Kisah Zionis Menekan Sultan Ottoman untuk Menguasai Bumi Palestina

Kamis, 13 Oktober 2022 - 14:02 WIB
Sultan Abdul Hamid II menolak permintaan Zionis internasional untuk membeli bumi Palestina. Foto/Ilustrasi: YouTube
Kisah pemimpin gerakan Zionisme internasional , Theodore Herzl, menekan Sultan Abdul Hamid II , penguasa Ottoman atau Utsmaniyah, agar bisa menguasai Palestina terekam sebagai jejak Zionis internasional menguasai bumi Palestina dan mendirikan negara Israel .

Prof Dr Ali Muhammad Ash-Shalabi dalam bukunya berjudul "Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah" menjelaskan kala itu Palestina adalah bagian dari Utsmaniyah.



Theodore Herzl yang sukses mendapatkan dukungan dari Eropa seperti Jerman, lnggris, dan ltalia terus berjuang menembus penguasa Utsmani agar bisa membeli Palestina. Sayangnya, Sultan Hamid II menolak keras.

Oleh karena itu, Zionis menjadikan negara-negara Eropa sebagai penekan terhadap pemerintahan Utsmani. Juga sebagai pintu masuk untuk bisa menghadap dan melobi Sultan Abdul Hamid II.



Pada saat itu, pemerintahan Utsmani sedang dilanda krisis keuangan dari hampir segala segi. Ekonomi negeri Utsmani benar-benar berada dalam ambang batas yang sangat memprihatinkan dan berada di ambang kehancuran.

Parahnya, Pemerintah Utsmani banyak berutang dengan negara-negara Eropa. Akibatnya, negeri itu mewajibkan pemerintahan Sultan Abdul Hamid untuk menerima delegasi keuangan mereka. Delegasi tersebut bertugas memberikan konsultasi masalah keuangan, agar pemerintahan Utsmani mampu membayar utang-utangnya.

Lubang ini merupakan satu-satunya jalan yang terbuka bagi Theodore Herzl untuk bisa mempengaruhi kebijakan politik Sultan Abdul Hamid II terhadap orang-orang Yahudi.

Setidaknya ini diungkapkan Herzl dalam buku hariannya. “Kita harus mengeluarkan uang sebanyak 20 juta lira untuk memperbaiki kondisi ekonomi Turki, 20 juta untuk Palestina dan selebihnya untuk membebaskan Turki dari lilitan utang-utangnya, sebagai usaha awal untuk melepaskan dia dari delegasi Eropa. Oleh sebab itulah, kita akan memberikan bantuan keuangan kepada Sultan setelah itu dengan pinjaman baru yang dia minta."



Herzl melakukan kontak dan komunikasi yang sangat intensif dengan para decision maker di Jerman, Austria, Rusia, ltalia ataupun Inggris. Maksud dari komunikasi ini adalah untuk melakukan dialog dengan Sultan Abdul Hamid II. Untuk tujuan ini, Lanado seorang Yahudi sahabat Herzl memberikan nasihat padanya tanggal 21 Pebruari 1869 M agar dia mengambil Neolanski pemimpin redaksi East Post.

Mengenai hal ini Herzl mengatakan: “Jika kita berhasil menguasai Palestina, maka kami akan membayar uang pada Turki dalam jumlah yang sangat besar dan kami akan memberikan hadiah dalam jumlah yang melimpah bagi orang yang menjadi perantara kami. Dan sebagai balasan dari ini, kami akan senantiasa bersiap sedia untuk membereskan masalah keuangan Turki. Kami akan mengambil tanah-tanah yang menjadi kekuasaan Sultan sesuai dengan hukum yang ada. Walaupun sebenamya mungkin tidak ada perbedaan antara milik umum dan milik pribadi."

Penolakan Sultan Abdul Hamid II

Herzl berangkat menuju Konstantinopel pada bulan Juni tahun 1896 M. Pada kunjungannya ini, dia ditemani oleh Neolanski yang memiliki hubungan sangat dekat dengan Sultan Abdul Hamid. Akibat dari kunjungan ini, Neolanski telah memindahkan pandangan-pandangan Herzl ke istana Yaldaz.

Pada saat itu terjadi dialog antara Sultan dengan Neolanski. Kala itu Sultan berkata padanya, “Apakah mungkin bagi orang-orang Yahudi untuk tinggal di tempat lain selain Palestina?”

Neolanski menjawab, “Palestina dianggap sebagai tanah tumpah darah pertama bagi orang-orang Yahudi, oleh karenanya orang-orang Yahudi sangat merindukan untuk bisa kembali ke tanah itu.”

Sultan menimpali, “Sesungguhnya Palestina tidaklah dianggap sebagai tempat kelahiran pertama bagi orang-orang Yahudi saja, namun juga oleh semua agama yang lain.”



Neolanski menjawab, “Orang-orang Yahudi tidak mungkin untuk mengambil Palestina, maka sesungguhnya mereka akan berusaha pergi dengan cara yang sangat sederhana untuk menuju Argentina."

Maka Sultan Abdul Hamid segera mengirimkan surat pada Herzl melalui perantaraan temannya Neolanski.

Dalam surat itu disebutkan; “Nasihatilah temanmu Herzl agar dia tidak mengambil langkah-langkah baru mengenai masalah ini, sebab saya tidak bisa mundur dari tanah suci ini (Palestina) walaupun hanya sejengkal. Sebab tanah ini bukanlah milik saya. Dia adalah milik bangsa dan rakyat saya. Nenek moyang saya telah berjuang demi mendapatkan tanah ini.”

“Mereka telah menyiraminya dengan ceceran darah. Maka biarkanlah orang-orang Yahudi itu menggenggam jutaan uang mereka. Jika negeriku tercabik-cabik, maka sangat mungkin mendapatkan negeri Palestina, tanpa ada imbalan dan balasan apapun.”

“Namun patut diingat,” lanjut Sultan Abdul Hamid, “Bahwa hendaknya pencabik-cabikan itu dimulai dari tubuh dan raga kami. Namun tentunya saya juga tidak akan menerima, raga saya dicabik-cabik sepanjang hayat masih di kandung badan.”

Masalah ini dicatat Sultan Abdul Hamid dalam buku catatan hariannya: “Adalah sangat pantas kita mengolah tanah kosong yang menjadi milik pemerintah. Ini berarti bahwa kita bisa melakukan usaha transmigrasi khusus, Namun kami tidak melihat transmigrasi orang-orang Yahudi itu sebagai sesuatu yang pantas. Sebab tujuan kita adalah menempatkan orang-orang yang loyal terhadap agama dan tradisi nenek moyang kita hingga mereka (orang-orang Yahudi) menguasai dan menyetir urusan-urusan pemerintahan.”



Seni Kerja yang Terorganisir

Setelah usaha Herzl dengan menggunakan perantara Neolanski gagal, maka Herzl segera menuju ke istana William II, yang tak lain adalah kaisar Jerman. Apalagi dia adalah sahabat Sultan Abdul Hamid dan sekaligus sebagai satu-satunya sekutu Utsmani di Eropa.

Hanya saja usaha ini pun kandas. Seorang sejarawan Turki Nizhamuddin Nazhif dalam bukunya yang berjudul I’laan Al-Hurriyah wa Al-Sulthan Abdul Hamid Al-Tsani mengatakan: “Tatkala menolak permintaan delegasi Yahudi--yang mendapat dukungan dari kaisar William--dalam usaha memperoleh tanah tempat mereka tinggal, atau tatkala Herzl kecewa dengan usahanya maka semakin tinggilah permusuhannya terhadap istana Yaldaz.”

Dan memang inilah yang akan terjadi sebagaimana yang diperkirakan oleh Sultan Abdul Hamid. Sebab orang-orang Yahudi adalah orang-orang yang memiliki seni kerja yang terorganisir. Mereka memiliki beragam kekuatan yang akan memberikan jaminan bisa berhasil dalam aksinya.

Harta melimpah di tangan mereka. Mereka menguasai jaringan bisnis dunia. Media-media Eropa berada di dalam cengkeraman. Maka sangat mungkin bagi mereka untuk menebarkan angin puting beliung dalam membentuk publik opini kapan saja mereka mau... “

Kemudian sejarawan ini menambahkan, mereka kemudian memulai dengan menggerakkan media-media internasional. Setelah itu mereka menyatukan musuh-musuh Sultan Abdul Hamid yang tumbuh dalam masyaraat Utsmani yang telah bercampur baur itu.

“Kita dapatkan para pengikut demokrasi melakukan rencana yang sangat teratur dan menyerang. Sebab, sebagaimana diketahui mereka hingga saat itu masih berpencar-pencar dan bekerja tanpa organisasi yang kuat. Padahal sangatlah tidak sulit bagi mereka untuk menyatukan musuh-musuh Sultan Abdul Hamid II yang tumbuh berkembang di dalam masyarakat Utsmani yang bercampur baur,” tuturnya.

“Pemimpin puncak gerakan Freemasonry Italia adalah orang yang menggerakkan dan sekaligus bertanggung jawab untuk mengorganisir mereka, sebab dia berada di kawasan Freemasonry yang paling dekat dengan pemerintahan Utsmani. Gerakan-gerakan Freemasonry ltalia khususnya kelompok Ruzuwata yang berada di Salonika telah memainkan perannya yang demikian penting dalam tugas ini..." lanjutnya.

Halaman :
Follow
Hadits of The Day
Dari Aisyah radhiyallahu 'anha bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Siapa yang meninggal, sedangkan ia masih memiliki hutang puasa, maka yang membayarnya adalah walinya.

(HR. Muslim No. 1935)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More