Bagaimana Islam Memutus Perkara Hak Khiyar dalam Pernikahan
Selasa, 06 Desember 2022 - 11:29 WIB
Dalam fiqih pernikahan , Islam mengatur tentang khiyar (hak pilih). Konsep khiyar diputuskan dalam Islam agar kedua pihak masing-masing dari calon suami atau istri mendapat keadilan, yakni jika ditemukan aib dalam diri pasangannya dan pihak yang dirugikan mengajukan keberatan dengan adanya aib tersebut.
Sejatinya, dalam semua akad , adahak khiyar, termasuk dalam akad jual beli. Jika penjual atau pembeli merasa dirugikan dengan akad yang dia lakukan, dan sebelumnya dia tidak tahu, maka pihak yang dirugikan berhak untuk membatalkan akad dengan hak khiyar yang dia miliki.
Jika ini berlaku dalam jual beli, maka menjadi kepastian bahwa khiyar ini lebih berlaku dalam akad nikah . Sehingga secara umum, al-khiyâr bermakna menentukan yang terbaik dari dua hal (atau lebih) untuk dijadikan orientasi.
Dan definisi yang dipandang mewakili seluruh pendapat ulama, khiyar adalah hak yang dimiliki oleh orang yang bertransaksi untuk memilih antara dua hal yang disukainya, antara meneruskan suatu akad atau membatalkannya, karena ada alasan syar’i atau konsekuensi kesepakatan akad.
NabiShallallahu ‘Alaihi wa Sallambersabda : "Bahwa kesepakatan yang paling berhak untuk kalian penuhi adalah kesepakatan dalam akad yang menghalalkan kemaluan (akad nikah). (HR. Bukhari dan Ahmad).
Dalam kitab Zadul Ma'had karya Imam Ibnu Qayyim al-Jauzi dikatakan, khiyar adalah bahwa semua aib yang menyebabkan salah satu pasangan menjadi benci kepada yang lain, sehingga tidak terwujud tujuan nikah, yaitu rasa kasih sayang dan kecintaan, maka ini mengharuskan adanya hak khiyar (memilih untuk melanjutkan atau membatalkan akad). Dan hak khiyar dalam masalah ini lebih dihargai dibandingkan hak khiyar dalam jual beli. Sebagaimana pengajuan syarat dalam nikah lebih dihargai dibandingkan pengajuan syarat dalam jual beli. Allah dan Rasul-Nya tidak pernah mewajibkan untuk bertahan dalam kondisi tertipu.
Khiyar menyangkut kejujuran pasangan atau calon suami istri. Tersebarnya ketidakjujuran (menyembunyikan cacat) dalam pernikahan di kalangan umat Islam akan menyebabkan hilangnya amanat di antara mereka karena melalaikan sabda
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Siapa yang menipu kami, maka dia bukan golongan kami.”
Kebiasaan aib yang disembunyikan dalam pernikahan misalnya, aib khusus pada laki-laki yaitu jub (terkebiri) dan ‘anah (impotensi). Sedangkan iaib khusus pada wanita yaitu mandul atau ada banyak cairan/lendir dalam kemaluannya (al-‘afl).
Dalam kitab Al Mughni dijelaskan bahwa tidak ada khiyar jika aib sudah diketahui ketika akad atau calon pasangan rela setelah akad. Artinya, ada khiyar jika pasangan belum mengetahui aib itu ketika akad dan setelah akad dia tidak rela.
Dan jika setelah salah satu pasangan menjumpai aib itu dan dia tidak ridha, maka berhak untuk mengajukan pembatalan atau fasakh nikah. Namun jika setelah pasangan menjumpai aib itu dan dia ridha, maka tidak berhak untuk mengajukan fasakh. Intinya kembali kepada masalah hak yang dijaga dalam syariat, yaitu hak khiyar.
Wallahu A'lam
Sejatinya, dalam semua akad , adahak khiyar, termasuk dalam akad jual beli. Jika penjual atau pembeli merasa dirugikan dengan akad yang dia lakukan, dan sebelumnya dia tidak tahu, maka pihak yang dirugikan berhak untuk membatalkan akad dengan hak khiyar yang dia miliki.
Jika ini berlaku dalam jual beli, maka menjadi kepastian bahwa khiyar ini lebih berlaku dalam akad nikah . Sehingga secara umum, al-khiyâr bermakna menentukan yang terbaik dari dua hal (atau lebih) untuk dijadikan orientasi.
Dan definisi yang dipandang mewakili seluruh pendapat ulama, khiyar adalah hak yang dimiliki oleh orang yang bertransaksi untuk memilih antara dua hal yang disukainya, antara meneruskan suatu akad atau membatalkannya, karena ada alasan syar’i atau konsekuensi kesepakatan akad.
NabiShallallahu ‘Alaihi wa Sallambersabda : "Bahwa kesepakatan yang paling berhak untuk kalian penuhi adalah kesepakatan dalam akad yang menghalalkan kemaluan (akad nikah). (HR. Bukhari dan Ahmad).
Dalam kitab Zadul Ma'had karya Imam Ibnu Qayyim al-Jauzi dikatakan, khiyar adalah bahwa semua aib yang menyebabkan salah satu pasangan menjadi benci kepada yang lain, sehingga tidak terwujud tujuan nikah, yaitu rasa kasih sayang dan kecintaan, maka ini mengharuskan adanya hak khiyar (memilih untuk melanjutkan atau membatalkan akad). Dan hak khiyar dalam masalah ini lebih dihargai dibandingkan hak khiyar dalam jual beli. Sebagaimana pengajuan syarat dalam nikah lebih dihargai dibandingkan pengajuan syarat dalam jual beli. Allah dan Rasul-Nya tidak pernah mewajibkan untuk bertahan dalam kondisi tertipu.
Khiyar menyangkut kejujuran pasangan atau calon suami istri. Tersebarnya ketidakjujuran (menyembunyikan cacat) dalam pernikahan di kalangan umat Islam akan menyebabkan hilangnya amanat di antara mereka karena melalaikan sabda
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Siapa yang menipu kami, maka dia bukan golongan kami.”
Kebiasaan aib yang disembunyikan dalam pernikahan misalnya, aib khusus pada laki-laki yaitu jub (terkebiri) dan ‘anah (impotensi). Sedangkan iaib khusus pada wanita yaitu mandul atau ada banyak cairan/lendir dalam kemaluannya (al-‘afl).
Dalam kitab Al Mughni dijelaskan bahwa tidak ada khiyar jika aib sudah diketahui ketika akad atau calon pasangan rela setelah akad. Artinya, ada khiyar jika pasangan belum mengetahui aib itu ketika akad dan setelah akad dia tidak rela.
Dan jika setelah salah satu pasangan menjumpai aib itu dan dia tidak ridha, maka berhak untuk mengajukan pembatalan atau fasakh nikah. Namun jika setelah pasangan menjumpai aib itu dan dia ridha, maka tidak berhak untuk mengajukan fasakh. Intinya kembali kepada masalah hak yang dijaga dalam syariat, yaitu hak khiyar.
Wallahu A'lam
(wid)