Hukum Menyingkat Sholawat dengan SAW, Bolehkah?
loading...
A
A
A
Di antara kaum muslim mungkin pernah menyingkat Sholawat dengan SAW atau menulis huruf SWT di belakang nama Allah. Bagaimana hukumnya dalam syariat? Berikut penjelasannya.
Untuk diketahui, SAW adalah singkatan dari shallallahu 'alaihi wa sallam (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) yang artinya semoga Allah melimpahkan sholawat atasnya. SAW ini merupakan singkatan dari salah satu kalimat Sholawat.
Adapun SWT adalah singkatan dari Subanahu wa Ta'ala (سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى) yang artinya Maha Suci dan Maha Tinggi. Kedua singkatan cukup sering kita temui dalam tulisan baik di media online maupun di sosial media.
Menurut Ustaz Ahmad Syahrin Thoriq , menyingkat kalaimat itu mungkin tujuannya agar lebih praktis dan tidak memenuhi halaman hanya dengan kata yang sama yang terulang-ulang. Jika ditanyakan bagaimana hukumnya, umumnya para ulama melarang hal tersebut.
Sebab, dalam pandangan mayoritas ulama, hukum tulisan itu tak ubahnya seperti halnya hukum lisan. Maka ketika lafadz Shalallahu 'Alaihi wa Sallam itu ditulis hanya dengan rangkaian huruf seperti SAW, maka itu sama dengan hukum seseorang yang ketika bershalawat kepada Nabi Muhammad ﷺ ia tidak mengucap shalawat, tapi membaca SAW.
Hanya saja memang hukum larangannya itu ada yang berpendapat makruh dan ada yang sebatas khilaf al aula atau menyelisihi keutamaan.
"Dalam arti lain, sebaiknya tidak disingkat, kalau toh disingkat ya tidak apa-apa. Dan tidak ada ulama yang sampai mengharamkan selama tujuannya bukan untuk merendahkan lafadz tersebut," jelas Dai lulusan Al-Azhar Mesir itu.
Berikut di antara fatwa dari para ulama tentang permasalahan ini:
1. Imam Ibnu Shalah asy-Syafi’i rahimahullah berkata:
ينبغي له أن يحافظ على كتابة الصلاة والتسليم على رسول الله صلى الله عليه وسلم عند ذكره ، ولا يسأم من تكرير ذلك عند تكرره فإن ذلك من أكبر الفوائد التي يتعجلها طلبة الحديث وكتبته ، ومن أغفل ذلك فقد حرم حظا عظيما
"Hendaknya para penulis menjaga penulisan Sholawat dan salam untuk Rasulullah ﷺ ketika menyebut nama beliau. Dan tidak merasa bosan dengan mengulang-ulang tulisan shalawat, ketika mengulang penyebutan nama Nabi ﷺ. Karena ada manfaat besar yang akan didapatkan oleh penulis hadits dan tulisannya. Siapa yang melalaikan hal ini, berarti dia dijauhkan dari keberuntungan yang besar." [Mukadimah Ibn Shalah, hal 105]
2. Imam asy-Syakhawi asy-Syafi'i rahimahullah berkata:
واجتنب أيها الكاتب الرمز لها أي للصلاة على رسول الله صلى الله عليه و سلم في خطك بأن تقتصر منها على حرفين ونحو ذلك فتكون منقوصة صورة ...خلاف الأولى.
"Wahai para penulis, hendaknya engkau menjauhi penulisan simbol dari shalawat kepada Rasulullah ﷺ dalam tulisanmu, yaitu engkau menyingkatnya menjadi dua huruf dan yang semisalnya. Maka jadilah bentuk shalawatnya menjadi berkurang. Ini adalah menyelisihi keutamaan." [Fath al Mughits (3/71)]
3. Imam Abdurrahim al Iraqi asy-Syafi’i rahimahullah berkata:
ينبغي أن يحافظ على كتب الثناء على الله تعالى عند ذكر اسمه، نحو: عز وجل، وتبارك وتعالى، ونحو ذلك. وكذلك كتابة الصلاة والتسليم على النبي - صلى الله عليه وسلم -، عند ذكره. ولا تسأم من تكرر ذلك فأجره عظيم
"Hendaknya tetap dijaga penulisan pujian kepada Allah ta'ala ketika menyebut nama-Nya seperti: 'Azza wa Jalla, tabaraka wa ta'ala, dan kalimat semisalnya. Demikian juga penulisan shalawat dan salam kepada Nabi ﷺ ketika menyebut namanya. Dan janganlah penulis merasa bosan dari mengulang-ulangnya karena ada pahala yang besar." [Syarah Tabshirah wa tadzkirah (1/475)]
4. Imam Ibnu Hajar al-Haitsami Asy-Syafi'i rahimahullah berkata:
وكذا اسم رسوله بأن يكتب عقبه - صلى الله عليه وسلم - فقد جرت به عادة الخلف كالسلف ولا يختصر كتابتها بنحو صلعم فإنه عادة المحرومين
"...Demikian pula ketika menulis nama Rasulullah supaya menuliskan shallallahu 'alaihi wa Sallam yang beriring dengan nama Rasulullah ﷺ. Tradisi ini sudah berlaku di tengah-tengah kalangan ulama khalaf seperti halnya berlaku di kalangan ulama salaf. Dan tidak meringkas keduanya (shalawat dan salam) dengan semacam singkatan "صَلْعَمْ" karena hal tersebut adalah perilaku kaum yang terhalang dari kebaikan." [Al Fatawa al Haditsiyah hal. 164]
Untuk diketahui, SAW adalah singkatan dari shallallahu 'alaihi wa sallam (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) yang artinya semoga Allah melimpahkan sholawat atasnya. SAW ini merupakan singkatan dari salah satu kalimat Sholawat.
Adapun SWT adalah singkatan dari Subanahu wa Ta'ala (سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى) yang artinya Maha Suci dan Maha Tinggi. Kedua singkatan cukup sering kita temui dalam tulisan baik di media online maupun di sosial media.
Menurut Ustaz Ahmad Syahrin Thoriq , menyingkat kalaimat itu mungkin tujuannya agar lebih praktis dan tidak memenuhi halaman hanya dengan kata yang sama yang terulang-ulang. Jika ditanyakan bagaimana hukumnya, umumnya para ulama melarang hal tersebut.
Sebab, dalam pandangan mayoritas ulama, hukum tulisan itu tak ubahnya seperti halnya hukum lisan. Maka ketika lafadz Shalallahu 'Alaihi wa Sallam itu ditulis hanya dengan rangkaian huruf seperti SAW, maka itu sama dengan hukum seseorang yang ketika bershalawat kepada Nabi Muhammad ﷺ ia tidak mengucap shalawat, tapi membaca SAW.
Hanya saja memang hukum larangannya itu ada yang berpendapat makruh dan ada yang sebatas khilaf al aula atau menyelisihi keutamaan.
"Dalam arti lain, sebaiknya tidak disingkat, kalau toh disingkat ya tidak apa-apa. Dan tidak ada ulama yang sampai mengharamkan selama tujuannya bukan untuk merendahkan lafadz tersebut," jelas Dai lulusan Al-Azhar Mesir itu.
Berikut di antara fatwa dari para ulama tentang permasalahan ini:
1. Imam Ibnu Shalah asy-Syafi’i rahimahullah berkata:
ينبغي له أن يحافظ على كتابة الصلاة والتسليم على رسول الله صلى الله عليه وسلم عند ذكره ، ولا يسأم من تكرير ذلك عند تكرره فإن ذلك من أكبر الفوائد التي يتعجلها طلبة الحديث وكتبته ، ومن أغفل ذلك فقد حرم حظا عظيما
"Hendaknya para penulis menjaga penulisan Sholawat dan salam untuk Rasulullah ﷺ ketika menyebut nama beliau. Dan tidak merasa bosan dengan mengulang-ulang tulisan shalawat, ketika mengulang penyebutan nama Nabi ﷺ. Karena ada manfaat besar yang akan didapatkan oleh penulis hadits dan tulisannya. Siapa yang melalaikan hal ini, berarti dia dijauhkan dari keberuntungan yang besar." [Mukadimah Ibn Shalah, hal 105]
2. Imam asy-Syakhawi asy-Syafi'i rahimahullah berkata:
واجتنب أيها الكاتب الرمز لها أي للصلاة على رسول الله صلى الله عليه و سلم في خطك بأن تقتصر منها على حرفين ونحو ذلك فتكون منقوصة صورة ...خلاف الأولى.
"Wahai para penulis, hendaknya engkau menjauhi penulisan simbol dari shalawat kepada Rasulullah ﷺ dalam tulisanmu, yaitu engkau menyingkatnya menjadi dua huruf dan yang semisalnya. Maka jadilah bentuk shalawatnya menjadi berkurang. Ini adalah menyelisihi keutamaan." [Fath al Mughits (3/71)]
3. Imam Abdurrahim al Iraqi asy-Syafi’i rahimahullah berkata:
ينبغي أن يحافظ على كتب الثناء على الله تعالى عند ذكر اسمه، نحو: عز وجل، وتبارك وتعالى، ونحو ذلك. وكذلك كتابة الصلاة والتسليم على النبي - صلى الله عليه وسلم -، عند ذكره. ولا تسأم من تكرر ذلك فأجره عظيم
"Hendaknya tetap dijaga penulisan pujian kepada Allah ta'ala ketika menyebut nama-Nya seperti: 'Azza wa Jalla, tabaraka wa ta'ala, dan kalimat semisalnya. Demikian juga penulisan shalawat dan salam kepada Nabi ﷺ ketika menyebut namanya. Dan janganlah penulis merasa bosan dari mengulang-ulangnya karena ada pahala yang besar." [Syarah Tabshirah wa tadzkirah (1/475)]
4. Imam Ibnu Hajar al-Haitsami Asy-Syafi'i rahimahullah berkata:
وكذا اسم رسوله بأن يكتب عقبه - صلى الله عليه وسلم - فقد جرت به عادة الخلف كالسلف ولا يختصر كتابتها بنحو صلعم فإنه عادة المحرومين
"...Demikian pula ketika menulis nama Rasulullah supaya menuliskan shallallahu 'alaihi wa Sallam yang beriring dengan nama Rasulullah ﷺ. Tradisi ini sudah berlaku di tengah-tengah kalangan ulama khalaf seperti halnya berlaku di kalangan ulama salaf. Dan tidak meringkas keduanya (shalawat dan salam) dengan semacam singkatan "صَلْعَمْ" karena hal tersebut adalah perilaku kaum yang terhalang dari kebaikan." [Al Fatawa al Haditsiyah hal. 164]