Di Balik Gempa Bumi dan Polemik Azab Allah Taala

Rabu, 10 Mei 2023 - 19:16 WIB
loading...
Di Balik Gempa Bumi dan Polemik Azab Allah Taala
Setiap terjadi gempa, muncul spekulasi di tengah masyarakat: apakah ini sebagai ujian, ataukah sabagai azab? Foto/Ilustrasi: Getty Images
A A A
Banten kembali diguncang gempa . Pada Rabu (10/5/2023) pukul 11.24 WIB, gempa yang menggoyang provinsi paling barat Jawa ini dengan magnitudo (M) 5,4 dipicu aktivitas sesar aktif. Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika ( BMKG ) menyebut gempa ini termasuk gempa bumi dangkal.

Lepas dari itu, gempa seakan menjadi langganan Banten. Pada tahun lalu, musibah serupa juga mengguncang bumi yang mayoritas dihuni penduduk muslim tersebut. Menurut catatan, sudah sejak dulu kala gempa mengakrabi Banten. Pada 1851, misalnya, Banten digoda gempa. Kala itu, 4 Mei 1851, gempa merusak teluk Betung dan Selat Sunda.

Setahun kemudian, 9 Januari 1852, juga terjadi gempa yang kuat diikuti dengan tsunami kecil. Pada 27 Agustus 1883, terjadi tsunami dahsyat yang menurut catatan mencapai 30 meter akibat erupsi Gunung Krakatau.

Selanjutnya, 23 Februari 1903, terjadi gempa dengan magnitudo 7,9 Skala Richter (SR) berpusat di Selat Sunda yang merusak wilayah Banten. Pada 26 Maret 1928, muncul tsunami kecil pasca gempa. Lalu, 22 April 1958 terjadi gempa dan tsunami laut.

Catatan terbaru menyebut pada 22 Des 2018 tsunami dari longsoran anak Gunung Krakatau mengganggu Banten. Pada 2 Agustus 2019, terjadi gempa magnitudo 7,4 SR di wilayah Banten dan berpotensi tsunami. Awal tahun lalu, gempa juga menyambangi Banten.



Setiap terjadi gempa, di Banten maupun di jagad lainnya, muncul spekulasi di tengah masyarakat: apakah ini sebagai ujian, ataukah sabagai azab ?

Pertanyaan semacam itu pantas adanya karena di dalam Al-Quran juga disebutkan tentang azab semacam itu. Gempa pertama yang dikisahkan dalam Al-Quran adalah gempa yang menimpa kaum Tsamud. Dalam Al-Quran surah Al-A’raf ayat 77-78, dikisahkan bahwa Kaum Tsamud telah durhaka kepada Allah dan utusan-Nya, yakni Nabi Shaleh as .

Gempa kedua yang dikisahkan dalam Al-Quran adalah yang menimpa Kaum Luth . Dikisahkan bahwa Kaum Luth (Kaum Sodom) sering kali berbuat maksiat dan mempratikkan penyimpangan seksual. Nabi Luth yang menasihati dan mengajak mereka kepada kebenaran pun diingkarinya. Lalu, turunlah azab Allah Swt kepada mereka, seperti yang disebutkan dalam Al-Quran surah Hud ayat 82.

Gempa yang ketiga dalam Al-Quran adalah gempa yang menimpa penduduk Madyan. Diceritakan bahwa penduduk Madyan telah durhaka kepada Allah SWT dan utusan-Nya, yakni Nabi Syuaib as .. Mereka menyembah pohon-pohon besar dan menganggapnya sebagai Tuhan. Selain itu, mereka juga gemar berbuat maksiat dan menolak ajaran Nabi Syu’aib.

Gempa keempat dalam Al-Quran adalah gempa yang menimpa Qarun, sepupu Nabi Musa as yang berasal dari Bani Israil. Bencana gempa bumi yang menimpa Qarun disebutkan dalam Al-Quran surah Al-Qasas ayat 81.



Bukan Monopoli Islam

Lebih jauh lagi, ajaran seperti itu bukan monopoli Islam. Seorang Rabi Yahudi Israel mengklaim bahwa gempa bumi yang melanda Israel, dan menyebabkan tewaskan puluhan ribu orang di Turki dan Suriah baru-baru ini disebabkan oleh kaum gay dan LGBTQ+.

Dalam khotbah mingguannya, mengutip bagian dari Talmud, Rabbi Amar mengaitkan terjadinya gempa bumi dengan meningkatnya pernikahan sesama jenis atau pernikahan gay di Israel, demikian dilaporkan Jerusalem Post.

"Bukan saya yang menafsirkan, itu bahasa Gemara," katanya, mengutip dari bagian Talmud: "Tuhan berkata Anda mengguncang orang-orang Anda untuk sesuatu yang bukan milik Anda."

Gempa yang melanda Turki dan Suriah menewaskan 51.000 orang. Di saat kedua negeri itu bersedih mengapung opini sejenis. Diskusi agama tentang penyebab dan akibat dari bencana gempa bumi di Turki dan Suriah telah mendominasi wacana Arab.

Abdullah Rushdi, memosting di halaman Facebook-nya bahwa bencana alam adalah bukti meningkatnya korupsi di antara mereka yang terkena dampak. Alumnus Al-Azhar Mesir itu mengatakan bahwa "logika pembalasan ilahi melampaui pemahaman manusia".

Tokoh oposan Mesir, Abu Ishaq al-Huwaini, juga melontarkan pandangan serupa. Ia bilang gempa itu merupakan peringatan bagi para penyintas untuk kembali ke "jalan Tuhan".

Dalam konteks yang sama, ulama Syiah Lebanon Sami Khadra dalam tweeted bahwa gempa itu adalah pengingat "kebesaran Tuhan", dan peringatan bagi orang beriman untuk berpaling dari apa yang dia gambarkan sebagai "jalan dosa dan kelalaian".

Khadra bilang "ateis dan kaum kiri" tidak akan memahami pandangannya itu.



Rahmat bagi Umat Islam

Pengkhotbah Mesir Mustafa Hosni memposting video di situs webnya mengutip hadis yang menegaskan bahwa bencana alam adalah siksaan sebelum Islam, tetapi Tuhan menjadikannya sebagai rahmat bagi umat Islam. "Para korban akan menempati posisi syahid," kata Hosni.

Terlepas dari interpretasinya yang berbeda secara fundamental, Mustafa Hosni memiliki banyak kesamaan dengan lulusan Al-Azhar Abdullah Rushdi – yaitu pendiriannya tentang logika retribusi ilahi.

Pengkhotbah Yordania Dr Iyad Al-Qunaibi mengatakan bahwa bencana menimpa semua orang di wilayah itu. Dia setuju dengan Hosni bahwa hal itu menaikkan derajat umat Islam yang terkena dampak, tetapi dia juga menambahkan bahwa itu adalah hukuman bagi orang kafir, seperti yang dijelaskan dalam sebuah video di halaman Facebook-nya.

Al-Qunaibi menambahkan bahwa orang-orang terpengaruh sesuai dengan tingkat kesalehan mereka, dan para korban Muslim adalah para martir.

Dalam menyikapi bencana tersebut, para tokoh agama merasa perlu melengkapi tafsir agamanya sendiri atas apa yang terjadi. Mereka yang menafsirkan gempa bumi sebagai tindakan pembalasan melihat bencana sebagai kesempatan untuk menarik pengikut dan menyerukan kembali ke ajaran agama mereka sendiri. Dalam hal ini, gempa tersebut merupakan akibat dari perbuatan tercela dan kegagalan dalam menjalankan ajaran agama.



Korban gempa digolongkan sebagai orang berdosa, orang-orang yang Tuhan pilih untuk dijadikan contoh. Ucapan seperti itu telah memicu reaksi populer, bahkan kebalikan dari apa yang diharapkan oleh para tokoh agama. Mereka dikecam karena kurangnya kemanusiaan, sementara diskusi tentang sifat keadilan ilahi telah meningkat sebagai hasilnya.

Hanya saja, dalam gerakan yang sedikit lebih kritis terhadap diri sendiri, doktor hukum Islam Muhammad Habash menulis di halaman Facebook-nya: "Betapa bodoh dan tidak manusiawinya kami ketika di antara kami tertimpa tsunami dan gempa mempraktikkan budaya menyalahkan; dan menyombongkan diri tentang Tuhan, balas dendam, murka Allah dan tipu muslihat Allah.”

Habash tidak hanya menjauhkan diri dari pemaparan tafsir agama yang mungkin mengutuk para korban gempa, tetapi ia juga bergeser ke arah memberikan kenyamanan beragama, sehingga meringankan mereka yang terkena dampak bencana. Sejak gempa, ia aktif terlibat dalam penyusunan peraturan agama untuk pengangkatan anak yang kehilangan orang tuanya akibat gempa.
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2673 seconds (0.1#10.140)