Guru Spiritual di Balik Sukses Penaklukan Konstantinopel

Kamis, 16 Juli 2020 - 08:08 WIB
loading...
Guru Spiritual di Balik Sukses Penaklukan Konstantinopel
Muhammad Al-Fatih dan Hagia Sophia. Foto/Ilustrasi/Ist/Anadolu agency
A A A
SETELAH penaklukan Konstantinopel yang terjadi pada tanggal 29 Mei 1435 M, Sultan Muhammad Al-Fatih tampak duduk santai bersama Syaikh Aaq Syamsuddin, salah seorang gurunya.

Muhammad Al-Fatih memiliki kesan tersendiri tentang gurunya yang satu ini. Karena beliaulah yang menggembleng dirinya untuk menaklukkan Konstantinopel. Beliau pula yang memacu semangatnya ketika dirinya sudah nyaris patah arang..

Lebih dari itu, jauh sebelum itu, beliaulah guru yang berani membentak dan memukul dirinya. Pada suatu ketika Sang Guru memukul Al-Fatih sehingga membuatnya marah. “Berani-beraninya memukul aku! Akan aku sampaikan kepada Sultan, apa yang kau lakukan padaku.”

“Panggil ayahmu. Mana Sultan?” balas Syaikh Aaq Syamsuddin tanpa rasa takut.

Inilah yang sangat berkesan, sehingga ketika selesai penaklukan Konstantinopel itu, Muhammad Al Fatih bertanya, “Mengapa engkau memukul aku, pada satu kasus aku tidak layak dipukul keras?”

Syaikh Aaq Syamsuddin pun menjawab, “Aku ingin mengajarkan padamu, bagaimana sakitnya dizalimi orang dan aku juga ingin mengajarkan kepadamu, bagaimana kezaliman itu menyesatkan. Sesuatu yang tidak nyaman." Serelah memperbaiki duduknya, Syaikh balik bertanya, "Lalu sekarang aku bertanya kepadamu wahai Muhammad, tahukah kamu rasanya setelah menaklukkan Konstantinopel?”

SultanMuhammad Al Fatih mengapungkan senyum di bibirnya sembari menatap gurunya. “Syaikh, aku baru merasakan, apa yang setiap pagi engkau lakukan pada diriku, mengajakku ke tepian pantai,” jawabnya tanpa melepas senyumnya.

Ya, Syaikh Aaq Syamsuddin setiap pagi selalu mengajak Muhammad Al-Fatih ke tepian pantai di selat Bosporus. Sambil menatap Konstantinopel, sebuah benteng Bizantium yang berabad-abad menjadi kota besar bangsa Romawi, Sang Guru mengatakan kepada Muhammad. “ Rasulullah bersabda, sungguh! Konstantinopel akan ditaklukkan. Sebaik-baik pemimpin adalah pemimpin (yang menaklukkan)-nya dan sebaik-baik tentara adalah tentaranya,” ujar Syaikh Aaq mengutip hadis Rasulullah SAW. “Dan aku ingin, Engkaulah orangnya wahai Muhammad,” lanjutnya serius.

Kalimat itulah yang selalu diucapkan oleh Syeikh Aaq Syamsuddin kepada Muhammad Al Fatih. Terbukti, Syaikh Aaq Syamsuddin mampu meyakinkan pangeran kecil itu bahwa dialah yang dimaksud dengan hadis Nabi tersebut.

“Aku merasakan setiap pagi di tepian pantai yang kau katakan itu menjadi tummuhat, yaitu ambisi yang besar,” kenang Muhammad Al Fatih.

Sesungguhnya watak orang-orang beriman tidak pernah kehabisan tummuhat. Tidak pernah kehabisan Ambisi. Orang-orang yang beriman sangat yakin sekali bahwa apa yang terjadi di sekitarnya adalah karena kehendak Allah SWT.

Muhammad Al Fatih menyimpan apa yang didapatkan dari gurunya, terabadikan dalam dirinya untuk bisa menyelesaikan keinginan yang kuat itu dilestarikan pada dirinya itu.

Peran Guru
Prof. Dr. Ali Muhammad AshShalabi, dalam Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk menyebutkan, Syaikh Aaq Syamsuddin mengajarkan ilmu-ilmu mendasar kepada Sultan Muhammad Al-Fatih. Ilmu-ilmu tersebut adalah Al-Qur’an, As-Sunnah An-Nabawiyah, fikih, ilmu-ilmu keislaman, dan beberapa bahasa (Arab, Persia, dan Turki).

Dia juga mengajarkan ilmu matematika, astronomi, sejarah, dan seni berperang. Syaikh Aaq Syamsuddin termasuk salah satu ulama yang membimbing Sultan Muhammad Al-Fatih ketika berkuasa di Magnesia untuk belajar administrasi pemerintahan dan tata negara.



Syaikh Aaq Syamsudin adalah seorang ulama yang sangat termasyur pada zamannya, yang nasab keturunan ulama ini bersambung dengan khalifah Abu Bakar AshSiddiq. Beliau adalah ulama tasawuf berasal dari negeri Syam.

Nama lengkap beliau Muhammad bin Hamzah al Dimasyqi al Rumi, dilahirkan dikota Damaskus, Syria, pada 792H/1389 M dan meninggal pada tahun 863 H/1459 M.

Syaikh Aaq Syamsudin senantiasa mendampingi Muhammad dalam penaklukan ini. Muhammad Al-Fatih sempat nyaris putus asa ketika dengan berbagai cara Konstantinopel sulit ditaklukkan.

Pengepungan benteng konstantinopel memakan waktu 54 hari. Banyak korban dari tentara Utsmani yang meninggal dunia. Para pejabat militer juga hampir putus asa.

Pasukan Byzantum sempat meraih kemenangan sementara. Penduduk Byzantium pun bersuka cita dengan kedatangan empat kapal perang yang dikirimkan Paus kepada mereka. Semangat perang mereka meningkat. Ketika itu, para pemimpin pasukan dan menteri Utsmani mengadakan pertemuan.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1254 seconds (0.1#10.140)