Hikmah Iduladha dan Napak Tilas Pengorbanan Nabi Ibrahim

Rabu, 05 Juli 2023 - 11:55 WIB
loading...
Hikmah Iduladha dan Napak Tilas Pengorbanan Nabi Ibrahim
KH Suaib Tahir, dosen PTIQ Jakarta yang juga Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Darud Dawah Wal Irsyad (PB DDI). Foto/ist
A A A
Napak tilas momentum bersejarah Nabi Ibrahim 'alaihissalam dan putranya Nabi Ismail 'alaihissalam diabadikan menjadi salah satu perayaan umat Islam yang kita kenal dengan Iduladha. Iduladha disebut juga Idul Kurban yang memiliki kisah pengorbanan Nabi Ibrahim yang rela menyerahkan anaknya sebagai bentuk ketakwaan kepada Allah Ta'ala.

Ketika Nabi Ismail akan disembelih, Allah menggantikan beliau dengan seekor kambing sejenis kibas yang sangat istimewa. Peristiwa ini mengisyaratkan kita tentang ujian kesetiaan, ketundukan dan kerelaan diri manusia untuk menyembelih kepentingan diri, ego dan sifat kebinatangan manusia yang cenderung berbuat brutal dan ekstrem.

"Kerelaan dan keikhlasan Nabi Ibrahim melakukan pengorbanan, meskipun pada akhirnya perintah itu hanya sebatas ujian untuk menguji beliau sampai di mana ketaatannya terhadap perintah Allah. Mereka yang taat kepada Allah tidak akan mempedulikan kepentingannya apalagi kepentingan materi dan kemewahan," kata Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Darud Da'wah Wal Irsyad (PB DDI) KH DR Suaib Tahir.

Kiyai Suaib mengatakan, kisah Nabi Ibrahim ini merupakan salah satu contoh nyata tingkat keimanan yang sangat tinggi. Apapun yang diperintahkan Allah, beliau siap melaksanakannya termasuk menyembelih anak kesayangannya sendiri.

Iduladha menjadi momentum bagi kita untuk belajar mentadaburi bahwa sesungguhnya Allah mengajarkan kepada kita bagaimana mengikis rasa ego. Dari ibadah kurban ini kita diajarkan untuk mengedepankan persaudaraan dan solidaritas antara sesama manusia.

"Iduladha tidak bisa dipahami hanya ritual tahunan semata. Tetapi lebih dari itu harus kita tadabburi agar menjadi umat yang bermanfaat bagi orang lain," ujarnya.

Menurut Dosen Pascasarjana di Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran (PTIQ) Jakarta ini, berkurban dalam arti sesungguhnya adalah bagaimana mengikis rasa egois, rakus, tamak dan memberi yang terbaik untuk orang lain. Berkurban juga salah satu indikator tingkat solidaritas dan keimanan yang tinggi terhadap Allah.

"Betapa banyak orang yang memiliki uang yang cukup untuk membeli kurban, tetapi belum tentu siap dan bersedia untuk berkurban," ujar Kiyai Suaib.

Figur Teladan
Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail merupakan dua figur teladan yang sangat mengagumkan. Keduanya dengan totalitas tunduk dan mencintai Allah. Nabi Ibrahim lahir di tengah-tengah situasi kekuasaan yang sangat bengis yaitu Raja Namrud. Namrud dikenal sebagai raja yang mudah membunuh siapa saja yang membantah dan tidak mengakuinya sebagai Tuhan.

"Meskipun Nabi Ibrahim dibakar, beliau tetap konsisten dalam pendiriannya, beriman kepada Tuhan sebagai pencipta langit, bumi dan semua yang di dalamnya," ujarnya.

Nabi Ibrahim tidak hanyak fokus terhadap kesalehan individual, melainkan juga memikirkan keluarga, turunannya dan negerinya. Tak heran, jika Nabi Ibrahim diakui sebagai panutan dan bapak para Nabi yang patut kita teladani.

"Sebagaimana yang kita temukan dalam Al-Qur'an, Nabi Ibrahim mendoakan agar dikaruniai negeri yang aman, damai dan mendapatkan rezei dari langit. Beliau patut kita teladani karena tidak hanya mendoakan dirinya dan keluarganya, tetapi juga untuk negerinya," kata Kiyai Suaib yang mendapatkan gelar Pascasarjana-nya dari Islamic University Khartoum, Sudan.

Selain itu, salah satu hikmah di Bulan Haji ini adalah menunjukkan kepada umat Islam di seluruh dunia bahwa meskipun berbeda-beda suku etnis, negara warna kulit, bentuk wajah tetapi umat muslim adalah satu. Satu tujuan dan satu kiblat yaitu Ka'bah, Allah dan Rasul-Nya, Nabi Muhammad SAW. Ini menunjukkan bahwa umat Islam sangat menghargai dan bertoleransi terhadap yang lain. Karena walaupun kita berbeda beda tetapi sesungguhnya sama.

"Jika kelompok ekstreem berusaha menciptakan ekslusivisme, intoleransi di masyarakat dan menganggap orang lain bukan bagian dari dirinya, maka hal ini harus dihilangkan. Sebab cara berpikir seperti itu bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam yang sangat menghormati perbedaan," ujar anggota Komisi Ukhuwah Islamiyah Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini.

Kiyai Suaib menambahkan, dalam ibadah Haji juga dilarang saling mencela bertengkar dan melakukan tindakan apapun yang merusak. Termasuk mencabut pohon dan atau memotong pohon di jalan. Ini adalah petunjuk bahwa dalam upaya menciptakan iklim yang kondusif dalam kehidupan sosial kita harus menghindari perbuatan-perbuatan tercela seperti saling menjatuhkan dan saling memojokkan.

Karena itu, hikmah-hikmah yang terkandung dalam Iduladha atau disebut juga Hari Raya Haji dapat kita jadikan sebagai pedoman dalam membangun masyarakat yang damai.

(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2372 seconds (0.1#10.140)