Menilik Fenomena Childfree dalam Sudut Pandang Islam, Benarkah Dilarang?
loading...
A
A
A
Childfree adalah sebuah istilah dimana seseorang memilih untuk tidak punya anak (keturunan) setelah menikah. Fenomena Childfree ini ramai dibincangkan masyarakat menyusul pernyataan seorang influencer bahwa Chlidfree bikin awet muda.
Menurut Jalaluddin dalam "Paham Childfree Menurut Hukum Islam", Childfree adalah pemikiran dan gerakan yang mengatakan bahwa menikah tidak harus mempunyai anak. Memiliki anak atau tidak adalah hak pasangan tersebut.
Prinsip menolak berketurunan oleh pasangan menikah ini telah menuai pro kontra di tengah masyarakat. Dalam sudut pandang Islam sebenarnya tidak ada istilah Childfree. Bahkan prinsip ini bertolak belakang dengan syariat Islam maupun Sunnah Nabi.
Praktik Childfree ini bertentangan dengan konsep tanasul, yakni dengan memutus keturunan secara permanen. Khawatir akan kemiskinan jika mempunyai anak, lebih memilih Childfree daripada melahirkan anak yang saleh dan saleha.
Dalam Al-Qur'an, Allah menjelaskan tentang tujuan pernikahan :
Artinya: "Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir." (QS Ar-Rum ayat 21)
Dalam Hadis Nabi juga diterangkan bahwa muslim yang baik adalah muslim yang memiliki banyak anak (keturunan).
عن معقل بن يسار، قال: جاء رجل إلى النبي صلى الله عليه وسلم، فقال: إني أصبت امرأة ذات حسب وجمال، وإنها لا تلد، أفأتزوجها، قال: «لا» ثم أتاه الثانية فنهاه، ثم أتاه الثالثة، فقال: «تزوجوا الودود الولود فإنيمكاثر بكم الأمم»
Artinya: "Dari Ma'qil bin Yasar berkata: Seseorang telah mendatangi Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam seraya berkata: "Wahai Rasulullah, saya mengenal seorang wanita yang mempunyai kedudukan dan cantik namun dia mandul, apakah saya boleh menikahinya? Maka beliau melarangnya, kemudian dia mendatangi beliau untuk yang kedua kali. Beliau pun melarangnya lagi, kemudian dia mendatangi beliau lagi, maka beliau pun tetap melarangnya. Akhirnya Rasulullah ﷺ bersabda: "Menikahlah kalian dengan wanita yang penyayang dan subur, karena saya bangga dengan jumlah kalian yang banyak." (HR Abu Dawud)
Menurut Syaikh Wahbah al-Zuhailly dalam Al-Fiqh Al-Islamiy wa Adillatuhu, hikmah disyariatkannya pernikahan adalah untuk menjaga diri seseorang dan pasangannya dari hal-hal yang menjerumuskan kepada keharaman. Kemudian, menjaga entitas manusia dari kepunahan, melanggengkan keturunan dan menjaga nasab. Pembentukan keluarga di mana suami istri saling tolong menolong antarindividu untuk menanggung beban hidup bersama, keakraban dan menguatkan ikatan keluarga.
Adapun menikah dengan mengharapkan keturunan, jumhur ulama sepakat bahwa hal itu merupakan sunnah. Akan tetapi mereka berbeda pendapat tentang menikah hanya bertujuan untuk istimta'. Karena mayoritas ulama Syafi'iyyah menetapkan bahwa hukum asal menikah adalah mubah. Karena itu jika seseorang menikah hanya untuk bersenang-senang dengan perempuan dan kenikmatan belaka maka hukumnya mubah. Akan tetapi jika menikah dengan niat untuk menghasilkan keturunan dengannya, maka disunahkan." (Al-Jazairi, Al-Fiqh 'ala Al-Mazahib al-Arba’ah)
Larangan Memutus Keturunan
Jalaluddin menjelaskan bahwa Islam melarang perbuatan pengebirian karena tidak sesuai dengan prinsip Islam untuk memperbanyak keturunan. Pada masa Rasulullah ﷺ, banyaknya populasi muslim amat diperlukan untuk jihad melawan musuh-musuhnya.
Disebutkan dalam sebuah Hadis dari Ibnu Mas'ud ia berkata: "Kami pernah berperang bersama-sama dengan Nabi ﷺ, saat itu kami tidak mempunyai istri, maka kami pun berkata, "Wahai Rasulullah, apakah kami harus mengebiri?" Namun, beliau melarang kami untuk melakukannya."
Dari Saa'd bin Abi Waqqash ia berkata: Rasulullah SAW pernah melarang Utsman bin Mazh'un untuk membujang selamanya. Andaikan beliau mengizinkannya, tentulah kami sudah mengebiri diri kami sendiri." (HR Muslim dan Tirmidzi)
Jumlah anak yang sedikit tetapi berkualitas lebih utama jika tidak mempunyai anak sama sekali. Hal ini tentunya masih mengikuti sunnah Rasulullah ﷺ dalam hal pernikahan dan memiliki keturunan yang baik. Lain halnya jika seseorang tidak memiliki keturunan karena alasan kesehatan, hal tersebut merupakan rukhsah dari syariat. Karena anak adalah amanah pemberian dari Allah Ta'ala.
Demikian ulasan singkat tentang fenomena Childfree dalam sudut pandang Islam. Semoga bermanfaat.
Menurut Jalaluddin dalam "Paham Childfree Menurut Hukum Islam", Childfree adalah pemikiran dan gerakan yang mengatakan bahwa menikah tidak harus mempunyai anak. Memiliki anak atau tidak adalah hak pasangan tersebut.
Prinsip menolak berketurunan oleh pasangan menikah ini telah menuai pro kontra di tengah masyarakat. Dalam sudut pandang Islam sebenarnya tidak ada istilah Childfree. Bahkan prinsip ini bertolak belakang dengan syariat Islam maupun Sunnah Nabi.
Praktik Childfree ini bertentangan dengan konsep tanasul, yakni dengan memutus keturunan secara permanen. Khawatir akan kemiskinan jika mempunyai anak, lebih memilih Childfree daripada melahirkan anak yang saleh dan saleha.
Dalam Al-Qur'an, Allah menjelaskan tentang tujuan pernikahan :
وَمِنۡ اٰيٰتِهٖۤ اَنۡ خَلَقَ لَكُمۡ مِّنۡ اَنۡفُسِكُمۡ اَزۡوَاجًا لِّتَسۡكُنُوۡۤا اِلَيۡهَا وَجَعَلَ بَيۡنَكُمۡ مَّوَدَّةً وَّرَحۡمَةً ؕ اِنَّ فِىۡ ذٰ لِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوۡمٍ يَّتَفَكَّرُوۡنَ
Artinya: "Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir." (QS Ar-Rum ayat 21)
Dalam Hadis Nabi juga diterangkan bahwa muslim yang baik adalah muslim yang memiliki banyak anak (keturunan).
عن معقل بن يسار، قال: جاء رجل إلى النبي صلى الله عليه وسلم، فقال: إني أصبت امرأة ذات حسب وجمال، وإنها لا تلد، أفأتزوجها، قال: «لا» ثم أتاه الثانية فنهاه، ثم أتاه الثالثة، فقال: «تزوجوا الودود الولود فإنيمكاثر بكم الأمم»
Artinya: "Dari Ma'qil bin Yasar berkata: Seseorang telah mendatangi Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam seraya berkata: "Wahai Rasulullah, saya mengenal seorang wanita yang mempunyai kedudukan dan cantik namun dia mandul, apakah saya boleh menikahinya? Maka beliau melarangnya, kemudian dia mendatangi beliau untuk yang kedua kali. Beliau pun melarangnya lagi, kemudian dia mendatangi beliau lagi, maka beliau pun tetap melarangnya. Akhirnya Rasulullah ﷺ bersabda: "Menikahlah kalian dengan wanita yang penyayang dan subur, karena saya bangga dengan jumlah kalian yang banyak." (HR Abu Dawud)
Menurut Syaikh Wahbah al-Zuhailly dalam Al-Fiqh Al-Islamiy wa Adillatuhu, hikmah disyariatkannya pernikahan adalah untuk menjaga diri seseorang dan pasangannya dari hal-hal yang menjerumuskan kepada keharaman. Kemudian, menjaga entitas manusia dari kepunahan, melanggengkan keturunan dan menjaga nasab. Pembentukan keluarga di mana suami istri saling tolong menolong antarindividu untuk menanggung beban hidup bersama, keakraban dan menguatkan ikatan keluarga.
Adapun menikah dengan mengharapkan keturunan, jumhur ulama sepakat bahwa hal itu merupakan sunnah. Akan tetapi mereka berbeda pendapat tentang menikah hanya bertujuan untuk istimta'. Karena mayoritas ulama Syafi'iyyah menetapkan bahwa hukum asal menikah adalah mubah. Karena itu jika seseorang menikah hanya untuk bersenang-senang dengan perempuan dan kenikmatan belaka maka hukumnya mubah. Akan tetapi jika menikah dengan niat untuk menghasilkan keturunan dengannya, maka disunahkan." (Al-Jazairi, Al-Fiqh 'ala Al-Mazahib al-Arba’ah)
Larangan Memutus Keturunan
Jalaluddin menjelaskan bahwa Islam melarang perbuatan pengebirian karena tidak sesuai dengan prinsip Islam untuk memperbanyak keturunan. Pada masa Rasulullah ﷺ, banyaknya populasi muslim amat diperlukan untuk jihad melawan musuh-musuhnya.
Disebutkan dalam sebuah Hadis dari Ibnu Mas'ud ia berkata: "Kami pernah berperang bersama-sama dengan Nabi ﷺ, saat itu kami tidak mempunyai istri, maka kami pun berkata, "Wahai Rasulullah, apakah kami harus mengebiri?" Namun, beliau melarang kami untuk melakukannya."
Dari Saa'd bin Abi Waqqash ia berkata: Rasulullah SAW pernah melarang Utsman bin Mazh'un untuk membujang selamanya. Andaikan beliau mengizinkannya, tentulah kami sudah mengebiri diri kami sendiri." (HR Muslim dan Tirmidzi)
Jumlah anak yang sedikit tetapi berkualitas lebih utama jika tidak mempunyai anak sama sekali. Hal ini tentunya masih mengikuti sunnah Rasulullah ﷺ dalam hal pernikahan dan memiliki keturunan yang baik. Lain halnya jika seseorang tidak memiliki keturunan karena alasan kesehatan, hal tersebut merupakan rukhsah dari syariat. Karena anak adalah amanah pemberian dari Allah Ta'ala.
Demikian ulasan singkat tentang fenomena Childfree dalam sudut pandang Islam. Semoga bermanfaat.
(rhs)