Kisah Sahabat Nabi Muhammad SAW yang Mulutnya Bercahaya

Selasa, 22 November 2022 - 14:30 WIB
"Wahai putera Hasyim yang baik, sungguh Allah telah melebihkanmu dari seluruh manusia, dan memberimu keutamaan, di mana orang tak usah iri. Dan sungguh aku menaruh firasat baik yang kuyakini terhadap dirimu. Suatu firasat yang berbeda dengan pandangan hidup mereka. Seandainya Anda bertanya dan meminta pertolongan mereka dan memecahkan persoalan tiadalah mereka hendak menjawab atau membela. Karena itu Allah mengukuhkan kebaikan dan ajaran yang Anda bawa. Sebagaimana la telah mengukuhkan dan memberi pertolongan kepada Musa".

Mendengar itu Rasulullah menjadi gembira. Beliau bersabda:"Dan engkau pun akan diteguhkan Allah".

Baca Juga: Abdullah Ibnu Rawahah, Sang Penyair yang Syahid di Medan Perang
Qatadah bin an-Nu’man

Sahabat Nabi Muhammad ini aslinya bernama Abdul Khatib. Beliau merupakan penduduk Madinah, sehingga disebut golongan Anshar.

Dalam Pertempuran Uhud, mata Qatadah bin an-Nu’man terluka hingga lepas dari rongganya, kemudian Nabi Muhammad dengan didahului dengan doa mengembalikan bola mata Abu Qatadah seperti sediakala.

Ia dijuluki sebagai “Ksatria Rasulullah” atau Faaris Rasulullah. Beliau wafat di kota Madinah tahun 54 H. Menurut sebuah situs, Qatadah memiliki arti “pohon kayu keras.”

Zaid bin Haritsah

Dari banyak sahabat Nabi yang mulia, Zaid bin Haritsah adalah sosok yang istimewa, sampai-sampai beberapa hukum syariat pun turun berkenaan dengan kisahnya. Beliaulah satu-satunya sahabat yang namanya diabadikan Allah di dalam Al-Qur'an (Surah Al-Ahzab Ayat 37).

Zaid dikenal rajin membaca Al-Qur'an , salat malam dan puasa. Semua orang mengenal Zaid sebagai sahabat Nabi yang ahli ibadah. Zaid bin Haritsah merupakan anak angkat (mutabanna) Rasulullah SAW sehingga beliau dikenal dengan panggilan Zaid bin Muhammad.

Qais bin Ashim

Sebelum memeluk agama Islam, Qais bin Ashim amat benci anak perempuan. Ia dikenal kelewat sadis membunuh anak-anak perempuannya. Itu sebabnya ketika suatu hari ia datang kepada Rasulullah SAW, sebagian orang-orang Anshar bertanya kepadanya tentang kebiasaannya mengubur hidup-hidup bayi perempuan.

Di hadapan Rasulullah SAW dan orang-orang al Anshar, Qais berkata:

Dahulu pernah terjadi sebuah kejadian yang buruk dan memalukan berkenaan dengan anak perempuanku. Tidaklah lahir bayi perempuan dariku kecuali aku menguburnya hidup-hidup. Aku tidak pernah sayang kepada mereka sama sekali kecuali kepada anak perempuan kecilku yang dilahirkan oleh ibunya saat aku dalam perjalanan. Ibunya menyerahkan anak perempuanku itu kepada paman-pamannya sehingga dia tinggal di tengah mereka.

Saat aku pulang, aku bertanya kepada istriku tentang anak yang dilahirkannya itu. Istriku memberitahuku bahwa dia telah melahirkan bayi laki-laki dalam keadaan mati. Padahal dia melahirkan anak perempuan dan menitipkannya kepada paman-pamannya sehingga anak perempuanku itu tinggal bersama mereka hingga besar dan dewasa. Waktu itu, aku tidak tahu kejadian yang sebenarnya.



Beberapa tahun kemudian, istriku mengajakku mengunjungi paman-pamannya. Di rumah mereka, aku melihat anak perempuan yang rambutnya panjang dan dihiasi dengan hiasan yang rapih, dan pada setiap helai rambutnya tercium aroma wangi. Dia memakai kalung dari butiran Yamani, dan pada lehernya menempel perhiasan. Aku bertanya, ‘Siapakah anak perempuan ini? Sungguh kecantikan dan penampilannya mengagumkan.’

Istriku menangis dan berkata, ‘Dia adalah anakmu. Dulu aku beritahu kamu bahwa aku melahirkan bayi laki-laki dalam keadaan mati. Padahal aku melahirkan bayi perempuan dan aku titipkan dia kepada paman-pamanku sampai dia mencapai usia seperti sekarang ini.’

Aku menahan diri dan tidak lagi memikirkannya hingga pulang ke kabilahku. Pada suatu hari, aku ajak dia keluar, lalu aku menggali lubang kecil dan aku letakkan dia di dalamnya. Dia berkata kepadaku, ‘Ayahku, apa yang anda lakukan terhadapku?’

Lalu aku lemparkan tanah ke atasnya, dia berkata, ‘Ayahku, apakah Anda akan menguburku dengan tanah? Apakah Anda membiarkanku sendirian dan meninggalkanku?’
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
Hadits of The Day
Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:  Itu adalah shalatnya orang-orang munafik, itu adalah shalatnya orang-orang munafik, itu adalah shalatnya orang-orang munafik.  Salah seorang dari mereka duduk hingga sinar matahari telah menguning, tatkala itu ia sedang berada di antara dua tanduk setan atau pada dua tanduk setan.  Maka dia bengkit untuk shalat, dia shalat empat rakaat dengan sangat cepat (seperti burung mematuk makanan),  dia tidak mengingat Allah padanya kecuali sangat sedikit.

(HR. Sunan Abu Dawud No. 350)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More