendapatkan warisan dari ayahnya, aku membayarnya dengan uang yang tidak ada syubhat di dalamnya. Dengannya aku dapat mencukupi kebutuhanku."
Maimun: "Apa yang kau makan setiap harinya?"
Abdul Malik: "Sehari daging, sehari adas dan sehari makan cuka dan zaitun, dengan ini cukup untuk hidup."
Maimun: "Apakah engkau merasa bangga dengan keadaanmu?"
Abdul Malik: "Begitulah pada awalnya, namun manakala ayah menasehatiku dan memberikan pengertian kepadaku dan mengingatkan akan kekuranganku, maka Allah memberikan manfaat kepadaku dengannya, semoga Allah membalas kebaikan ayah dengan balasan yang baik."
Kemudian aku (Maimun) duduk-duduk beberapa saat sambil berbincang-bincang dengannya, maka aku tidak melihat pemuda yang lebih tampan, lebih berakal, lebih bagus adabnya darinya kendati masih sangat muda dan sedikit pengalamannya.
Ketika waktu telah menjelang sore, seseorang mendatanginya dan berkata :"Semoga Allah menjadikan anda sejahtera, kami telah mengosongkannya."
Dia terdiam, lalu aku bertanya :
Maimun: "Apa maksud dia berkata, "kami telah mengosongkannya?"
Abdul Malik: "Kolam mandi"
Maimun: "Ada apa dengan kolam mandi itu?"
Abdul Malik: "Orang-orang mengosongkannya untukku"
Maimun: "Sungguh engkau telah melakukan sesuatu yang besar, hingga aku mendengar berita ini"
Abdul Malik: (dengan rasa takut dan membaca istirja'[inna lillahi wa inna ilaihi raji'un]) Lalu berkata : "Dalam hal mana wahai paman?"
Maimun: "Apakah kolam tersebut milikmu?"
Abdul Malik: "Bukan!"
Maimun: "Lantas atas dasar apa engkau menyuruh manusia keluar darinya kemudian engkau memakainya? Seakan engkau ingin mengunggulkan dirimu di atas mereka dan engkau menjadikan kehormatanmu di atas kehormatan mereka? Engkau juga mengganggu pemilik kolam tersebut untuk memenuhi kebutuhan hariannya dan engkau membuat orang-orang kecewa karena harus pulang lantaran tak boleh masuk."
Abdul Malik: "Tentang pemilik kolam, dia telah merelakan dan memberikan haknya kepadaku."
Maimun: "Apa yang kau makan setiap harinya?"
Abdul Malik: "Sehari daging, sehari adas dan sehari makan cuka dan zaitun, dengan ini cukup untuk hidup."
Maimun: "Apakah engkau merasa bangga dengan keadaanmu?"
Abdul Malik: "Begitulah pada awalnya, namun manakala ayah menasehatiku dan memberikan pengertian kepadaku dan mengingatkan akan kekuranganku, maka Allah memberikan manfaat kepadaku dengannya, semoga Allah membalas kebaikan ayah dengan balasan yang baik."
Kemudian aku (Maimun) duduk-duduk beberapa saat sambil berbincang-bincang dengannya, maka aku tidak melihat pemuda yang lebih tampan, lebih berakal, lebih bagus adabnya darinya kendati masih sangat muda dan sedikit pengalamannya.
Ketika waktu telah menjelang sore, seseorang mendatanginya dan berkata :"Semoga Allah menjadikan anda sejahtera, kami telah mengosongkannya."
Dia terdiam, lalu aku bertanya :
Maimun: "Apa maksud dia berkata, "kami telah mengosongkannya?"
Abdul Malik: "Kolam mandi"
Maimun: "Ada apa dengan kolam mandi itu?"
Abdul Malik: "Orang-orang mengosongkannya untukku"
Maimun: "Sungguh engkau telah melakukan sesuatu yang besar, hingga aku mendengar berita ini"
Abdul Malik: (dengan rasa takut dan membaca istirja'[inna lillahi wa inna ilaihi raji'un]) Lalu berkata : "Dalam hal mana wahai paman?"
Maimun: "Apakah kolam tersebut milikmu?"
Abdul Malik: "Bukan!"
Maimun: "Lantas atas dasar apa engkau menyuruh manusia keluar darinya kemudian engkau memakainya? Seakan engkau ingin mengunggulkan dirimu di atas mereka dan engkau menjadikan kehormatanmu di atas kehormatan mereka? Engkau juga mengganggu pemilik kolam tersebut untuk memenuhi kebutuhan hariannya dan engkau membuat orang-orang kecewa karena harus pulang lantaran tak boleh masuk."
Abdul Malik: "Tentang pemilik kolam, dia telah merelakan dan memberikan haknya kepadaku."