4 Dalih Ingkar Hadis dan Jawaban Al-Sibai

Rabu, 22 Februari 2023 - 16:06 WIB
loading...
4 Dalih Ingkar Hadis dan Jawaban Al-Sibai
Allah telah menegaskan Tidak ada satu perkarapun yang Kami abaikan dalam Kitab Suci (QS Al-Anam 6:38). Foto/Ilustrasi: Dok. SINDOnews
A A A
Di kalangan umat Islam masih ada kelompok-kelompok yang sangat meragukan otentisitas dan otoritas kumpulan hadis . Mereka sebenarnya tidak mengingkari sunnah, karena ingkar pada sunnah Nabi adalah mustahil bagi seorang muslim. Tetapi mereka ini dapat disebut sebagai golongan "Ingkar Hadis" (sebutlah "Inkar al-Hadits").

Dr Mushthafa al-Siba'i dalam "Al-A'ashir fi wajh al-Sunnah Hadits-an" mengatakan golongan Ingkar Hadits itu terdapat di mana-mana dalam dunia Islam, dari dahulu sampai sekarang.

Sangat menarik jalan pikiran seorang tokoh yang ingkar hadits itu di zaman modern, yang disebutkan oleh al-Siba'i sebagai contoh, dan yang dinilainya banyak membuka pintu bagi orang lain sesudahnya untuk juga bersikap ingkar pada hadis. Tanpa menyebut namanya secara jelas, al-Siba'i mengutip tokoh itu yang pandangannya pernah dimuat oleh majalah al-Manar pimpinan Sayyid Muhammad Rashyid Ridla .



Tokoh itu sendiri, menurut Mushthafa al-Siba'i, adalah seorang muslim yang bergairah, yang telah tampil membela Islam dengan cara yang mengagumkan. Tapi pandangannya yang menolak otoritas hadis telah menimbulkan heboh di kalangan para ulama al-Azhar.

Secara ringkas, menurut al-Siba'i, pandangan mereka yang menolak hadis ialah bahwa Islam hanyalah al-Qur'an saja, dan bahwa Kitab Suci merupakan satu-satunya sumber penetapan syari'ah disebabkan kepastian otentisitasnya.

Sedangkan sunnah (yang dimaksud tentunya hadis) mengandung keraguan dalam keabsahannya sebagai sumber argumen (hujjah) karena terjadi penambahan-penambahan padanya, dan karena adanya banyak kontradiksi dalam sebagian cukup besar nash-nash-nya. Mereka mendasarkan pandangan itu pada hal-hal berikut:

1. Allah telah menegaskan "Tidak ada satu perkarapun yang Kami abaikan dalam Kitab Suci (QS Al-An'am 6:38). Ini menjelaskan bahwa Kitab Suci telah mencakup seluruh prinsip penetapan syari'ah, sehingga tidak lagi ada peran bagi sunnah (hadits) untuk menatapkan hukum dan membuat syari'ah.



2. Allah menjamin pemeliharaan al-Qur'an dari kesalahan, sebagaimana difirmankan, "Sesungguhnya Kami benar-benar telah menurunkan pelajaran, dan sesungguhnyalah Kami yang memelihara-Nya" (QS al-Hijr 15:9).

Tuhan tidak menjamin pemeliharaan sunnah (hadits), sehingga masuk ke dalamnya penambahan dan pemalsuan. Kalau seandainya hadis termasuk sumber penetapan syari'ah, tentulah Tuhan memeliharanya untuk kepentingan para hamba-Nya dari kemungkinan penyelewengan dan perubahan sebagaimana Dia telah memelihara Kitab Suci-Nya.

3. Sunnah (hadis) belum dibukukan di zaman Nabi SAW, bahkan secara otentik diceritakan bahwa beliau melarang membukukannya. Hadis juga belum dibukukan di zaman al-Khulafa al-Rasyidun, dan kebanyakan tokoh besar para sahabat Nabi serta para Tabi'un seperti 'Umar, Abu Bakr, 'Alqamah, 'Ubaydah, al-Qasim Ibn Muhammad, al-Sya'bi, al-Nakha'i, dll., menunjukkan sikap tidak suka pada usaha membukukannya.

Pembukuan hadis baru dimulai pada akhir abad pertama, dan selesai pengumpulan dan koreksinya pada pertengahan abad ketiga. Ini adalah jangka waktu yang cukup panjang untuk menimbulkan keraguan tentang keabsahan teks-teks hadis, dan hal itu dengan sendirinya menempatkan sunnah pada tingkat dugaan (martabat al-dhann) belaka, sedangkan dugaan tidak dapat menghasilkan hukum syar'i, karena Allah berfirman, "Sesungguhnya dugaan tidak sedikit pun menghasilkan kebenaran" (QS al-Najm 52:28).

4. Terdapat penuturan dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda "Sesungguhnya hadis akan memancarkan dari diriku. Apapun yang sampai kepadamu sekalian dan bersesuaian dengan al-Quran, ia berasal dari diriku; dan apapun yang sampai kepadamu dan menyalahi al-Qur'an, ia tidak berasal dariku."



Dr Musthafa al-Siba'i, seorang pembela paham Sunni yang tegar, dengan tandas menolak argumen-argumen itu. Dia menyatakan:

1. Memang benar Kitab Suci memuat segala sesuatu, tapi hanya dalam garis besar saja.

2. Yang disebut bakal dijamin terpelihara dari usaha pengubahan tidak hanya pada al-Qur'an tapi juga meliputi sunnah, dalam hal ini hadits. Sunnah dan hadits tetap terpelihara, melalui sistem hafalan kaum muslim Arab yang memang terkenal memiliki kemampuan menghafal yang amat kuat (sebagai akibat pengembangan bahasa Arab yang amat tinggi namun tidak banyak bersandar pada penggunaan tulisan).

3. Pencegahan Nabi dan para pembesar sahabat dan Tabi'un dari usaha membukukan hadits terjadi karena kekuatiran akan tercampur dengan teks-teks al-Qur'an yang saat itu kodifikasi resminya belum mapan di kalangan umat, disebabkan sedikitnya mereka yang ahli baca-tulis.

Pencegahan itu hanya menyangkut usaha pembukuan resmi. Sedangkan yang tidak resmi dan sebagai catatan pribadi, beberapa sahabat telah melakukannya.

4. Keabsahan hadis yang menjadi landasan argumen keempat di atas diragukan oleh para ahli. Dan jika benar pun, maknanya adalah sangat wajar, yaitu bahwa kita harus menerima hadits hanya yang sejalan dengan al-Qur'an. Justru para ulama semuanya sepakat bahwa,

Hadis yang sahih, meskipun menetapkan ajaran secara tersendiri, tidak ada yang bertentangan dengan al-Qur'an.

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3638 seconds (0.1#10.140)