Benarkan Pintu Ijtihad Sudah Dikunci? Begini Penjelasan Prof Ibrahim Hosen
Kamis, 17 November 2022 - 15:45 WIB
Para ahli fiqih telah sepakat bahwa ijtihad dengan pengertian penyesuaian suatu perkara dengan sesuatu hukum yang sudah ada tetap terbuka. Ijtihad kategori ini tidak termasuk ketentuan ijtihad menurut ketentuan ushul fiqih.
Prof KH Ibrahim Hosen (1 Januari 1917 – 7 November 2001) dalam tulisannya berjudul "Taqlid dan Ijtihad" menyebut perbedaan pendapat terjadi pada ijtihad menurut definisi ushul fiqih. Sebagian ulama berpendapat bahwa pintu ijtihad telah tertutup.
Gema ini digelorakan oleh ulama-ulama mutakhirin pada awal abad ke-4 Hijriah setelah dunia Islam diliputi kabut ta'ashub mazhab serta banyaknya man laisa lahu ahlu 'l-Ijtihad (mujtahid karbitan) yang tampil mengaku sebagai mujtahid.
Dalam tulisan yang dihimpun dalam buku berjudul "Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah" (Paramadina, 1994) ini disebutkan sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa pintu ijtihad tetap terbuka dan dapat dimasuki oleh siapa saja yang memiliki kuncinya (memenuhi persyaratan).
Pendapat ini antara lain diproklamirkan Imam al-Syaukani pada pertengahan abad ke-13 Hijriah, yang kemudian di Mesir digalakkan oleh Syekh Al-Maraghy, Rektor Universitas Al-Azhar pada waktu itu.
Golongan yang memandang bahwa ijtihad adalah sumber hukum, mereka berpendapat bahwa pintu ijtihad tetap terbuka. Sedangkan golongan yang memandang bahwa ijtihad adalah kegiatan/pekerjaan mujtahid, mereka berpendapat bahwa pintu ijtihad telah tertutup, yaitu sejak wafatnya imam-imam mujtahid kenamaan.
Ibrahim Hosen menyebut golongan yang berpendapat bahwa pintu ijtihad masih tetap terbuka, dengan alasan yaitu:
1. Menutup pintu ijtihad berarti menjadikan hukum Islam yang semestinya lincah dan dinamis menjadi kaku dan beku; sehingga Islam akan ketinggalan zaman. Sebab, akan banyak kasus baru yang hukumnya belum dijelaskan oleh al-Qur'an dan Sunnah serta belum dibahas oleh ulama-ulama terdahulu, tidak dapat diketahui bagaimana status hukumnya.
2. Menutup pintu ijtihad berarti menutup kesempatan ulama Islam untuk menciptakan pemikiran-pemikiran yang baik dalam memanfaatkan dan menggali sumber atau dalil hukum Islam
3. Dengan membuka pintu ijtihad maka setiap permasalahan baru yang dihadapi umat, akan dapat diketahui hukumnya. Dengan demikian maka hukum Islam akan selalu berkembang dan tumbuh subur serta sanggup menjawab tantangan zaman.
Sedangkan golongan yang berpendapat bahwa pintu ijtihad telah tertutup antara lain beralasan:
1. Hukum Islam baik dalam bidang 'ibadah, mu'amalah, munakahah, jinayah dan lain sebagainya seluruhnya sudah lengkap dan dibukukan secara terperinci dan rapi. Karena itu kita tidak perlu melakukan ijtihad lagi.
2. Mayoritas Ahl al-Sunnah hanya mengakui Mazhab Empat. Oleh karena itu tiap-tiap yang menganut madzhab Ahl al-Sunnah harus memilih salah-satu dari Madzhab Empat. Ia harus terikat tidak boleh pindah madzhab.
3. Realitas sejarah menunjukkan bahwa sejak awal abad ke-4 Hijriah sampai detik ini tak seorangpun ulama berani menonjolkan diri atau ditonjolkan oleh pengikut-pengikutnya sebagai seorang mujtahid muthlaq/mustaqil. Hal ini menunjukkan bahwa untuk memenuhi syarat-syarat ijtihad yang telah ditentukan itu memang sangat sulit kalau tidak dikatakan tidak mungkin lagi untuk saat seperti sekarang ini.
4. Membuka pintu ijtihad selain hal itu percuma dan membuang-buang waktu, juga hasilnya akan berkisar:
Pertama, mungkin berupa hukum yang terdiri dari koleksi pendapat antara dua mazhab atau lebih, yang biasa kita kenal dengan istilah talfiq, yang kebolehannya masih diperselisihkan kaum ushuliyyin.
Kedua, mungkin berupa hukum yang telah dikeluarkan oleh salah satu Mazhab Empat, yang berarti ijtihad yang dilakukan itu hanyalah tahsil al-hasil
Ketiga, mungkin berupa hukum yang sesuai dengan salah satu mazhab di luar Mazhab Empat. Padahal, menurut mayoritas ulama Ahl al-Sunnah, selain Mazhab Empat tidaklah dianggap.
Keempat, mungkin berupa hukum yang tidak seorangpun ulama Islam membenarkannya. Hal semacam ini pada hakikatnya menentang ijma'.
Prof KH Ibrahim Hosen (1 Januari 1917 – 7 November 2001) dalam tulisannya berjudul "Taqlid dan Ijtihad" menyebut perbedaan pendapat terjadi pada ijtihad menurut definisi ushul fiqih. Sebagian ulama berpendapat bahwa pintu ijtihad telah tertutup.
Gema ini digelorakan oleh ulama-ulama mutakhirin pada awal abad ke-4 Hijriah setelah dunia Islam diliputi kabut ta'ashub mazhab serta banyaknya man laisa lahu ahlu 'l-Ijtihad (mujtahid karbitan) yang tampil mengaku sebagai mujtahid.
Dalam tulisan yang dihimpun dalam buku berjudul "Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah" (Paramadina, 1994) ini disebutkan sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa pintu ijtihad tetap terbuka dan dapat dimasuki oleh siapa saja yang memiliki kuncinya (memenuhi persyaratan).
Pendapat ini antara lain diproklamirkan Imam al-Syaukani pada pertengahan abad ke-13 Hijriah, yang kemudian di Mesir digalakkan oleh Syekh Al-Maraghy, Rektor Universitas Al-Azhar pada waktu itu.
Golongan yang memandang bahwa ijtihad adalah sumber hukum, mereka berpendapat bahwa pintu ijtihad tetap terbuka. Sedangkan golongan yang memandang bahwa ijtihad adalah kegiatan/pekerjaan mujtahid, mereka berpendapat bahwa pintu ijtihad telah tertutup, yaitu sejak wafatnya imam-imam mujtahid kenamaan.
Ibrahim Hosen menyebut golongan yang berpendapat bahwa pintu ijtihad masih tetap terbuka, dengan alasan yaitu:
1. Menutup pintu ijtihad berarti menjadikan hukum Islam yang semestinya lincah dan dinamis menjadi kaku dan beku; sehingga Islam akan ketinggalan zaman. Sebab, akan banyak kasus baru yang hukumnya belum dijelaskan oleh al-Qur'an dan Sunnah serta belum dibahas oleh ulama-ulama terdahulu, tidak dapat diketahui bagaimana status hukumnya.
2. Menutup pintu ijtihad berarti menutup kesempatan ulama Islam untuk menciptakan pemikiran-pemikiran yang baik dalam memanfaatkan dan menggali sumber atau dalil hukum Islam
3. Dengan membuka pintu ijtihad maka setiap permasalahan baru yang dihadapi umat, akan dapat diketahui hukumnya. Dengan demikian maka hukum Islam akan selalu berkembang dan tumbuh subur serta sanggup menjawab tantangan zaman.
Sedangkan golongan yang berpendapat bahwa pintu ijtihad telah tertutup antara lain beralasan:
1. Hukum Islam baik dalam bidang 'ibadah, mu'amalah, munakahah, jinayah dan lain sebagainya seluruhnya sudah lengkap dan dibukukan secara terperinci dan rapi. Karena itu kita tidak perlu melakukan ijtihad lagi.
2. Mayoritas Ahl al-Sunnah hanya mengakui Mazhab Empat. Oleh karena itu tiap-tiap yang menganut madzhab Ahl al-Sunnah harus memilih salah-satu dari Madzhab Empat. Ia harus terikat tidak boleh pindah madzhab.
3. Realitas sejarah menunjukkan bahwa sejak awal abad ke-4 Hijriah sampai detik ini tak seorangpun ulama berani menonjolkan diri atau ditonjolkan oleh pengikut-pengikutnya sebagai seorang mujtahid muthlaq/mustaqil. Hal ini menunjukkan bahwa untuk memenuhi syarat-syarat ijtihad yang telah ditentukan itu memang sangat sulit kalau tidak dikatakan tidak mungkin lagi untuk saat seperti sekarang ini.
4. Membuka pintu ijtihad selain hal itu percuma dan membuang-buang waktu, juga hasilnya akan berkisar:
Pertama, mungkin berupa hukum yang terdiri dari koleksi pendapat antara dua mazhab atau lebih, yang biasa kita kenal dengan istilah talfiq, yang kebolehannya masih diperselisihkan kaum ushuliyyin.
Kedua, mungkin berupa hukum yang telah dikeluarkan oleh salah satu Mazhab Empat, yang berarti ijtihad yang dilakukan itu hanyalah tahsil al-hasil
Ketiga, mungkin berupa hukum yang sesuai dengan salah satu mazhab di luar Mazhab Empat. Padahal, menurut mayoritas ulama Ahl al-Sunnah, selain Mazhab Empat tidaklah dianggap.
Keempat, mungkin berupa hukum yang tidak seorangpun ulama Islam membenarkannya. Hal semacam ini pada hakikatnya menentang ijma'.
(mhy)