Syaikh Al-Qardhawi: Kaidah Penting dalam Ekonomi Islam adalah Kemandirian
loading...
A
A
A
Syaikh Yusuf al-Qardhawi mengatakan kaidah penting dalam ekonomi Islam adalah mewujudkan kemandirian ekonomi bagi umat. Artinya, umat Islam harus memiliki berbagai pengalaman, kemampuan, sarana dan peralatan yang menjadikan ia mampu untuk berproduksi guna memenuhi kebutuhannya, baik secara materi ataupun non-materi.
"Juga untuk memenuhi kekurangan mereka di bidang sipil maupun militer dengan melakukan sesuatu yang menurut fuqaha' disebut "Furudhul Kifaayah," ujar al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh" yang dalam edisi Indonesia menjadi "Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah" (Citra Islami Press, 1997.
Furudhul Kifaayah, menurut al-Qardhawi, meliputi segala ilmu pengetahuan, profesi, kerajinan atau ketrampilan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup manusia baik terhadap agama atau dunianya.
"Terhadap semua ini, maka wajib bagi mereka mempelajari dan mengajarkannya serta memperdalam (mengambil spesialisasi), sehingga umat Islam tidak lagi bergantung kepada umat lainnya dan tidak dikuasai oleh umat lain," ujarnya.
Tanpa kemandirian maka umat tidak akan memiliki 'izzah (harga diri), sebagaimana Allah telah menetapkan 'izzah itu untuk mereka dalam kitab-Nya: "Izzah (kekuatan) itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin ..." ( QS Al Munaafiqun : 8)
Menurut al-Qardhawi, tanpa mencukupi diri mereka, maka tidak akan pernah terwujud kemandirian dan kepemimpinan yang hakiki, sebagaimana disebutkan hal itu dalam Al Qur'an: "Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman." ( QS An-Nisa' : 141)
Tanpa memiliki kemandirian ekonomi, ummat Islam tidak akan bisa menjalankan fungsi Ustadziatul 'Alam (sokoguru dunia) dan menjadi saksi-saksi kebenaran atas ummat yang lainnya. Sebagaimana firman Allah SWT:
"Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (ummat Islam), ummat yang adil dan pilihan, agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu..." ( QS Al Baqarah : 143)
Al-Qardhawi menjelaskan tidak ada 'izzah bagi umat yang senjatanya buatan umat lain, di mana mereka berwenang penuh untuk menjual atau tidak menjual kepada kita, kapan saja, dengan persyaratan-persyaratan yang sepenuhnya mereka tetapkan.
"Tidak akan pernah ada kepemimpinan yang sebenarnya bagi sebuah umat yang selalu tergantung kepada keahlian umat lain yang asing baginya dalam masalah-masalah yang khusus, vital dan yang sangat rahasia," ujarnya.
Tidak pula kemandirian bagi umat yang tidak memiliki kekuatan pertanian di atas lahannya sendiri dan tidak memiliki obat untuk pasiennya serta tidak mampu untuk bangkit dengan industri berat, kecuali dengan mengimpor peralatan dan tenaga ahli dari ummat lainnya.
Alhasil, kata al-Qardhawi, tidak ada istilah Ustadziyatul Alam bagi umat yang tidak mampu untuk menyampaikan dakwahnya melalui kata-kata yang bisa dibaca, didengar atau dilihat kecuali harus dengan cara membeli semua itu dari orang lain yang memiliki kemampuan tentang hal itu, karena dia sendiri belum bisa membuat percetakan, stasiun televisi dan pemancar radio atau jaringan satelit.
"Juga untuk memenuhi kekurangan mereka di bidang sipil maupun militer dengan melakukan sesuatu yang menurut fuqaha' disebut "Furudhul Kifaayah," ujar al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh" yang dalam edisi Indonesia menjadi "Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah" (Citra Islami Press, 1997.
Furudhul Kifaayah, menurut al-Qardhawi, meliputi segala ilmu pengetahuan, profesi, kerajinan atau ketrampilan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup manusia baik terhadap agama atau dunianya.
"Terhadap semua ini, maka wajib bagi mereka mempelajari dan mengajarkannya serta memperdalam (mengambil spesialisasi), sehingga umat Islam tidak lagi bergantung kepada umat lainnya dan tidak dikuasai oleh umat lain," ujarnya.
Tanpa kemandirian maka umat tidak akan memiliki 'izzah (harga diri), sebagaimana Allah telah menetapkan 'izzah itu untuk mereka dalam kitab-Nya: "Izzah (kekuatan) itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin ..." ( QS Al Munaafiqun : 8)
Menurut al-Qardhawi, tanpa mencukupi diri mereka, maka tidak akan pernah terwujud kemandirian dan kepemimpinan yang hakiki, sebagaimana disebutkan hal itu dalam Al Qur'an: "Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman." ( QS An-Nisa' : 141)
Tanpa memiliki kemandirian ekonomi, ummat Islam tidak akan bisa menjalankan fungsi Ustadziatul 'Alam (sokoguru dunia) dan menjadi saksi-saksi kebenaran atas ummat yang lainnya. Sebagaimana firman Allah SWT:
"Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (ummat Islam), ummat yang adil dan pilihan, agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu..." ( QS Al Baqarah : 143)
Al-Qardhawi menjelaskan tidak ada 'izzah bagi umat yang senjatanya buatan umat lain, di mana mereka berwenang penuh untuk menjual atau tidak menjual kepada kita, kapan saja, dengan persyaratan-persyaratan yang sepenuhnya mereka tetapkan.
"Tidak akan pernah ada kepemimpinan yang sebenarnya bagi sebuah umat yang selalu tergantung kepada keahlian umat lain yang asing baginya dalam masalah-masalah yang khusus, vital dan yang sangat rahasia," ujarnya.
Tidak pula kemandirian bagi umat yang tidak memiliki kekuatan pertanian di atas lahannya sendiri dan tidak memiliki obat untuk pasiennya serta tidak mampu untuk bangkit dengan industri berat, kecuali dengan mengimpor peralatan dan tenaga ahli dari ummat lainnya.
Alhasil, kata al-Qardhawi, tidak ada istilah Ustadziyatul Alam bagi umat yang tidak mampu untuk menyampaikan dakwahnya melalui kata-kata yang bisa dibaca, didengar atau dilihat kecuali harus dengan cara membeli semua itu dari orang lain yang memiliki kemampuan tentang hal itu, karena dia sendiri belum bisa membuat percetakan, stasiun televisi dan pemancar radio atau jaringan satelit.
(mhy)