Memaknai Keberkahan Ramadan (25): Puasa Mengajarkan Kesabaran

Kamis, 27 April 2023 - 23:54 WIB
loading...
Memaknai Keberkahan Ramadan (25): Puasa Mengajarkan Kesabaran
Imam Shamsi Ali memanjatkan doa usai menyampaikan khutbah salat Id. Foto/ist
A A A
Imam Shamsi Ali
Direktur Jamaica Muslim Center
Presiden Nusantara Foundation

Sabar itu adalah senjata paling ampuh dalam perjuangan melintasi lorong-lorong kehidupan yang sering kali penuh dengan duri yang tajam. Sabar seperti yang pernah kita sampaikan adalah satu dari dua sayap (selain syukur) kehidupan. Sabar merupakan modal terpenting bagi kesuksesan hidup seseorang.

Karenanya dalam Al-Qur'an, sabar digandengkan dengan sholat. Sebagaimana kita ketahui, sholat itu mengantar kepada kesuksesan "hayya alal falah" yang kemudian dikonfirmasi oleh ayat Al-Qur'an: "Beruntunglah orang-orang yang beriman. Yaitu mereka yang khusyu’ dalam shalatnya." (QS Al-Mikminun)

Dengan modal sabar, seseorang akan persisten (gigih) dan konsisten (istiqamah) dalam menjalani kehidupannya dengan segala ragam dinamikanya. Dia akan terus berjalan menggapai tujuannya, apapun keadaan yang ada di hadapannya. Konsistensi dan persistensi itu menjadi kekuatan yang tak terkalahkan. Realita yang kemudian diafirmasi oleh Al-Qur'an: "Wahai orang-orang yang beriman. Bersabarlah (ishbiruu) dan teruslah bersabar (wa shobiruu) dan salingnya menguatkan (wa raabithu). Semoga kalian sukses." (QS Ali Imran)

Realita ini dengan nilai sabar yang begitu besar sehingga Allah menjanjikan pahala sabar itu secara khusus. "Hanya saja pahala sabar itu diberikan tanpa ada perhitungan." (QS Az-Zumar). Artinya jika amalan lain itu ada kalkulasi pahalanya. Sabar justeru tidak ada batas kalkulasi (bighari hisaab).

Sabar itu mencakup seluruh aspek kehidupan. Secara sederhana dan populer dikenal dengan empat cakupan:

Pertama, sabar menjalankan perintah Allah dan Rasulullah SAW.
Kedua, sabar meninggalkan larangan Allah dan Rasul-Nya.
Ketiga, sabar menerima ujian musibah yang menimpa dalam hidup.
Keempat, sabar dalam mensyukuri nikmat-nikmat Allah SWT.

Dari empat aspek kesabaran itu, aspek keempat adalah aspek yang terberat. Banyak manusia yang mampu menjalani perintah Allah, meninggalkan larangan-Nya dan bersabar ketika diuji dengan sebuah cobaan yang dalam kalkulasinya tidak menyenangkan. Tapi ketika diuji dengan sesuatu yang menyenangkan dan baik-baik saja dia menjadi lupa dengan Dia yang mengarunianya kesenangan itu.

Ingat kisah sahabat Nabi yang miskin dan ahli ibadah. Lalu meminta didoakan untuk kaya. Dan benar dia menjadi kaya. Ternyata sahabat itu ambruk juga dengan ujian itu. Dari seseorang yang taat agama, rajin sholat, tiba-tiba menjadi ingkar dan tidak lagi peduli dengan agama karena kekayaan yang Allah karuniakan padanya.

Komunitas Muslim imigran di Amerika yang datang dari berbagai belahan dunia ketika di awal ketibaan mereka di negara ini baik-baik saja secara agama. Mereka masih sadar bahwa keberadaan mereka di US itu adalah karunia Allah. Amerika adalah bagian dari bumi Allah (ardhullah). Berada di Amerika disadari sebagai jalan kebaikan.

Para imigran itu awalnya menyadari keberadaannya sebagai jalan kebaikan dunia-akhirat. Lambat lain defenisi kebaikan itu menjadi sempit, terbatasi oleh kesempitan dunia (hasanah fid dunia) semata. Sebagian berubah. Mereka ingkar nikmat menjadi orang-orang yang seolah tidak ada tujuan lain dari hidup ini kecuali untuk kepentingan material (materialistik).

Di sinilah Ramadan hadir dengan keberkahan itu. Mengingatkan kembali manusia (orang-orang beriman yang bepuasa) bahwa duniawi ini adalah ujian. Bukan kepemilikan mutlak yang digarangsi dan harus dipergunakan sesuai kehendak Pemiliknya yang mutlak. Bahkan jika Pemiliknya memerintahkan untuk meninggalkan dan menanggalkannya, maka sang Mukmin tunduk dan patuh kepada sang Pemilik itu.

Semoga di bulan Ramadan ini kita mampu membangun kekuatan mentalitas untuk menghadapi berbagai tantangan dan cobaan hidup. Baik yang menurut kalkulasi kemanusiaan kita buruk dan tidak menyenangkan. Atau sebaliknya menurut kalkulasi kita baik dan menyenangkan. Karena memang ukuran baik dan buruknya sesuatu itu tidak terdefenisikan oleh ukuran atau kalkulasi kemanusiaan kita yang sangat terbatas. Tapi oleh ukuran ilmu dan qadar Allah SWT yang tiada terbatas.

(Bersambung)!

(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1342 seconds (0.1#10.140)