Keridaan Allah Taala Adalah Tingkat Kebahagiaan Tertinggi, Begini Penjelasannya
loading...
A
A
A
Cendekiawan Islam, Prof Dr Nurcholish Madjid, MA (1939-2005) atau populer dipanggil Cak Nur mengatakan keridaan Allah adalah ganjaran kebahagiaan yang tertinggi dan paling agung kepada kaum beriman dan bertakwa. Dan keridaan, kerelaan, yakni perkenan Allah itu tidak terpisah dari rahmat atau kasih Allah kepada manusia.
Kebahagiaan tertinggi adalah pengalaman hidup karena adanya rahmat dan keridlaan Allah. Seperti ditafsirkan banyak ahli pikir Islam, sebagai puncak pengalaman kebahagiaan, keridaan Allah membuat segala kenikmatan yang lain menjadi tidak atau kurang berarti.
"Rahmat dan keridlaan Allah itulah yang dijanjikan kepada orang-orang beriman dan berjuang di jalan-Nya, seperti difirmankan," jelas Cak Nur dalam buku berjudul "Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah" saat membahas konsep kebahagiaan dan kesengsaraan.
Allah SWT berfirman:
اَلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَهَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ بِاَمْوَالِهِمْ وَاَنْفُسِهِمْۙ اَعْظَمُ دَرَجَةً عِنْدَ اللّٰهِ ۗوَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْفَاۤىِٕزُوْنَ
يُبَشِّرُهُمْ رَبُّهُمْ بِرَحْمَةٍ مِّنْهُ وَرِضْوَانٍ وَّجَنّٰتٍ لَّهُمْ فِيْهَا نَعِيْمٌ مُّقِيْمٌۙ
Mereka yang beriman, berhijrah, dan berjihad dijalan Allah dengan harta dan jiwa mereka adalah lebih agung derajatnya di sisi Allah. Mereka itulah orang-orang yang berbahagia. Tuhan mereka menjanjikan kabar gembira kepada mereka, dengan rahmat dan keridlaan-Nya dari Dia, serta surga-surga yang di sana mereka peroleh kenikmatan yang mapan. ( QS Al-Taubah/9 :20-21)
Menurut Cak Nur, lebih menarik lagi adanya keterangan bahwa keridaan itu sesungguhnya suatu nilai yang timbal balik antara Allah dan seorang hamba-Nya.
"Sesungguhnya hal ini adalah sangat masuk akal belaka, karena dengan sendirinya Allah akan rela kepada seorang hamba, jika hamba itu rela kepada-Nya," ujar Cak Nur.
Menurutnya, dan kerelaan seorang hamba kepada Khaliqnya tak lain adalah salah satu wujud nilai kepasrahan (Islam) hamba itu kepada-Nya. "Inilah gambaran tentang situasi mereka yang telah mencapai tingkat amat tinggi dalam iman dan takwa, seperti gambaran mengenai mereka itu dari masa lalu," jelasnya.
Allah SWT berfirman:
وَالسّٰبِقُوْنَ الْاَوَّلُوْنَ مِنَ الْمُهٰجِرِيْنَ وَالْاَنْصَارِ وَالَّذِيْنَ اتَّبَعُوْهُمْ بِاِحْسَانٍۙ رَّضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُ وَاَعَدَّ لَهُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ تَحْتَهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَآ اَبَدًا ۗذٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ
Dan mereka, para pelopor pertama, yang terdiri dari para Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan baik, Allah rela kepada mereka, dan mereka pun rela kepada-Nya. Dan Dia menyediakan untuk mereka surga-surga yang sungai-sungai mengalir di bawahnya, dan mereka kekal di sana selama-lamanya. Itulah kebahagiaan yang agung. ( QS al-Taubah/9 :100)
Juga seperti lukisan tentang jiwa yang mengalami ketenangan sejati (muthma'innah), yang dipersilakan dengan penuh kasih sayang kembali kepada Tuhannya dalam keadaan saling merelakan antara Tuhan dan hamba-Nya, kemudian dipersilakan pula agar masuk ke dalam kelompok para hamba Tuhan, dan akhirnya dipersilakan masuk ke surga, lingkungan kebahagiaan.
Allah SWT berfirman:
يٰۤاَيَّتُهَا النَّفۡسُ الۡمُطۡمَٮِٕنَّةُ
ارۡجِعِىۡۤ اِلٰى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرۡضِيَّةً
فَادۡخُلِىۡ فِىۡ عِبٰدِىۙ
وَادۡخُلِىۡ جَنَّتِى
Wahai jiwa yang tenang-tenteram, kembalilah engkau kepada Tuhanmu, merelakan dan direlakan, kemudian masuklah engkau ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah engkau ke dalam surga-Ku. ( QS al-Fajr/89 :27-30)
Cak Nur mengatakan keridaan Allah itulah tingkat kebahagiaan tertinggi. Maka kaum sufi senantiasa menyatakan, "Oh Tuhanku, Engkaulah tujuanku, dan keridlaan Engkaulah tuntutanku."
Bagi kaum sufi, kebahagiaan yang lain tak sebanding dengan keridaan Allah sampai-sampai, seperti didendangkan Rabi'ah al-'Adawiyah , "masuk neraka" pun mereka bersedia, karena mereka rela kepada Allah dan mengharapkan kerelaan-Nya.
Kebahagiaan tertinggi adalah pengalaman hidup karena adanya rahmat dan keridlaan Allah. Seperti ditafsirkan banyak ahli pikir Islam, sebagai puncak pengalaman kebahagiaan, keridaan Allah membuat segala kenikmatan yang lain menjadi tidak atau kurang berarti.
"Rahmat dan keridlaan Allah itulah yang dijanjikan kepada orang-orang beriman dan berjuang di jalan-Nya, seperti difirmankan," jelas Cak Nur dalam buku berjudul "Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah" saat membahas konsep kebahagiaan dan kesengsaraan.
Allah SWT berfirman:
اَلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَهَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ بِاَمْوَالِهِمْ وَاَنْفُسِهِمْۙ اَعْظَمُ دَرَجَةً عِنْدَ اللّٰهِ ۗوَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْفَاۤىِٕزُوْنَ
يُبَشِّرُهُمْ رَبُّهُمْ بِرَحْمَةٍ مِّنْهُ وَرِضْوَانٍ وَّجَنّٰتٍ لَّهُمْ فِيْهَا نَعِيْمٌ مُّقِيْمٌۙ
Mereka yang beriman, berhijrah, dan berjihad dijalan Allah dengan harta dan jiwa mereka adalah lebih agung derajatnya di sisi Allah. Mereka itulah orang-orang yang berbahagia. Tuhan mereka menjanjikan kabar gembira kepada mereka, dengan rahmat dan keridlaan-Nya dari Dia, serta surga-surga yang di sana mereka peroleh kenikmatan yang mapan. ( QS Al-Taubah/9 :20-21)
Menurut Cak Nur, lebih menarik lagi adanya keterangan bahwa keridaan itu sesungguhnya suatu nilai yang timbal balik antara Allah dan seorang hamba-Nya.
"Sesungguhnya hal ini adalah sangat masuk akal belaka, karena dengan sendirinya Allah akan rela kepada seorang hamba, jika hamba itu rela kepada-Nya," ujar Cak Nur.
Menurutnya, dan kerelaan seorang hamba kepada Khaliqnya tak lain adalah salah satu wujud nilai kepasrahan (Islam) hamba itu kepada-Nya. "Inilah gambaran tentang situasi mereka yang telah mencapai tingkat amat tinggi dalam iman dan takwa, seperti gambaran mengenai mereka itu dari masa lalu," jelasnya.
Allah SWT berfirman:
وَالسّٰبِقُوْنَ الْاَوَّلُوْنَ مِنَ الْمُهٰجِرِيْنَ وَالْاَنْصَارِ وَالَّذِيْنَ اتَّبَعُوْهُمْ بِاِحْسَانٍۙ رَّضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُ وَاَعَدَّ لَهُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ تَحْتَهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَآ اَبَدًا ۗذٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ
Dan mereka, para pelopor pertama, yang terdiri dari para Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan baik, Allah rela kepada mereka, dan mereka pun rela kepada-Nya. Dan Dia menyediakan untuk mereka surga-surga yang sungai-sungai mengalir di bawahnya, dan mereka kekal di sana selama-lamanya. Itulah kebahagiaan yang agung. ( QS al-Taubah/9 :100)
Juga seperti lukisan tentang jiwa yang mengalami ketenangan sejati (muthma'innah), yang dipersilakan dengan penuh kasih sayang kembali kepada Tuhannya dalam keadaan saling merelakan antara Tuhan dan hamba-Nya, kemudian dipersilakan pula agar masuk ke dalam kelompok para hamba Tuhan, dan akhirnya dipersilakan masuk ke surga, lingkungan kebahagiaan.
Allah SWT berfirman:
يٰۤاَيَّتُهَا النَّفۡسُ الۡمُطۡمَٮِٕنَّةُ
ارۡجِعِىۡۤ اِلٰى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرۡضِيَّةً
فَادۡخُلِىۡ فِىۡ عِبٰدِىۙ
وَادۡخُلِىۡ جَنَّتِى
Wahai jiwa yang tenang-tenteram, kembalilah engkau kepada Tuhanmu, merelakan dan direlakan, kemudian masuklah engkau ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah engkau ke dalam surga-Ku. ( QS al-Fajr/89 :27-30)
Cak Nur mengatakan keridaan Allah itulah tingkat kebahagiaan tertinggi. Maka kaum sufi senantiasa menyatakan, "Oh Tuhanku, Engkaulah tujuanku, dan keridlaan Engkaulah tuntutanku."
Bagi kaum sufi, kebahagiaan yang lain tak sebanding dengan keridaan Allah sampai-sampai, seperti didendangkan Rabi'ah al-'Adawiyah , "masuk neraka" pun mereka bersedia, karena mereka rela kepada Allah dan mengharapkan kerelaan-Nya.
(mhy)