Begini Pendapat Sayyid Quthb tentang Era Jahiliah Saat Ini
loading...
A
A
A
Sayyid Quthb mengatakan saat ini kita hidup dalam kejahiliahan seperti yang dialami oleh Islam pada era pertama, atau mungkin lebih kelam lagi. Seluruh yang ada di sekeliling kita adalah kejahiliahan.
Pola pandang manusia, kepercayaan mereka, tradisi mereka, adat-istiadat mereka, sumber rujukan mereka, seni mereka, sastra mereka, hukum mereka serta undang-undang mereka adalah jahiliah. "Hingga banyak yang kita sangka sebagai budaya Islam, referensi Islam, filsafat Islam, pemikiran Islam, ternyata juga merupakan produk dari kejahiliahan!" ujar Sayyid Quthb dalam bukunya berjudul "Ma'alim fi Thariq".
Oleh karena itulah, lanjutnya, nilai-nilai Islam tidak dapat meresap dalam diri kita, weltanschauung Islam tidak dapat bersemayam dalam akal kita, dan kita tidak dapat menjadi generasi yang besar, dengan karakteristik seperti generasi yang dihasilkan oleh Islam pada era pertama.
"Dengan demikian, dalam manhaj harakah Islam, kita harus membersihkan diri dalam masa pembentukan dan pengkaderan, dari seluruh pengaruh jahiliah yang kita sedang jalani ini," ujar Sayyid Quthb.
Menurutnya, kita harus kembali dari awal kepada sumber yang murni, yang dijadikan sumber oleh tokoh-tokoh generasi pertama itu. Sumber yang terjamin tidak tercermar dan tidak diragukan lagi.
"Kita kembali kepada AL-Quran, dan kita mengambil pola pandang kita darinya dalam melihat seluruh hakikat wujud, dan hakikat wujud manusia beserta seluruh ikatan antara dua wujud ini dengan Wujud Yang Sempurna dan Haqq; wujud Allah SWT. Dari sanalah kita mengambil pola pandang kita terhadap kehidupan, nilai-nilai, akhlak, sistem kekuasan, politik, ekonomi dan seluruh segi kehidupan kita," jelasnya.
Menurut Sayyid Quthb, kita harus kembali kepadanya ---saat kita benar-benar kembali-- dengan sikap menerima ajaran Al Qur'an untuk dilaksanakan dan diamalkan. Bukan sekadar untuk belajar dan mencari kesenangan rohani. Kita kembali kepadanya untuk mengetahui apa yang dituntut dari kita, dan seharusnya kita bagaimana.
Dalam perjalanan itu, kita akan bertemu dengan keindahan seni dalam Al-Qur'an, kisah-kisah yang agung dalam Al Qur'an, deskripsi tentang hari kiamat dalam Al Qur'an, logika emosi dalam Al Qur'an, dan seluruh hal yang dicari oleh orang yang mengkaji Al-Qur'an untuk sekadar mengkaji dan mencari kesenangan.
Namun kita akan menemukan hal itu dengan catatan bahwa itu bukanlah tujuan utama kita. Karena tujuan utama kita adalah untuk mengetahui: apa yang dikehendaki oleh Al-Qur'an bagi kita untuk diamalkan dan diwujudkan? Apa pola pandang yang dikehendaki oleh Al-Qur'an untuk kita miliki? Apa kehendak Al Qur'an tentang bagaimana seharusnya perasaan kita tehradap Allah SWT dan apa kehendak Al Qur'an tentang bagaimana seharusnya akhlak kita, kondisi kita, dan sistem praksis kehidupan kita?
Kemudian kita harus membersihkan diri kita dari tekanan masyarakat jahiliah, pola pandang jahiliah, tradisi jahiliah dan kepemimpinan jahiliah, dalam diri kita.
"Tugas kita bukan untuk ber co-eksistensi dengan realitas masyarakat jahiliah ini, juga bukan untuk memberikan loyalitas kita kepadanya. Karena dengan sifat seperti ini, sifat jahiliah, ia tidak boleh kita ajak berdamai. Tugas kita adalah, pertama merubah diri kita, kemudian merubah masyarakat kita," ujar Sayyid Quthb.
Menurutnya, tugas utama kita adalah mengubah realitas masyarakat kita. Dan tugas kita adalah mengubah realitas jahiliah ini dari akarnya. Realitas yang bersebrangan secara diametral dengan manhaj Islami, dan pola pandang Islam, yang menghalangi kita dengan kekuatan dan tekanan untuk hidup sesuai dengan yang dikehendaki oleh manhaj Ilahi bagi kita.
Langkah pertama didalam jalan kita ini adalah, menciptakan jarak dengan masyarakat jahiliah ini, beserta nilai-nilai dan pola pandangnya. Dan kita jangan sampai mengubah nilai-nilai dan pola pandang kita sedikitpun agar bertemu dengannya di pertengahan jalan. Karena kita bersimpangan jalan dengannya, sehingga satu langkah saja kita mengikuti jalannya, niscaya kita akan kehilangan manhaj dan jalan kita!
Sayyid Quthb menyadari bahwa tentu kita akan menemukan kesulitan dan kepayahan dalam jalan ini, dan menuntut pengorbanan yang besar dari kita. "Namun kita tidak memiliki pilihan lain, jika kita ingin mengikuti jalan generasi pertama Islam, yang telah Allah SWT letakkan mereka dalam manhaj Ilahi-Nya, dan telah diberikan kemenangan atas manhaj jahiliah," ujarnya.
Menurut Sayyid Quthb, seharusnya kita selalu mengetahui sifat manhaj kita ini, sikap kita, dan sifat jalan yang harus kita lalui untuk keluar dari kejahiliahan, seperti keluarnya generasi istimewa itu.
Pola pandang manusia, kepercayaan mereka, tradisi mereka, adat-istiadat mereka, sumber rujukan mereka, seni mereka, sastra mereka, hukum mereka serta undang-undang mereka adalah jahiliah. "Hingga banyak yang kita sangka sebagai budaya Islam, referensi Islam, filsafat Islam, pemikiran Islam, ternyata juga merupakan produk dari kejahiliahan!" ujar Sayyid Quthb dalam bukunya berjudul "Ma'alim fi Thariq".
Oleh karena itulah, lanjutnya, nilai-nilai Islam tidak dapat meresap dalam diri kita, weltanschauung Islam tidak dapat bersemayam dalam akal kita, dan kita tidak dapat menjadi generasi yang besar, dengan karakteristik seperti generasi yang dihasilkan oleh Islam pada era pertama.
"Dengan demikian, dalam manhaj harakah Islam, kita harus membersihkan diri dalam masa pembentukan dan pengkaderan, dari seluruh pengaruh jahiliah yang kita sedang jalani ini," ujar Sayyid Quthb.
Menurutnya, kita harus kembali dari awal kepada sumber yang murni, yang dijadikan sumber oleh tokoh-tokoh generasi pertama itu. Sumber yang terjamin tidak tercermar dan tidak diragukan lagi.
"Kita kembali kepada AL-Quran, dan kita mengambil pola pandang kita darinya dalam melihat seluruh hakikat wujud, dan hakikat wujud manusia beserta seluruh ikatan antara dua wujud ini dengan Wujud Yang Sempurna dan Haqq; wujud Allah SWT. Dari sanalah kita mengambil pola pandang kita terhadap kehidupan, nilai-nilai, akhlak, sistem kekuasan, politik, ekonomi dan seluruh segi kehidupan kita," jelasnya.
Menurut Sayyid Quthb, kita harus kembali kepadanya ---saat kita benar-benar kembali-- dengan sikap menerima ajaran Al Qur'an untuk dilaksanakan dan diamalkan. Bukan sekadar untuk belajar dan mencari kesenangan rohani. Kita kembali kepadanya untuk mengetahui apa yang dituntut dari kita, dan seharusnya kita bagaimana.
Dalam perjalanan itu, kita akan bertemu dengan keindahan seni dalam Al-Qur'an, kisah-kisah yang agung dalam Al Qur'an, deskripsi tentang hari kiamat dalam Al Qur'an, logika emosi dalam Al Qur'an, dan seluruh hal yang dicari oleh orang yang mengkaji Al-Qur'an untuk sekadar mengkaji dan mencari kesenangan.
Namun kita akan menemukan hal itu dengan catatan bahwa itu bukanlah tujuan utama kita. Karena tujuan utama kita adalah untuk mengetahui: apa yang dikehendaki oleh Al-Qur'an bagi kita untuk diamalkan dan diwujudkan? Apa pola pandang yang dikehendaki oleh Al-Qur'an untuk kita miliki? Apa kehendak Al Qur'an tentang bagaimana seharusnya perasaan kita tehradap Allah SWT dan apa kehendak Al Qur'an tentang bagaimana seharusnya akhlak kita, kondisi kita, dan sistem praksis kehidupan kita?
Kemudian kita harus membersihkan diri kita dari tekanan masyarakat jahiliah, pola pandang jahiliah, tradisi jahiliah dan kepemimpinan jahiliah, dalam diri kita.
"Tugas kita bukan untuk ber co-eksistensi dengan realitas masyarakat jahiliah ini, juga bukan untuk memberikan loyalitas kita kepadanya. Karena dengan sifat seperti ini, sifat jahiliah, ia tidak boleh kita ajak berdamai. Tugas kita adalah, pertama merubah diri kita, kemudian merubah masyarakat kita," ujar Sayyid Quthb.
Menurutnya, tugas utama kita adalah mengubah realitas masyarakat kita. Dan tugas kita adalah mengubah realitas jahiliah ini dari akarnya. Realitas yang bersebrangan secara diametral dengan manhaj Islami, dan pola pandang Islam, yang menghalangi kita dengan kekuatan dan tekanan untuk hidup sesuai dengan yang dikehendaki oleh manhaj Ilahi bagi kita.
Langkah pertama didalam jalan kita ini adalah, menciptakan jarak dengan masyarakat jahiliah ini, beserta nilai-nilai dan pola pandangnya. Dan kita jangan sampai mengubah nilai-nilai dan pola pandang kita sedikitpun agar bertemu dengannya di pertengahan jalan. Karena kita bersimpangan jalan dengannya, sehingga satu langkah saja kita mengikuti jalannya, niscaya kita akan kehilangan manhaj dan jalan kita!
Sayyid Quthb menyadari bahwa tentu kita akan menemukan kesulitan dan kepayahan dalam jalan ini, dan menuntut pengorbanan yang besar dari kita. "Namun kita tidak memiliki pilihan lain, jika kita ingin mengikuti jalan generasi pertama Islam, yang telah Allah SWT letakkan mereka dalam manhaj Ilahi-Nya, dan telah diberikan kemenangan atas manhaj jahiliah," ujarnya.
Menurut Sayyid Quthb, seharusnya kita selalu mengetahui sifat manhaj kita ini, sikap kita, dan sifat jalan yang harus kita lalui untuk keluar dari kejahiliahan, seperti keluarnya generasi istimewa itu.
(mhy)