Hadis yang Membahas tentang Penaklukan Roma oleh Kaum Muslimin
loading...
A
A
A
Hadis yang membahas tentang penaklukan Roma oleh kaum muslimin diriwayatkan Imam Ahmad bin Hanbal dalam Musnadnya. Rasulullah SAW bersabda: “ Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.”
Sultan Muhammad Al-Fatih telah menjadi jawaban dari bisyarah Rasulullah SAW tersebut. Prof Dr Ali Muhammad Ash-Shalabi dalam bukunya berjudul "Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah", menjelaskan sesungguhnya, penaklukan Konstantinopel tidak dimulai dari nol.
"la merupakan hasil akumulatif perjuangan kaum muslimin selama berabad-abad, sejak awal masa berkembangnya Islam. Hal itu didorong oleh kabar gembira yang pernah diucapkan Rasulullah, sebagaimana hadis tersebut," tuturnya.
Menurutnya, perhatian untuk kembali menaklukkan Konstantinopel semakin kuat bersamaan dengan munculnya pemerintahan Bani Utsmani.
Kalau diperhatikan, ternyata para Sultan Bani Utsman termasuk para pemimpin yang memiliki pemahaman fikih yang sangat kuat tentang perlunya menyediakan segala faktor-faktor yang dibutuhkan, untuk mencapai tujuan.
Muhammad Al-Fatih sendiri termasuk Sultan yang sangat getol menempuh jalan itu dalam perjalanan jihadnya. Dia sangat tekun berusaha menjalankan firman Allah yang berbunyi:
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ
”Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang" ( QS Al-Anfal : 60)
Muhammad Al-Fatih memahami ayat ini, bahwa masalah kemenangan dalam agama ini membutuhkan segala bentuk kekuatan yang beragam. Dia telah mampu menjabarkan makna ayat ini secara aplikatif dalam jihadnya yang diberkahi. Maka dia segera mempersiapkan sebuah pasukan dalam jumlah besar untuk mengepung Kota Konstantinopel. Pada saat itu, tidak ada satu jenis senjata pun yang tidak dia pergunakan. Dari meriam, pasukan berkuda, hingga pasukan pemanah.
Tentu saja semua ini membutuhkan kekayaan besar. Dengan sendirinya Sultan sudah memikirkan dari arah mana saja dia akan mendapatkan kekayaaan untuk membiayai perang yang tentu sangat mahal itu. Untuk membuat meriam, peluru, kapal, panah, membeli kuda, membeli minyak, kayu-kayu dll.
Semua itu membutuhkan kekayaan tidak kecil. Dapat disimpulkan, penaklukan Konstantinopel tak akan pernah terwujud, jika Khilafah Turki Utsmani fakir-miskin.
Pasukan yang mengepung Kota Konstantinopel dipimpin oleh Muhammad Al-Fatih, telah menyiapkan persiapan rohani yang mantap. Mereka belajar di bawah naungan pendidikan yang sangat menekankan makna iman dan takwa sikap amanah, serta melaksanakan risalah. Mereka terdidik dalam makna-makna akidah yang benar.
Mereka dibimbing oleh para ulama yang ikhlas. Mereka telah menjadikan Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya sebagai manhaj dalam mendidik individu-individu. Para ulama itu mendidik mereka dengan hal-hal berikut:
Pertama, bahwa Allah itu adalah Tunggal dan tidak memiliki sekutu apa pun. Dia tidak pernah mengambil sahabat wanita, tidak memiliki anak. Dia lepas dari semua sifat kekurangan dan memiliki sifat sempurna.
Kedua, bahwa Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Pengatur segala urusan sebagaimana disebutkan.
أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ
”Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah” ( QS Al-A’raaf : 54)
Ketiga, bahwa sesungguhnya Allah adalah sumber semua kenikmatan dalam wujud ini, baik njkmat kecil atau besar, yang tampak atau tersembunyi.
وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ
"Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah (datangnya).“ ( QS An-Nahl : 53)
Keempat, bahwa ilmu Allah itu meliputi segala sesuatu, maka tidak ada sesuatu pun di muka bumi dan langit, yang tidak tercapai oleh ilmu-Nya. Termasuk segala yang dikatakan oleh manusia atau dirahasiakannya.
وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا
"Dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu" ( QS Ath-Thalaq : 12)
Kelima, bahwa Allah mengutus malaikat-Nya untuk mencatat perbuatan manusia dalam sebuah buku catatan yang tidak meninggalkan satu perkara kecil pun. Dan catatan amal itu akan dibukakan pada waktu yang telah ditentukan.
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
”Tiada satu ucapan pun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” ( QS Qaaf : 18)
Keenam, bahwa Allah akan memberi ujian kepada hamba-hamba-Nya dengan berbagai hal yang berbenturan dengan apa yang mereka senangi. Ada yang ridha dengan takdir Allah, dan menyerah pada-Nya lahir batin, sehingga mereka pantas untuk menjadi khalifah dan menguasai bumi.
Ada pula yang marah-marah dengan takdir Allah, sehingga mereka tidak dipandang sebagai apa-apa.
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
”Dia-lah yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji siapa di antara kalian pang paling baik perbuatannya.” ( QS Al-Mulk : 2)
Ketujuh, bahwa Allah akan senantiasa memberikan taufik, membantu, dan menolong siapa saja yang bersandar kepada-Nya, selalu bernaung dalam naungan-Nya, selalu komitmen dengan hukum-Nya dalam segala perkara.
إِنَّ وَلِۦِّىَ ٱللَّهُ ٱلَّذِى نَزَّلَ ٱلْكِتَٰبَ ۖ وَهُوَ يَتَوَلَّى ٱلصَّٰلِحِينَ
“Sesungguhnya pelindungku ialah Allah yang teIah menurunkan Al-Kitab (Al-Qur’an] dan Dia melindungi orang-orangyang saleh.” (QS Al-A’raaf: 196)
Kedelapan, bahwa sesungguhnya Allah memiliki hak atas hamba untuk disembah untuk diesakan dan janganlah mereka menyekutukan sesuatu dengan-Nya.
لِ اللَّهَ فَاعْبُدْ وَكُنْ مِنَ الشَّاكِرِينَ
”Karena itu maka hendaklah Allah saja kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur.” ( QS Az-Zumar : 66)
Hakikat Perjalanan Hidup Manusia
Para ulama Utsmani juga mengambil manhaj Rasulullah dalam mendidik individu-individu dan pasukan Islam. Mereka diajari tentang hakikat perjalanan hidup manusia, serta cara-cara mencapai sukses. Mereka memvokuskan diri untuk menerangkan ajaran-ajaran sebagai berikut:
1. Bahwa sesungguhnya kehidupan ini bagaimanapun panjangnya, pasti akan berakhir juga; dan kenikmatan hidup bagaimanapun lezatnya, ia sangat sedikit. Sebagaimana disebutkan:
إِنَّمَا مَثَلُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَاءٍ أَنْزَلْنَاهُ مِنَ السَّمَاءِ فَاخْتَلَطَ بِهِ نَبَاتُ الْأَرْضِ مِمَّا يَأْكُلُ النَّاسُ وَالْأَنْعَامُ حَتَّىٰ إِذَا أَخَذَتِ الْأَرْضُ زُخْرُفَهَا وَازَّيَّنَتْ وَظَنَّ أَهْلُهَا أَنَّهُمْ قَادِرُونَ عَلَيْهَا أَتَاهَا أَمْرُنَا لَيْلًا أَوْ نَهَارًا فَجَعَلْنَاهَا حَصِيدًا كَأَنْ لَمْ تَغْنَ بِالْأَمْسِ ۚ كَذَٰلِكَ نُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
”Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi ini, adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuh subur tanaman-tanaman dengan air itu. Di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan pemilik-pemiliknya mengira bahwa mereka pasti (kekal) menguasainya, tiba-tiba datanglah azab Kami di waktu malam atau siang, lau Kami jadikan (tanaman-tanaman itu) laksana tanaman yang sudah diketam (dibabat habis), seakan-akan belum pernah tumbuh sebelumnya. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orangyang berpikir.” ( QS Yunus : 24).
Begitu juga disebutkan, “Katakanlah: 'Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikit pun.” ( QS An-Nisaa’ : 77)
2. Bahwa sesungguhnya semua makhluk itu akan kembali kepada Allah. Mereka akan dimintai pertanggung-jawaban atas perbuatan mereka, dan akan dihisab sehingga bisa ditentukan apakah mereka akan menghuni surga atau neraka? ’Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja [tanpa pertanggungjawaban)?” ( QS Al-Qiyamah : 36)
3. Kenikmatan surga akan melupakan segala kelelahan dan kepahitan hidup di dunia. Demikian juga siksa neraka akan melupakan semua kesenangan dan kemanisan di dunia.
”Maka bagaimana pendapat mu jika kepada mereka Kami berikan kenikmatan hidup bertahun-tahun; kemudian datang kepada mereka azab yang telah diancamkan kepadanya? Niscaya tidak berguna bagi mereka apa yang selalu mereka menikmatinya.” [ QS AsySyu’ara’ : 205-207)
4. Sesungguhnya kehidupan manusia setelah hancurnya dunia dan mereka tinggal di surga atau neraka, mereka akan mengalami suatu masa yang panjang "Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu; sesungguhnya guncangan Hari Kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat bergt (dahsyat). Pada hari (ketika) kamu melihat keguncangan itu, aemua tia[ wanita yang menyusui anaknya mengabaikan anak yang disusuinya dan setiap wanita hamil gugur kandungannya, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenamya mereka tidak mabuk, akan tetapi siksaan Allah itu sangat kerasnya.” ( QS Al-Hajj : 1-2).
Begitu juga disebutkan, "Maka bagaimanakah kamu akan menyelamatkan dirimu jika kamu tetap kafir kepada hari yang menjadikan anak-anak beruban? Langit (pun) rnenjadi pecah-belah karena Allah, janji-Nya itu pasti terlaksana.” ( QS Al-Muzzamil : 17-18)
5. Sedangkan jalan menuju keselamatan dari semua guncangan dan kepedihan, serta mencapai surga dan dijauhkan dari neraka adalah dengan beriman kepada Allah, dan melakukan perbuatan-perbuatan baik yang diridhai-Nya. Sesungguhnya orang-orang beriman dan beramal saleh, bagi mereka surge yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Itulah keberuntungan yang besar.” ( QS Al-Buruuj : 11)
Para Ulama Rabbani dalam pemerintahan Bani Utsmani selalu berjalan di atas manhaj Rasulullah dalam memberikan pencerahan kepada individu, tentara, pimpinan dan rakyat secara keseluruhan. Mereka terus menerus berada di atas jalan ini, sehingga semua itu mengkristal dalam pikiran, mengendap dalam jiwa, dan nyata menjadi peradaban.
Berkat pendidikan yang mulia ini, lahirlah kekuatan insani dahsyat dari segala sisi. Muhammad Al-Fatih sendiri yang terdidik dalam pendidikan Rabbani merasa bangga dengan makna-makna dan nilai-nilainya yang begitu agung. Hal ini bisa kita dapatkan di dalam syairnya:
”Wa Hamasi (dan semangatku); Adalah mengeluarkan semua upaya untuk mengabdi pada agama saya, agama Allah.
Wa Azmi (tekadku); Saya akan membuat orang-orang kafir bertekuk-lutut dengan balatentaraku, berkat kelembutan Allah.
Wa Tafkiri (dan pusat pikiranku); Terpusat pada kemenangan yang datang dari rahmat Allah.
Wa Jihadi (jihadku); Adalah dengan jiwa raga dan harta benda. Lalu apa makna dunia setelah ketaatan kepada perintah Allah?
Wa Asywaqi (kerinduanku); dan perang ratusan ribu kali untuk mendapatkan ridha Allah.
Wa Rajai (harapanku); Adalah pertolongan Allah, dan kemenangan negara ini atas musuh-musuh Allah.”
Penyebab Lain
Tatkala Sultan Muhammad Al-Fatih ingin menaklukkan kota Trabzon yang dipimpin oleh seorang Nasrani, dia ingin memperdayakannya. Untuk itu sultan segera mempersiapkan segalanya. Dia disertai sejumlah tentara dan pasukan khusus yang bertugas menebang pohon penghalang dan meretas jalan dalam perjalanannya, Sultan Muhammad Al-Fatih banyak menghadapi kendala karena adanya gunung-gunung yang menjulang tinggi.
Dia pun segera turun dari pelana kudanya, dan naik bebukitan dengan kedua tangan dan kakinya, layaknya para tentara. Saat itu ada ibu Hasan Uzun pemimpin Turkman, yang datang khusus untuk melakukan ishlah (perbaikan) antara Sultan dan anaknya. Maka berkatalah perempuan itu, “Kenapa kau harus bersusah-payah melakukan ini, wahai anakku. Apakah Trabzon berhak untuk kau perjuangkan dengan cara seperti ini?”
Sultan Muhammad Al-Fatih menjawab, “Wahai ibu, sesungguhnya Allah telah meletakkan pedang di tangan saya untuk berjihad di jalan-Nya. Maka jika saya tidak mampu untuk bersabar dalam menghadapi kesulitan-kesulitan ini, dan tidak saya lakukan kewajibanku dengan pedang ini, maka sangat tidak pantas bagiku untuk mendapatkan gelar Al-Ghazi yang saya sandang ini. Lalu bagaimana saya akan menemui Allah pada Hari Kiamat nanti?”
Demikian pulalah sikap sebagian besar tentara, berkat pendidikan keimanan yang dalam dan mantap. Pasukan Muhammad Al-Fatih tatkala melakukan pengepungan berada dalam kondisi akidah yang sangat baik, dan ibadah yang demikian mapan, serta mampu meninggikan syiar-syiar agama Allah dan rasa ketundukan terhadap Tuhan alam semesta.
Para sejarawan menyebutkan banyak faktor penyebab takluknya Konstantinopel, seperti lemahnya Imperium Byzantium, terjadinya perseteruan teologi di internal bangsa Byzantium, dan adanya persaingan antara Negara-negara Eropa sendiri, dalam masa yang sangat panjang.
Sultan Muhammad Al-Fatih telah menjadi jawaban dari bisyarah Rasulullah SAW tersebut. Prof Dr Ali Muhammad Ash-Shalabi dalam bukunya berjudul "Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah", menjelaskan sesungguhnya, penaklukan Konstantinopel tidak dimulai dari nol.
"la merupakan hasil akumulatif perjuangan kaum muslimin selama berabad-abad, sejak awal masa berkembangnya Islam. Hal itu didorong oleh kabar gembira yang pernah diucapkan Rasulullah, sebagaimana hadis tersebut," tuturnya.
Menurutnya, perhatian untuk kembali menaklukkan Konstantinopel semakin kuat bersamaan dengan munculnya pemerintahan Bani Utsmani.
Kalau diperhatikan, ternyata para Sultan Bani Utsman termasuk para pemimpin yang memiliki pemahaman fikih yang sangat kuat tentang perlunya menyediakan segala faktor-faktor yang dibutuhkan, untuk mencapai tujuan.
Muhammad Al-Fatih sendiri termasuk Sultan yang sangat getol menempuh jalan itu dalam perjalanan jihadnya. Dia sangat tekun berusaha menjalankan firman Allah yang berbunyi:
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ
”Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang" ( QS Al-Anfal : 60)
Muhammad Al-Fatih memahami ayat ini, bahwa masalah kemenangan dalam agama ini membutuhkan segala bentuk kekuatan yang beragam. Dia telah mampu menjabarkan makna ayat ini secara aplikatif dalam jihadnya yang diberkahi. Maka dia segera mempersiapkan sebuah pasukan dalam jumlah besar untuk mengepung Kota Konstantinopel. Pada saat itu, tidak ada satu jenis senjata pun yang tidak dia pergunakan. Dari meriam, pasukan berkuda, hingga pasukan pemanah.
Tentu saja semua ini membutuhkan kekayaan besar. Dengan sendirinya Sultan sudah memikirkan dari arah mana saja dia akan mendapatkan kekayaaan untuk membiayai perang yang tentu sangat mahal itu. Untuk membuat meriam, peluru, kapal, panah, membeli kuda, membeli minyak, kayu-kayu dll.
Semua itu membutuhkan kekayaan tidak kecil. Dapat disimpulkan, penaklukan Konstantinopel tak akan pernah terwujud, jika Khilafah Turki Utsmani fakir-miskin.
Pasukan yang mengepung Kota Konstantinopel dipimpin oleh Muhammad Al-Fatih, telah menyiapkan persiapan rohani yang mantap. Mereka belajar di bawah naungan pendidikan yang sangat menekankan makna iman dan takwa sikap amanah, serta melaksanakan risalah. Mereka terdidik dalam makna-makna akidah yang benar.
Mereka dibimbing oleh para ulama yang ikhlas. Mereka telah menjadikan Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya sebagai manhaj dalam mendidik individu-individu. Para ulama itu mendidik mereka dengan hal-hal berikut:
Pertama, bahwa Allah itu adalah Tunggal dan tidak memiliki sekutu apa pun. Dia tidak pernah mengambil sahabat wanita, tidak memiliki anak. Dia lepas dari semua sifat kekurangan dan memiliki sifat sempurna.
Kedua, bahwa Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Pengatur segala urusan sebagaimana disebutkan.
أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ
”Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah” ( QS Al-A’raaf : 54)
Ketiga, bahwa sesungguhnya Allah adalah sumber semua kenikmatan dalam wujud ini, baik njkmat kecil atau besar, yang tampak atau tersembunyi.
وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ
"Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah (datangnya).“ ( QS An-Nahl : 53)
Keempat, bahwa ilmu Allah itu meliputi segala sesuatu, maka tidak ada sesuatu pun di muka bumi dan langit, yang tidak tercapai oleh ilmu-Nya. Termasuk segala yang dikatakan oleh manusia atau dirahasiakannya.
وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا
"Dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu" ( QS Ath-Thalaq : 12)
Kelima, bahwa Allah mengutus malaikat-Nya untuk mencatat perbuatan manusia dalam sebuah buku catatan yang tidak meninggalkan satu perkara kecil pun. Dan catatan amal itu akan dibukakan pada waktu yang telah ditentukan.
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
”Tiada satu ucapan pun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” ( QS Qaaf : 18)
Keenam, bahwa Allah akan memberi ujian kepada hamba-hamba-Nya dengan berbagai hal yang berbenturan dengan apa yang mereka senangi. Ada yang ridha dengan takdir Allah, dan menyerah pada-Nya lahir batin, sehingga mereka pantas untuk menjadi khalifah dan menguasai bumi.
Ada pula yang marah-marah dengan takdir Allah, sehingga mereka tidak dipandang sebagai apa-apa.
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
”Dia-lah yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji siapa di antara kalian pang paling baik perbuatannya.” ( QS Al-Mulk : 2)
Ketujuh, bahwa Allah akan senantiasa memberikan taufik, membantu, dan menolong siapa saja yang bersandar kepada-Nya, selalu bernaung dalam naungan-Nya, selalu komitmen dengan hukum-Nya dalam segala perkara.
إِنَّ وَلِۦِّىَ ٱللَّهُ ٱلَّذِى نَزَّلَ ٱلْكِتَٰبَ ۖ وَهُوَ يَتَوَلَّى ٱلصَّٰلِحِينَ
“Sesungguhnya pelindungku ialah Allah yang teIah menurunkan Al-Kitab (Al-Qur’an] dan Dia melindungi orang-orangyang saleh.” (QS Al-A’raaf: 196)
Kedelapan, bahwa sesungguhnya Allah memiliki hak atas hamba untuk disembah untuk diesakan dan janganlah mereka menyekutukan sesuatu dengan-Nya.
لِ اللَّهَ فَاعْبُدْ وَكُنْ مِنَ الشَّاكِرِينَ
”Karena itu maka hendaklah Allah saja kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur.” ( QS Az-Zumar : 66)
Hakikat Perjalanan Hidup Manusia
Para ulama Utsmani juga mengambil manhaj Rasulullah dalam mendidik individu-individu dan pasukan Islam. Mereka diajari tentang hakikat perjalanan hidup manusia, serta cara-cara mencapai sukses. Mereka memvokuskan diri untuk menerangkan ajaran-ajaran sebagai berikut:
1. Bahwa sesungguhnya kehidupan ini bagaimanapun panjangnya, pasti akan berakhir juga; dan kenikmatan hidup bagaimanapun lezatnya, ia sangat sedikit. Sebagaimana disebutkan:
إِنَّمَا مَثَلُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَاءٍ أَنْزَلْنَاهُ مِنَ السَّمَاءِ فَاخْتَلَطَ بِهِ نَبَاتُ الْأَرْضِ مِمَّا يَأْكُلُ النَّاسُ وَالْأَنْعَامُ حَتَّىٰ إِذَا أَخَذَتِ الْأَرْضُ زُخْرُفَهَا وَازَّيَّنَتْ وَظَنَّ أَهْلُهَا أَنَّهُمْ قَادِرُونَ عَلَيْهَا أَتَاهَا أَمْرُنَا لَيْلًا أَوْ نَهَارًا فَجَعَلْنَاهَا حَصِيدًا كَأَنْ لَمْ تَغْنَ بِالْأَمْسِ ۚ كَذَٰلِكَ نُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
”Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi ini, adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuh subur tanaman-tanaman dengan air itu. Di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan pemilik-pemiliknya mengira bahwa mereka pasti (kekal) menguasainya, tiba-tiba datanglah azab Kami di waktu malam atau siang, lau Kami jadikan (tanaman-tanaman itu) laksana tanaman yang sudah diketam (dibabat habis), seakan-akan belum pernah tumbuh sebelumnya. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orangyang berpikir.” ( QS Yunus : 24).
Begitu juga disebutkan, “Katakanlah: 'Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikit pun.” ( QS An-Nisaa’ : 77)
2. Bahwa sesungguhnya semua makhluk itu akan kembali kepada Allah. Mereka akan dimintai pertanggung-jawaban atas perbuatan mereka, dan akan dihisab sehingga bisa ditentukan apakah mereka akan menghuni surga atau neraka? ’Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja [tanpa pertanggungjawaban)?” ( QS Al-Qiyamah : 36)
3. Kenikmatan surga akan melupakan segala kelelahan dan kepahitan hidup di dunia. Demikian juga siksa neraka akan melupakan semua kesenangan dan kemanisan di dunia.
”Maka bagaimana pendapat mu jika kepada mereka Kami berikan kenikmatan hidup bertahun-tahun; kemudian datang kepada mereka azab yang telah diancamkan kepadanya? Niscaya tidak berguna bagi mereka apa yang selalu mereka menikmatinya.” [ QS AsySyu’ara’ : 205-207)
4. Sesungguhnya kehidupan manusia setelah hancurnya dunia dan mereka tinggal di surga atau neraka, mereka akan mengalami suatu masa yang panjang "Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu; sesungguhnya guncangan Hari Kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat bergt (dahsyat). Pada hari (ketika) kamu melihat keguncangan itu, aemua tia[ wanita yang menyusui anaknya mengabaikan anak yang disusuinya dan setiap wanita hamil gugur kandungannya, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenamya mereka tidak mabuk, akan tetapi siksaan Allah itu sangat kerasnya.” ( QS Al-Hajj : 1-2).
Begitu juga disebutkan, "Maka bagaimanakah kamu akan menyelamatkan dirimu jika kamu tetap kafir kepada hari yang menjadikan anak-anak beruban? Langit (pun) rnenjadi pecah-belah karena Allah, janji-Nya itu pasti terlaksana.” ( QS Al-Muzzamil : 17-18)
5. Sedangkan jalan menuju keselamatan dari semua guncangan dan kepedihan, serta mencapai surga dan dijauhkan dari neraka adalah dengan beriman kepada Allah, dan melakukan perbuatan-perbuatan baik yang diridhai-Nya. Sesungguhnya orang-orang beriman dan beramal saleh, bagi mereka surge yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Itulah keberuntungan yang besar.” ( QS Al-Buruuj : 11)
Para Ulama Rabbani dalam pemerintahan Bani Utsmani selalu berjalan di atas manhaj Rasulullah dalam memberikan pencerahan kepada individu, tentara, pimpinan dan rakyat secara keseluruhan. Mereka terus menerus berada di atas jalan ini, sehingga semua itu mengkristal dalam pikiran, mengendap dalam jiwa, dan nyata menjadi peradaban.
Berkat pendidikan yang mulia ini, lahirlah kekuatan insani dahsyat dari segala sisi. Muhammad Al-Fatih sendiri yang terdidik dalam pendidikan Rabbani merasa bangga dengan makna-makna dan nilai-nilainya yang begitu agung. Hal ini bisa kita dapatkan di dalam syairnya:
”Wa Hamasi (dan semangatku); Adalah mengeluarkan semua upaya untuk mengabdi pada agama saya, agama Allah.
Wa Azmi (tekadku); Saya akan membuat orang-orang kafir bertekuk-lutut dengan balatentaraku, berkat kelembutan Allah.
Wa Tafkiri (dan pusat pikiranku); Terpusat pada kemenangan yang datang dari rahmat Allah.
Wa Jihadi (jihadku); Adalah dengan jiwa raga dan harta benda. Lalu apa makna dunia setelah ketaatan kepada perintah Allah?
Wa Asywaqi (kerinduanku); dan perang ratusan ribu kali untuk mendapatkan ridha Allah.
Wa Rajai (harapanku); Adalah pertolongan Allah, dan kemenangan negara ini atas musuh-musuh Allah.”
Penyebab Lain
Tatkala Sultan Muhammad Al-Fatih ingin menaklukkan kota Trabzon yang dipimpin oleh seorang Nasrani, dia ingin memperdayakannya. Untuk itu sultan segera mempersiapkan segalanya. Dia disertai sejumlah tentara dan pasukan khusus yang bertugas menebang pohon penghalang dan meretas jalan dalam perjalanannya, Sultan Muhammad Al-Fatih banyak menghadapi kendala karena adanya gunung-gunung yang menjulang tinggi.
Dia pun segera turun dari pelana kudanya, dan naik bebukitan dengan kedua tangan dan kakinya, layaknya para tentara. Saat itu ada ibu Hasan Uzun pemimpin Turkman, yang datang khusus untuk melakukan ishlah (perbaikan) antara Sultan dan anaknya. Maka berkatalah perempuan itu, “Kenapa kau harus bersusah-payah melakukan ini, wahai anakku. Apakah Trabzon berhak untuk kau perjuangkan dengan cara seperti ini?”
Sultan Muhammad Al-Fatih menjawab, “Wahai ibu, sesungguhnya Allah telah meletakkan pedang di tangan saya untuk berjihad di jalan-Nya. Maka jika saya tidak mampu untuk bersabar dalam menghadapi kesulitan-kesulitan ini, dan tidak saya lakukan kewajibanku dengan pedang ini, maka sangat tidak pantas bagiku untuk mendapatkan gelar Al-Ghazi yang saya sandang ini. Lalu bagaimana saya akan menemui Allah pada Hari Kiamat nanti?”
Demikian pulalah sikap sebagian besar tentara, berkat pendidikan keimanan yang dalam dan mantap. Pasukan Muhammad Al-Fatih tatkala melakukan pengepungan berada dalam kondisi akidah yang sangat baik, dan ibadah yang demikian mapan, serta mampu meninggikan syiar-syiar agama Allah dan rasa ketundukan terhadap Tuhan alam semesta.
Para sejarawan menyebutkan banyak faktor penyebab takluknya Konstantinopel, seperti lemahnya Imperium Byzantium, terjadinya perseteruan teologi di internal bangsa Byzantium, dan adanya persaingan antara Negara-negara Eropa sendiri, dalam masa yang sangat panjang.
(mhy)