Perkara yang Harus Diketahui Sebelum Menjatuhkan Talak
Senin, 10 Oktober 2022 - 09:16 WIB
Islam memiliki ketentuan bagi pasangan suami istri dalam menghadapi persoalan talak . Ada ketentuan-ketentuan dalam talak yang akan mewujudkan maslahat dan menjauhkan madharat dari mereka. Ketentuan-ketentuan talak ini berlandaskan Al-Qur`an dan Sunnah (hadis) serta pandangan ulama.
Seperti diketahui, Allah Ta'ala mensyariatkan pernikahan untuk membangun mahligai rumah tangga yang bahagia. Yakni yang terbangun atas dasar cinta kasih dan saling berkasih sayang untuk mendapatkan keturunan dengan berhubungan seksual yang halal dan diberkahi Allah Ta'ala.
Menurut Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah at-Tuwaijri, dalam kitab Mukhtasar Al Fiqh Al Islami, disebutkan bahwa talak adalah melepaskan ikatan tali pernikahan atau memutus ikatan dalam sebuah pernikahan. Artinya, bila kebaikan sudah tidak ada dalam pernikahan, atau niat dan janji pernikahan sudah pudar karena munculnya perangai keburukan dari salah satu pihak, maka Allah Ta'ala membolehkan talak dalam syariat-NYA sebagai rahmat dan jalan keluar bagi keduanya.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman :
"Wahai Nabi! Apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) idahnya (yang wajar), dan hitunglah waktu idah itu, serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumahnya dan janganlah (diizinkan) keluar kecuali jika mereka mengerjakan perbuatan keji yang jelas. Itulah hukum-hukum Allah, dan barang siapa melanggar hukum-hukum Allah, maka sungguh, dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali setelah itu Allah mengadakan suatu ketentuan yang baru."
(QS. Ath-Thalaq : 1)
Talak hanya dimiliki suami dan memiliki tiga kali talaq. Talak dimiliki suami karena dia yang berusaha mempertahankan pernikahan dan memberi nafkah istrinya serta lebih bisa berpikir panjang dengan akalnya daripada dengan perasannya.
Namun, sebelum menjatuhkan talak, menurut Husain al-‘Awayisyah Dar Ibni Hazm, dalam bukunya Mausû’atu al-Fiqhiyyatu al-Muyassaratu fii Fiqhil Kitâbi was Sunnatil Muthahharah, bahwa ada beberapa ketentuan yang perlu diketahui dan jadi pertimbangan. Hal ini berdasarkan dalil Qur'an, petunjuk Nabi Shallalahu 'Alaihi wa Salam, serta Kalam ulama. Ketentuan itu adalah :
1. Mempertimbangkan maslahat sebelum talak dijatuhkan. Memikirkan dengan penuh kesadaran, serta jadi pilihan terbaik antara suami istri.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman :
"Dan jika kamu khawatir terjadi persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang juru damai dari keluarga laki-laki dan seorang juru damai dari keluarga perempuan. Jika keduanya (juru damai itu) bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri itu. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti." (QS. An-Nisa' : 35)
2. Melakukan talak karena takut tidak dapat menegakkan aturan-aturan Allah Ta'ala.
Yakni suami memberikan hak khulu' (hak istri untuk minta ditalak dengan menebus dirinya dengan sesuatu yang disepakati keduanya secara baik-baik).
Khulu' diminta istri karena takut berbuat dosa (membangkang) karena suaminya telah berbuat dosa dan menyakiti hati istri.
Firman Allah :
".... Jika kamu kuatir bahwa keduanya (suami-istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allâh, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allâh, maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang zhalim." (QS. Al-Baqarah : 229).
3. Tidak boleh talak karena sengaja untuk maksud menyakiti istri, karena justru menimbulkan madharat yang dilarang oleh syariat Islam.
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
"Tidak (boleh) ada madharat dan tidak boleh saling mencelakai." (HR. Ahmad dan Ibnu Mâjah)
Allah Ta'ala berfirman :
"Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. (An-Nisâ : 34).
4. Talak yang disyariatkan adalah karena keburukan akhlak istrinya, yakni suka membangkang, tidak bisa menjaga harta suami, berhubungan dengan pria lain, dan akhlak buruk lainnya.
Ibnu ‘Abbâs berkata bahwa talak itu dilakukan karena kebutuhan
Maksudnya adalah, sebagaimana dikatakan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalâni rahimahullah, “Sesungguhnya tidak patut bagi lelaki mentalak istrinya kecuali dalam keadaan yang mendesak seperti karena nusyûz” (berakhlak buruk, membangkang).
5. Tidak boleh talak tiga sekaligus.
Tidak boleh suami memang berniat talak tiga sekaligus. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan dalam I’lâmul Muwaqqi’în , “….(Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla menghendaki seseorang) menjatuhkan talak dengan cara yang memungkinkan dirinya merujuk istrinya kembali bila ia menghendaki.
6. Dianjurkan talak diketahui orang lain.
Hal ini berdasarkan firman Allâh Azza wa Jalla :
"Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu, maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar)…" (QS. Ath-Thalaq : 1).
Sampai firman-Nya:
"Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, mak rujuklah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allâh (QS. Ath-Thalaq : 2)
7. Talak tidak dilakukan dalam keadaan gelap mata.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
Tidak ada talak dalam keadaan tertutup (gelap mata). (HR. Ahmad, Abu Dawud),
8. Berniat Menalak
Sabda Nabi Shallalahu 'Alaihi wa Sallam :
"Sesungguhnya perbuatan-perbuatan itu tergantung dengan niat-niat. Dan sesungguhnya bagi setiap orang apa yang ia niatkan” . (HR. Al-Bukhâri)
9. Talak dilakukan dengan ihsân (baik-baik), tidak dengan menyakiti, ucapan-ucapan kasar, kezhaliman dan permusuhan.
Allah berfirman :
"Talak (yang dapat dirujuki) itu dua kali. Setelah itu, boleh rujuk kembali dengan cara ma’ruf atau menceraikannya dengan cara yang baik. (QS. Al-Baqarah : 229)
Imam Ibnu Jarîr t meriwayatkan bahwa sesungguhnya Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhu ditanya tentang makna ayat tersebut, kemudian beliau mengatakan, “(Hendaknya) seorang lelaki bertakwa kepada Allâh Azza wa Jalla dalam menjatuhkan talak tiga. Kalau mau, merujuknya dengan cara- ma’ruf, dengan mempergaulinya baik, atau melepasnya (menceraikannya) tanpa mengzhalimi haknya sedikit pun”.
Wallahu A'lam
Seperti diketahui, Allah Ta'ala mensyariatkan pernikahan untuk membangun mahligai rumah tangga yang bahagia. Yakni yang terbangun atas dasar cinta kasih dan saling berkasih sayang untuk mendapatkan keturunan dengan berhubungan seksual yang halal dan diberkahi Allah Ta'ala.
Menurut Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah at-Tuwaijri, dalam kitab Mukhtasar Al Fiqh Al Islami, disebutkan bahwa talak adalah melepaskan ikatan tali pernikahan atau memutus ikatan dalam sebuah pernikahan. Artinya, bila kebaikan sudah tidak ada dalam pernikahan, atau niat dan janji pernikahan sudah pudar karena munculnya perangai keburukan dari salah satu pihak, maka Allah Ta'ala membolehkan talak dalam syariat-NYA sebagai rahmat dan jalan keluar bagi keduanya.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman :
يٰۤاَ يُّهَا النَّبِيُّ اِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَآءَ فَطَلِّقُوْهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَاَ حْصُوا الْعِدَّةَ ۚ وَا تَّقُوا اللّٰهَ رَبَّكُمْ ۚ لَا تُخْرِجُوْهُنَّ مِنْۢ بُيُوْتِهِنَّ وَلَا يَخْرُجْنَ اِلَّاۤ اَنْ يَّأْتِيْنَ بِفَا حِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ ۗ وَتِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ ۗ وَمَنْ يَّتَعَدَّ حُدُوْدَ اللّٰهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهٗ ۗ لَا تَدْرِيْ لَعَلَّ اللّٰهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذٰلِكَ اَمْرًا
"Wahai Nabi! Apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) idahnya (yang wajar), dan hitunglah waktu idah itu, serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumahnya dan janganlah (diizinkan) keluar kecuali jika mereka mengerjakan perbuatan keji yang jelas. Itulah hukum-hukum Allah, dan barang siapa melanggar hukum-hukum Allah, maka sungguh, dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali setelah itu Allah mengadakan suatu ketentuan yang baru."
(QS. Ath-Thalaq : 1)
Talak hanya dimiliki suami dan memiliki tiga kali talaq. Talak dimiliki suami karena dia yang berusaha mempertahankan pernikahan dan memberi nafkah istrinya serta lebih bisa berpikir panjang dengan akalnya daripada dengan perasannya.
Namun, sebelum menjatuhkan talak, menurut Husain al-‘Awayisyah Dar Ibni Hazm, dalam bukunya Mausû’atu al-Fiqhiyyatu al-Muyassaratu fii Fiqhil Kitâbi was Sunnatil Muthahharah, bahwa ada beberapa ketentuan yang perlu diketahui dan jadi pertimbangan. Hal ini berdasarkan dalil Qur'an, petunjuk Nabi Shallalahu 'Alaihi wa Salam, serta Kalam ulama. Ketentuan itu adalah :
1. Mempertimbangkan maslahat sebelum talak dijatuhkan. Memikirkan dengan penuh kesadaran, serta jadi pilihan terbaik antara suami istri.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman :
وَاِ نْ خِفْتُمْ شِقَا قَ بَيْنِهِمَا فَا بْعَثُوْا حَكَمًا مِّنْ اَهْلِهٖ وَحَكَمًا مِّنْ اَهْلِهَا ۚ اِنْ يُّرِيْدَاۤ اِصْلَا حًا يُّوَفِّـقِ اللّٰهُ بَيْنَهُمَا ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَا نَ عَلِيْمًا خَبِيْرًا
"Dan jika kamu khawatir terjadi persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang juru damai dari keluarga laki-laki dan seorang juru damai dari keluarga perempuan. Jika keduanya (juru damai itu) bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri itu. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti." (QS. An-Nisa' : 35)
2. Melakukan talak karena takut tidak dapat menegakkan aturan-aturan Allah Ta'ala.
Yakni suami memberikan hak khulu' (hak istri untuk minta ditalak dengan menebus dirinya dengan sesuatu yang disepakati keduanya secara baik-baik).
Khulu' diminta istri karena takut berbuat dosa (membangkang) karena suaminya telah berbuat dosa dan menyakiti hati istri.
Firman Allah :
فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَعْتَدُوهَاۚ وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
".... Jika kamu kuatir bahwa keduanya (suami-istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allâh, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allâh, maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang zhalim." (QS. Al-Baqarah : 229).
3. Tidak boleh talak karena sengaja untuk maksud menyakiti istri, karena justru menimbulkan madharat yang dilarang oleh syariat Islam.
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
"Tidak (boleh) ada madharat dan tidak boleh saling mencelakai." (HR. Ahmad dan Ibnu Mâjah)
Allah Ta'ala berfirman :
فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا
"Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. (An-Nisâ : 34).
4. Talak yang disyariatkan adalah karena keburukan akhlak istrinya, yakni suka membangkang, tidak bisa menjaga harta suami, berhubungan dengan pria lain, dan akhlak buruk lainnya.
Ibnu ‘Abbâs berkata bahwa talak itu dilakukan karena kebutuhan
Maksudnya adalah, sebagaimana dikatakan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalâni rahimahullah, “Sesungguhnya tidak patut bagi lelaki mentalak istrinya kecuali dalam keadaan yang mendesak seperti karena nusyûz” (berakhlak buruk, membangkang).
5. Tidak boleh talak tiga sekaligus.
Tidak boleh suami memang berniat talak tiga sekaligus. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan dalam I’lâmul Muwaqqi’în , “….(Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla menghendaki seseorang) menjatuhkan talak dengan cara yang memungkinkan dirinya merujuk istrinya kembali bila ia menghendaki.
6. Dianjurkan talak diketahui orang lain.
Hal ini berdasarkan firman Allâh Azza wa Jalla :
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ
"Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu, maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar)…" (QS. Ath-Thalaq : 1).
Sampai firman-Nya:
فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ فَارِقُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَأَشْهِدُوا ذَوَيْ عَدْلٍ مِنْكُمْ وَأَقِيمُوا الشَّهَادَةَ لِلَّهِ
"Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, mak rujuklah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allâh (QS. Ath-Thalaq : 2)
7. Talak tidak dilakukan dalam keadaan gelap mata.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
Tidak ada talak dalam keadaan tertutup (gelap mata). (HR. Ahmad, Abu Dawud),
8. Berniat Menalak
Sabda Nabi Shallalahu 'Alaihi wa Sallam :
"Sesungguhnya perbuatan-perbuatan itu tergantung dengan niat-niat. Dan sesungguhnya bagi setiap orang apa yang ia niatkan” . (HR. Al-Bukhâri)
9. Talak dilakukan dengan ihsân (baik-baik), tidak dengan menyakiti, ucapan-ucapan kasar, kezhaliman dan permusuhan.
Allah berfirman :
"Talak (yang dapat dirujuki) itu dua kali. Setelah itu, boleh rujuk kembali dengan cara ma’ruf atau menceraikannya dengan cara yang baik. (QS. Al-Baqarah : 229)
Imam Ibnu Jarîr t meriwayatkan bahwa sesungguhnya Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhu ditanya tentang makna ayat tersebut, kemudian beliau mengatakan, “(Hendaknya) seorang lelaki bertakwa kepada Allâh Azza wa Jalla dalam menjatuhkan talak tiga. Kalau mau, merujuknya dengan cara- ma’ruf, dengan mempergaulinya baik, atau melepasnya (menceraikannya) tanpa mengzhalimi haknya sedikit pun”.
Wallahu A'lam
(wid)