Syaikh Al-Qardhawi: Islam Mengajak Pemilik Harta untuk Berinvestasi
loading...
A
A
A
Syaikh Yusuf al-Qardhawi mengatakan Islam mengajak kepada para pemilik harta untuk mengembangkan harta mereka dan menginvestasikannya, sebaliknya melarang mereka untuk membekukan dan tidak memfungsikannya.
"Maka tidak boleh bagi pemilik tanah menelantarkan tanahnya dari pertanian, apabila masyarakat memerlukan apa yang dikeluarkan oleh bumi berupa tanaman-tanaman dan buah-buahan," ujar Al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh" yang dalam edisi Indonesia menjadi "Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah" (Citra Islami Press).
"Demikian juga pemilik pabrik di mana manusia memerlukan produknya, karena ini bertentangan dengan prinsip "Istikhlaf" atau amanah peminjaman dari Allah," tambahnya.
Demikian juga tidak diperbolehkan bagi pemilik uang menahannya dari peredaran, sedangkan umat dalam keadaan membutuhkan uang itu untuk memfungsikan sebagai proyek-proyek yang bermanfaat dan dapat membawa dampak berupa terbukanya lapangan kerja bagi para pengangguran dan menggairahkan aktivitas perekonomian.
Tidak heran jika Al Qur'an memberi peringatan kepada orang-orang yang menyimpan harta dan yang bersikap egois dengan ancaman yang berat. Allah SWT berfirman:
"Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkan pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas dan perak itu dalam neraka Jahanam, lalu dibakar dengannnya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka, "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." ( QS At Taubah : 34-35)
Menurut Al-Qardhawi, Islam memberikan batasan pemilikan harta dalam pengembangan dan investasinya dengan cara-cara yang benar (syar'i) yang tidak bertentangan dengan akhlak, norma dan nilai-nilai kemuliaan.
Tidak pula bertentangan dengan kemaslahatan sosial karena dalam Islam tidak terpisah antara ekonomi dan akhlak. Oleh karenanya, bukanlah pihak pemodal itu bebas sebagaimana dalam teori materialistis. Seperti yang pernah diyakini oleh kaum Syu'aib dahulu, bahwa mereka bebas untuk mempergunakan harta mereka sesuai dengan keinginan mereka. Al Qur'an mengungkapkan hal itu sebagai berikut:
"Hai Syu 'aib, apakah agamamu menyuruh kamu agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami atau melarang kami memperbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami." (QS Huud: 87)
"Maka tidak boleh bagi pemilik tanah menelantarkan tanahnya dari pertanian, apabila masyarakat memerlukan apa yang dikeluarkan oleh bumi berupa tanaman-tanaman dan buah-buahan," ujar Al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh" yang dalam edisi Indonesia menjadi "Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah" (Citra Islami Press).
"Demikian juga pemilik pabrik di mana manusia memerlukan produknya, karena ini bertentangan dengan prinsip "Istikhlaf" atau amanah peminjaman dari Allah," tambahnya.
Demikian juga tidak diperbolehkan bagi pemilik uang menahannya dari peredaran, sedangkan umat dalam keadaan membutuhkan uang itu untuk memfungsikan sebagai proyek-proyek yang bermanfaat dan dapat membawa dampak berupa terbukanya lapangan kerja bagi para pengangguran dan menggairahkan aktivitas perekonomian.
Tidak heran jika Al Qur'an memberi peringatan kepada orang-orang yang menyimpan harta dan yang bersikap egois dengan ancaman yang berat. Allah SWT berfirman:
"Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkan pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas dan perak itu dalam neraka Jahanam, lalu dibakar dengannnya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka, "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." ( QS At Taubah : 34-35)
Menurut Al-Qardhawi, Islam memberikan batasan pemilikan harta dalam pengembangan dan investasinya dengan cara-cara yang benar (syar'i) yang tidak bertentangan dengan akhlak, norma dan nilai-nilai kemuliaan.
Tidak pula bertentangan dengan kemaslahatan sosial karena dalam Islam tidak terpisah antara ekonomi dan akhlak. Oleh karenanya, bukanlah pihak pemodal itu bebas sebagaimana dalam teori materialistis. Seperti yang pernah diyakini oleh kaum Syu'aib dahulu, bahwa mereka bebas untuk mempergunakan harta mereka sesuai dengan keinginan mereka. Al Qur'an mengungkapkan hal itu sebagai berikut:
"Hai Syu 'aib, apakah agamamu menyuruh kamu agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami atau melarang kami memperbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami." (QS Huud: 87)
(mhy)