Ketika Sultan Muhammad Al-Fatih Ubah Daratan Menjadi Lautan
loading...
A
A
A
SULTAN Muhammad Al-Fatih terkenal tegas dan disiplin. Ia tidak bisa menerima kekalahan. Dalam sebuah peristiwa pertemuran di laut , pada saat ingin menaklukkan Konstantinopel , armada laut Utsmaniyah terdesak dan kalah. Sang Penakluk pun memecat komandan Balta Oghlmi.
Peristiwa ini terjadi dua hari setelah pertempuran di Teluk Tanduk Emas. Kala itu, pertempuran berkecamuk antara armada laut Utsmani melawan sebagian kapal Eropa yang berusaha mendarat di Teluk Armada Islam . Pertempuran sengit ini untuk mencegah kapal-kapal Eropa memasuki wilayah Teluk.
Sultan Muhammad Fatih mengawasi jalannya pertempuran dari pantai . Dia menulis surat kepada pimpinan armada, “Hanya ada dua pilihan untukmu, menguasai kapal-kapal itu atau menenggelamkannya. Jika tidak, maka janganlah kamu kembali pada kami dalam keadaan hidup.”
Buku-buku sejarah menyebutkan bahwa Sultan Muhammad Al-Fatih mengawasi jalannya pertempuran dengan menunggang kuda. Dia masuk ke laut bersama kudanya, hingga air laut itu mencapai sebatas dada kuda. Sedangkan kedua pasukan laut yang bertempur, hanya berjarak sekitar satu lemparan batu.
Saat itu dia berteriak kepada Balta Oghlmi, Panglima Armada Laut: “Wahai kapten! Wahai kapten!" Dla mengibas-ngibaskan tangannya. Maka pasukan Utsmani meningkatkan serangannya dan sama sekali tidak terpengaruh dengan serangan bertubi-tubi kapal-kapal Eropa.
Namun kapai-kapal Eropa berhasil sampai ke Teluk dan kapal-kapal Utsmani tidak mampu menghadangnya. Prof Dr Ali Muhammad Ash-Shalabi dalam Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah menyebut Sultan marah besar terhadap panglima armada pasukan laut atas kekalahan ini.
Sultan memanggil Balta Oghlmi ke pusat komando. Di sana Sultan menampakkan kemarahan besar dan menuduh Balta sebagai seorang pengecut. Balta sangat terpukul dengan tuduhan itu.
“Sesungguhnya saya telah berhadapan dengan kematian dengan jiwa yang kokoh, namun saya akan merasa sakit jika saya mati dan saya dituduh dengan tuduhan seperti ini. Saya dan pasukan saya telah bertempur dengan segala kemampuan yang kami miliki dan dengan segala kekuatan dan tipu muslihat!” ujarnya.
Kemudian Balta mengangkat sorban yang menutupi matanya yang terluka. Maka Sultan pun tahu kondisi yang sebenarnya dari sang komandan. Ternyata, dia mendapatkan luka di sekitar matanya.
Ahirnya, Sultan membiarkan Balta berlalu, dan tidak memberi hukuman apapun, selain pencopotan dari kedudukannya selaku komandan armada laut. Sebagai gantinya, Sultan mengangkat Hamzah Pasya.
Kekalahan armada laut memberi kesempatan kepada seorang penasehat Sultan, khususnya Perdana Menteri yang bernama Khalil Pasya, mendapat alasan untuk membujuk Sultan agar mengubah impiannya untuk menguasai Konstantinopel dan membuat perundingan damai dengan penduduknya, tanpa harus menguasai kota itu.
Dengan kondisi demikian, kata Khalil Pasya, sudah saatnya Sultan meninggalkan pengepungan ini. Namun Sultan tidak mau mendengar bisikan was-was yang ditiupkan oleh Khalil Pasya itu.
Sultan selalu terinspirasi oleh hadis Nabi yang mengatakan, bahwa kelak yang berhasil menaklukkan Kota Konstantinopel adalah sebaik-baik komandan, dan pasukannya adalah sebaik-baik pasukan. Sambil tersenyum sinis, Sultan mencampakkan bisikan syaitan yang ditiupkan oleh Khalil Pasya.
Ketika Perdana Menteri Khalil Pasya sangat bernafsu mempengaruhi Sultan, agar segera menghentikan pengepungan Konstantinopel, justru saat itu Sultan sedang berpikir keras untuk memindahkan kapal-kapal pasukan Utsmani ke Teluk Tanduk Emas, secara aman dan efektif, tanpa harus melalui peperangan laut.
Singkat kata, semua omongan Khalil Pasya tidak dipedulikan sama sekali. (Baca juga: Sejarah Hagia Sophia, antara Katedral Kristen Ortodoks dan Masjid )
Dia melihat pagar-pagar pembatas yang ada di Tanduk Emas tidak terlalu kokoh. Dengan demikian, pasukan Byzantium harus menarik diri dari tempat pertahanan sisi barat kota. Kalau pasukan itu terpecah, akan ada peluang lebih besar untuk menyerang pagar pembatas setelah berkurangnya pasukan pelindung.
Peristiwa ini terjadi dua hari setelah pertempuran di Teluk Tanduk Emas. Kala itu, pertempuran berkecamuk antara armada laut Utsmani melawan sebagian kapal Eropa yang berusaha mendarat di Teluk Armada Islam . Pertempuran sengit ini untuk mencegah kapal-kapal Eropa memasuki wilayah Teluk.
Sultan Muhammad Fatih mengawasi jalannya pertempuran dari pantai . Dia menulis surat kepada pimpinan armada, “Hanya ada dua pilihan untukmu, menguasai kapal-kapal itu atau menenggelamkannya. Jika tidak, maka janganlah kamu kembali pada kami dalam keadaan hidup.”
Buku-buku sejarah menyebutkan bahwa Sultan Muhammad Al-Fatih mengawasi jalannya pertempuran dengan menunggang kuda. Dia masuk ke laut bersama kudanya, hingga air laut itu mencapai sebatas dada kuda. Sedangkan kedua pasukan laut yang bertempur, hanya berjarak sekitar satu lemparan batu.
Saat itu dia berteriak kepada Balta Oghlmi, Panglima Armada Laut: “Wahai kapten! Wahai kapten!" Dla mengibas-ngibaskan tangannya. Maka pasukan Utsmani meningkatkan serangannya dan sama sekali tidak terpengaruh dengan serangan bertubi-tubi kapal-kapal Eropa.
Namun kapai-kapal Eropa berhasil sampai ke Teluk dan kapal-kapal Utsmani tidak mampu menghadangnya. Prof Dr Ali Muhammad Ash-Shalabi dalam Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah menyebut Sultan marah besar terhadap panglima armada pasukan laut atas kekalahan ini.
Sultan memanggil Balta Oghlmi ke pusat komando. Di sana Sultan menampakkan kemarahan besar dan menuduh Balta sebagai seorang pengecut. Balta sangat terpukul dengan tuduhan itu.
“Sesungguhnya saya telah berhadapan dengan kematian dengan jiwa yang kokoh, namun saya akan merasa sakit jika saya mati dan saya dituduh dengan tuduhan seperti ini. Saya dan pasukan saya telah bertempur dengan segala kemampuan yang kami miliki dan dengan segala kekuatan dan tipu muslihat!” ujarnya.
Kemudian Balta mengangkat sorban yang menutupi matanya yang terluka. Maka Sultan pun tahu kondisi yang sebenarnya dari sang komandan. Ternyata, dia mendapatkan luka di sekitar matanya.
Ahirnya, Sultan membiarkan Balta berlalu, dan tidak memberi hukuman apapun, selain pencopotan dari kedudukannya selaku komandan armada laut. Sebagai gantinya, Sultan mengangkat Hamzah Pasya.
Kekalahan armada laut memberi kesempatan kepada seorang penasehat Sultan, khususnya Perdana Menteri yang bernama Khalil Pasya, mendapat alasan untuk membujuk Sultan agar mengubah impiannya untuk menguasai Konstantinopel dan membuat perundingan damai dengan penduduknya, tanpa harus menguasai kota itu.
Dengan kondisi demikian, kata Khalil Pasya, sudah saatnya Sultan meninggalkan pengepungan ini. Namun Sultan tidak mau mendengar bisikan was-was yang ditiupkan oleh Khalil Pasya itu.
Sultan selalu terinspirasi oleh hadis Nabi yang mengatakan, bahwa kelak yang berhasil menaklukkan Kota Konstantinopel adalah sebaik-baik komandan, dan pasukannya adalah sebaik-baik pasukan. Sambil tersenyum sinis, Sultan mencampakkan bisikan syaitan yang ditiupkan oleh Khalil Pasya.
Ketika Perdana Menteri Khalil Pasya sangat bernafsu mempengaruhi Sultan, agar segera menghentikan pengepungan Konstantinopel, justru saat itu Sultan sedang berpikir keras untuk memindahkan kapal-kapal pasukan Utsmani ke Teluk Tanduk Emas, secara aman dan efektif, tanpa harus melalui peperangan laut.
Singkat kata, semua omongan Khalil Pasya tidak dipedulikan sama sekali. (Baca juga: Sejarah Hagia Sophia, antara Katedral Kristen Ortodoks dan Masjid )
Dia melihat pagar-pagar pembatas yang ada di Tanduk Emas tidak terlalu kokoh. Dengan demikian, pasukan Byzantium harus menarik diri dari tempat pertahanan sisi barat kota. Kalau pasukan itu terpecah, akan ada peluang lebih besar untuk menyerang pagar pembatas setelah berkurangnya pasukan pelindung.