Begini Tradisi Muslim Jawa dalam Membaca Kitab Maulid
Selasa, 04 Oktober 2022 - 18:41 WIB
Muslim Jawa memiliki ciri khas dalam mempraktikkan pembacaan kitab-kitab maulid . Kiai Muhammad Sholikhin mengatakan pembacaan kitab-kitab maulid dilaksanakan dalam suasana yang dikondisikan secara khusus, terutama pada hari-hari dan momentum yang dipilih.
"Misalnya sebagai wirid rutin, dipilihlah malam Senin yang dipercaya sebagai malam hari kelahiran Rasulullah SAW , atau malam Jum'at sebagai hari agung ummat Islam," ujar Kiai Muhammad Sholikhin dalam bukunya berjudul "Ritual dan Tradisi Islam Jawa" .
Demikian pula, pembacaan dilaksanakan secara terus menerus selama bulan Rabi' al Awwal sebagai bulan kelahiran Rasulullah SAW, terutama pada tanggal 1 sampai 12 pada bulan tersebut. Selain itu, kitab maulid dibacakan saat kelahiran bayi, serta segala upacara yang berhubungan dengan siklus kemanusiaan.
Kesakralan suasana terbangun oleh alunan pelantun dan pembaca prosa lirik maulid dan kekhusyukan para peserta, yang untuk beberapa daerah sering pula memberikan senggakan berupa lafadz “Allah” setiap satu kalimat selesai dibaca.
Di samping itu, sakralitas pembacaan maulid juga terjadi pada lagu-lagu pujian (sholawat) terhadap Rasulullah SAW yang dinyanyikan berkali kali.
Pada kelompok masyarakat tertentu, ujar Kiai Muhammad Sholikhin, sering pula disertai dengan iringan musik serta tarian, yang menambah kekhusyukan peserta.
Menurutnya, hal-hal yang mendatangkan kekhusyukan itulah yang sering mendatangkan kerinduan pada peserta, untuk tetap merengkuh pembacaan kitab maulid sebagai bagian tak terpisahkan dari tradisi keagamaannya.
Hal yang juga tidak kalah menarik adalah fenomena saat srokalan (ma hal al-qiyam). Suasana yang terbangun sangat sakral. Pada saat berdiri untuk menyanyikan sholawat asyraqal badru, setelah imam atau orang yang membaca prosa lirik sampai pada cerita kelahiran Nabi, suasananya sangat khusyuk. Hal ini merupakan ekspresi kegembiraan yang luar biasa atas kelahiran Nabi.
"Walaupun hal ini merupakan sesuatu yang tidak atau sulit diterima pemikiran logis, namun bagi kalangan pengikut pembacaan dipegang secara kuat," ujar Kiai Muhammad Sholikhin.
Tradisi Bangsa Indonesia
Mahallu al-qiyam adalah berdiri ketika membaca sholawat kepada Nabi Muhammad SAW, terutama pada tempat-tempat tertentu dalam prosesi pembacaan kitab-kitab maulid, misalnya kitab maulid al Barzanji, kitab maulid al-Diba' atau kitab maulid Simtu al-Durar.
Kiai Muhammad Sholikhin mengatakan berdiri untuk menghormati sesuatu sebetulnya sudah menjadi tradisi bangsa Indonesia. Bahkan tidak jarang, orang berdiri untuk menghormati benda mati. Misalnya, setiap kali upacara bendera dilaksanakan pada hari Senin, setiap tanggal 17 Agustus, maupun pada waktu yang lain, ketika bendera merah putih dinaikkan dan lagu Indonesia Raya dikumandangkan, maka seluruh peserta upacara diharuskan berdiri. "Tujuannya tidak lain hanya untuk menghormat bendera merah putih dan mengenang jasa para pejuang bangsa," katanya.
Maka demikian pula dengan berdiri ketika membaca sholawat, dimaksudkan sebagai bentuk penghormatan terindah dan teragung kepada Nabi Muhammad SAW sebagai manusia paling mulia.
Kitab Populer
Martin Van Bruinessen dalam bukunya yang berjudul "Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat: Tradisi-tradisi Islam di Indonesia" menyebut bahwa Kitab Barzanji adalah teks keagamaan yang paling populer di seluruh Nusantara, yang mana hanya kalah populer setelah Al-Quran.
Menurut Van Bruinessen, barangkali tidak ada seorang pun penganut Islam di Indonesia yang tidak pernah menghadiri pembacaan Barzanji, paling tidak beberapa kali sepanjang hidupnya. Sebabnya adalah kitab ini memang banyak sekali dibacakan dalam berbagai tradisi di Indonesia.
Pada umumnya Barzanji dibacakan dalam acara peringatan Maulid Nabi. Namun pada kenyataannya Barzanji jauh lebih dalam menembus ke berbagai tradisi di Indonesia, ia juga dibacakan dalam momen-momen seperti Akikah, Khitanan, Tasyakuran, Hadrah-An, Midodareni, Rebo Wekasan, Wiridan, Ulih-Ulihan, Walimahan, dan bahkan Debus.
Lihat Juga: Kisah Tumenggung Pati Pembisik Sultan Amangkurat I Meredam Konflik Kesultanan Mataram dengan Banten
"Misalnya sebagai wirid rutin, dipilihlah malam Senin yang dipercaya sebagai malam hari kelahiran Rasulullah SAW , atau malam Jum'at sebagai hari agung ummat Islam," ujar Kiai Muhammad Sholikhin dalam bukunya berjudul "Ritual dan Tradisi Islam Jawa" .
Demikian pula, pembacaan dilaksanakan secara terus menerus selama bulan Rabi' al Awwal sebagai bulan kelahiran Rasulullah SAW, terutama pada tanggal 1 sampai 12 pada bulan tersebut. Selain itu, kitab maulid dibacakan saat kelahiran bayi, serta segala upacara yang berhubungan dengan siklus kemanusiaan.
Kesakralan suasana terbangun oleh alunan pelantun dan pembaca prosa lirik maulid dan kekhusyukan para peserta, yang untuk beberapa daerah sering pula memberikan senggakan berupa lafadz “Allah” setiap satu kalimat selesai dibaca.
Di samping itu, sakralitas pembacaan maulid juga terjadi pada lagu-lagu pujian (sholawat) terhadap Rasulullah SAW yang dinyanyikan berkali kali.
Pada kelompok masyarakat tertentu, ujar Kiai Muhammad Sholikhin, sering pula disertai dengan iringan musik serta tarian, yang menambah kekhusyukan peserta.
Menurutnya, hal-hal yang mendatangkan kekhusyukan itulah yang sering mendatangkan kerinduan pada peserta, untuk tetap merengkuh pembacaan kitab maulid sebagai bagian tak terpisahkan dari tradisi keagamaannya.
Hal yang juga tidak kalah menarik adalah fenomena saat srokalan (ma hal al-qiyam). Suasana yang terbangun sangat sakral. Pada saat berdiri untuk menyanyikan sholawat asyraqal badru, setelah imam atau orang yang membaca prosa lirik sampai pada cerita kelahiran Nabi, suasananya sangat khusyuk. Hal ini merupakan ekspresi kegembiraan yang luar biasa atas kelahiran Nabi.
"Walaupun hal ini merupakan sesuatu yang tidak atau sulit diterima pemikiran logis, namun bagi kalangan pengikut pembacaan dipegang secara kuat," ujar Kiai Muhammad Sholikhin.
Tradisi Bangsa Indonesia
Mahallu al-qiyam adalah berdiri ketika membaca sholawat kepada Nabi Muhammad SAW, terutama pada tempat-tempat tertentu dalam prosesi pembacaan kitab-kitab maulid, misalnya kitab maulid al Barzanji, kitab maulid al-Diba' atau kitab maulid Simtu al-Durar.
Kiai Muhammad Sholikhin mengatakan berdiri untuk menghormati sesuatu sebetulnya sudah menjadi tradisi bangsa Indonesia. Bahkan tidak jarang, orang berdiri untuk menghormati benda mati. Misalnya, setiap kali upacara bendera dilaksanakan pada hari Senin, setiap tanggal 17 Agustus, maupun pada waktu yang lain, ketika bendera merah putih dinaikkan dan lagu Indonesia Raya dikumandangkan, maka seluruh peserta upacara diharuskan berdiri. "Tujuannya tidak lain hanya untuk menghormat bendera merah putih dan mengenang jasa para pejuang bangsa," katanya.
Maka demikian pula dengan berdiri ketika membaca sholawat, dimaksudkan sebagai bentuk penghormatan terindah dan teragung kepada Nabi Muhammad SAW sebagai manusia paling mulia.
Baca Juga
Kitab Populer
Martin Van Bruinessen dalam bukunya yang berjudul "Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat: Tradisi-tradisi Islam di Indonesia" menyebut bahwa Kitab Barzanji adalah teks keagamaan yang paling populer di seluruh Nusantara, yang mana hanya kalah populer setelah Al-Quran.
Menurut Van Bruinessen, barangkali tidak ada seorang pun penganut Islam di Indonesia yang tidak pernah menghadiri pembacaan Barzanji, paling tidak beberapa kali sepanjang hidupnya. Sebabnya adalah kitab ini memang banyak sekali dibacakan dalam berbagai tradisi di Indonesia.
Pada umumnya Barzanji dibacakan dalam acara peringatan Maulid Nabi. Namun pada kenyataannya Barzanji jauh lebih dalam menembus ke berbagai tradisi di Indonesia, ia juga dibacakan dalam momen-momen seperti Akikah, Khitanan, Tasyakuran, Hadrah-An, Midodareni, Rebo Wekasan, Wiridan, Ulih-Ulihan, Walimahan, dan bahkan Debus.
Lihat Juga: Kisah Tumenggung Pati Pembisik Sultan Amangkurat I Meredam Konflik Kesultanan Mataram dengan Banten
(mhy)