Di Balik Kesuksesan Dakwah Generasi Pertama Menurut Sayyid Qutb
loading...
A
A
A
Dakwah Islam pada generasi pertama telah menghasilkan generasi yang istimewa, yaitu generasi sahabat . Kemudian pada generasi setelah itu tidak lagi menghasilkan generasi semacam itu. Apa rahasia di balik itu?
"Benar ada beberapa gelintir orang dengan karakteristik seperti generasi pertama itu yang dihasilkan oleh dakwah Islam sepanjang sejarah setelah generasi pertama. Namun belum pernah terjadi dalam sejarah Islam, terkumpulnya tokoh-tokoh besar semacam itu, dalam satu tempat, seperti yang terjadi pada masa pertama dari kehidupan dakwah ini," tulis Sayyid Quthb dalam bukunya berjudul "Ma'alim fi Thariq".
Menurutnya, ini adalah fenomena yang amat jelas. Yang mengandung makna yang harus kita renungkan dengan seksama, dengan harapan kita dapat menyingkap rahasia keberhasilannya.
Al-Qur'an yang menjadi jantung dakwah itu ada di tangan kita, kata Sayyid Quthb, demikian juga dengan hadis Rasulullah SAW, petunjuk praktis beliau, dan sirah beliau yang mulia, semuanya ada di tangan kita. "Seperti pernah ada pada generasi yang pertama itu, yang belum pernah terulang keberadaan generasi semacam itu dalam sejarah. Yang tidak ada hanyalah pribadi Rasulullah SAW ; apakah ini rahasianya?" kata Sayyid Quthb.
Menurutnya, jika keberadaan Rasulullah SAW secara fisik adalah suatu keniscayaan bagi pelaksanaan dan keberhasilan dakwah ini, niscaya Allah SWT tidak menjadikannya sebagai dakwah bagi seluruh umat manusia. Tidak menjadikannya sebagai risalah terakhir, dan tidak menyerahkan tanggung jawab memberikan tuntunan petunjuk kepada umat manusia di muka bumi kepada dakwah ini, hingga akhir zaman.
"Namun Allah SWT telah menjamin untuk memelihara Adz Dzikr. Serta memberitahukan bahwa dakwah ini dapat terus berjalan setelah wafatnya Rasulullah SAW, dan dapat memetik keberhasilan," jelasnya.
Allah SWT telah menyerahkan dakwah agama ini kepada Rasulullah SAW selama 23 tahun, hingga akhir hayat beliau, dan tetap memelihara agama ini setelah wafatnya beliau hingga akhir zaman. Dengan demikian, kata Sayyid Quthb, ketidakberadaan Rasulullah SAW secara fisik tidak menjelaskan fenomena itu, juga tidak menjadi faktor penentunya.
"Oleh karena itu, marilah kita cari faktor yang lain. Kita teliti sumber yang menjadi rujukan generasi pertama itu, apakah ada yang berubah darinya? Juga kita teliti manhaj yang menghasilkan tokoh-tokoh semacam mereka itu, apakah ada yang berubah?" tutur Sayyid Quthb.
Sumber rujukan utama generasi pertama itu adalah Al-Quran. Al-Quran semata. Sedangkan hadis Rasulullah SAW petunjuknya hanyalah satu bentuk penjelas dari sumber tersebut. Oleh karena itu, ketika A'isyah ra ditanya tentang akhlak Rasulullah SAW, ia menjawab: "Akhlak beliau adalah Al-Qur'an." (HR An-Nasai)
Dengan demikian, adalah Al-Qur'an semata yang menjadi sumber mereka; darinya mereka memetik pelajaran dan dengannya pula mereka diubah menjadi tokoh-tokoh besar.
Menurut Sayyid Quthb, hal itu terjadi bukan karena umat manusia saat itu tidak memiliki peradaban, budaya, ilmu pengetahuan, buku-buku rujukan atau kajian-kajian ilmiah; sama sekali bukan begitu!
Pada saat itu ada peradaban Romawi dan budayanya, serta buku-buku dan undang-undangnya yang sampai saat ini dijadikan pedoman hidup Eropa, atau setidaknya perpanjangan darinya.
Ada warisan peradaban Yunani, logikanya, filsafatnya serta seninya, yang tetap menjadi sumber pemikiran Barat hingga saat ini. Juga ada peradaban Persia, seninya, syairnya, legenda-legendanya, kepercayaan-kepercayaannya, dan sistem kekuasaannya.
Demikian juga peradaban-peradaban lain, yang jauh maupun dekat: seperti peradaban India, China dan lainnya. Peradaban Romawi dan Parsi mengelilingi Jazirah Ara, dari bagian Timur dan Barat, juga Yahudi dan Nasrani yang hidup di jantung Jazirah Arab.
"Dengan demikian, mereka sama sekali tidak kekurangan peradaban dan budaya internasional, yang membuat generasi ini hanya mengambil rujukan dari Kitab Allah semata, selama masa pembentukannya. Namun sterilisasi mereka dari pengaruh peradaban dan budaya luar itu dilakukan dengan 'planning' yang matang, dan dengan strategi yang terencana," ujar Sayyid Quthb.
Bukti hal ini marahnya Rasulullah SAW saat melihat Umar bin Khattab sedang memegang lembaran Taurat, dan beliau bersabda:
"Demi Allah, seandainya Musa hidup saat ini bersama kalian, niscaya ia hanya diperbolehkan oleh Allah SWT untuk menjadi pengikutku." (HR Abu Ya'la dari Hammad, dari Sya'bi dari Jabir)
"Benar ada beberapa gelintir orang dengan karakteristik seperti generasi pertama itu yang dihasilkan oleh dakwah Islam sepanjang sejarah setelah generasi pertama. Namun belum pernah terjadi dalam sejarah Islam, terkumpulnya tokoh-tokoh besar semacam itu, dalam satu tempat, seperti yang terjadi pada masa pertama dari kehidupan dakwah ini," tulis Sayyid Quthb dalam bukunya berjudul "Ma'alim fi Thariq".
Menurutnya, ini adalah fenomena yang amat jelas. Yang mengandung makna yang harus kita renungkan dengan seksama, dengan harapan kita dapat menyingkap rahasia keberhasilannya.
Al-Qur'an yang menjadi jantung dakwah itu ada di tangan kita, kata Sayyid Quthb, demikian juga dengan hadis Rasulullah SAW, petunjuk praktis beliau, dan sirah beliau yang mulia, semuanya ada di tangan kita. "Seperti pernah ada pada generasi yang pertama itu, yang belum pernah terulang keberadaan generasi semacam itu dalam sejarah. Yang tidak ada hanyalah pribadi Rasulullah SAW ; apakah ini rahasianya?" kata Sayyid Quthb.
Menurutnya, jika keberadaan Rasulullah SAW secara fisik adalah suatu keniscayaan bagi pelaksanaan dan keberhasilan dakwah ini, niscaya Allah SWT tidak menjadikannya sebagai dakwah bagi seluruh umat manusia. Tidak menjadikannya sebagai risalah terakhir, dan tidak menyerahkan tanggung jawab memberikan tuntunan petunjuk kepada umat manusia di muka bumi kepada dakwah ini, hingga akhir zaman.
"Namun Allah SWT telah menjamin untuk memelihara Adz Dzikr. Serta memberitahukan bahwa dakwah ini dapat terus berjalan setelah wafatnya Rasulullah SAW, dan dapat memetik keberhasilan," jelasnya.
Allah SWT telah menyerahkan dakwah agama ini kepada Rasulullah SAW selama 23 tahun, hingga akhir hayat beliau, dan tetap memelihara agama ini setelah wafatnya beliau hingga akhir zaman. Dengan demikian, kata Sayyid Quthb, ketidakberadaan Rasulullah SAW secara fisik tidak menjelaskan fenomena itu, juga tidak menjadi faktor penentunya.
"Oleh karena itu, marilah kita cari faktor yang lain. Kita teliti sumber yang menjadi rujukan generasi pertama itu, apakah ada yang berubah darinya? Juga kita teliti manhaj yang menghasilkan tokoh-tokoh semacam mereka itu, apakah ada yang berubah?" tutur Sayyid Quthb.
Sumber rujukan utama generasi pertama itu adalah Al-Quran. Al-Quran semata. Sedangkan hadis Rasulullah SAW petunjuknya hanyalah satu bentuk penjelas dari sumber tersebut. Oleh karena itu, ketika A'isyah ra ditanya tentang akhlak Rasulullah SAW, ia menjawab: "Akhlak beliau adalah Al-Qur'an." (HR An-Nasai)
Dengan demikian, adalah Al-Qur'an semata yang menjadi sumber mereka; darinya mereka memetik pelajaran dan dengannya pula mereka diubah menjadi tokoh-tokoh besar.
Menurut Sayyid Quthb, hal itu terjadi bukan karena umat manusia saat itu tidak memiliki peradaban, budaya, ilmu pengetahuan, buku-buku rujukan atau kajian-kajian ilmiah; sama sekali bukan begitu!
Pada saat itu ada peradaban Romawi dan budayanya, serta buku-buku dan undang-undangnya yang sampai saat ini dijadikan pedoman hidup Eropa, atau setidaknya perpanjangan darinya.
Ada warisan peradaban Yunani, logikanya, filsafatnya serta seninya, yang tetap menjadi sumber pemikiran Barat hingga saat ini. Juga ada peradaban Persia, seninya, syairnya, legenda-legendanya, kepercayaan-kepercayaannya, dan sistem kekuasaannya.
Demikian juga peradaban-peradaban lain, yang jauh maupun dekat: seperti peradaban India, China dan lainnya. Peradaban Romawi dan Parsi mengelilingi Jazirah Ara, dari bagian Timur dan Barat, juga Yahudi dan Nasrani yang hidup di jantung Jazirah Arab.
"Dengan demikian, mereka sama sekali tidak kekurangan peradaban dan budaya internasional, yang membuat generasi ini hanya mengambil rujukan dari Kitab Allah semata, selama masa pembentukannya. Namun sterilisasi mereka dari pengaruh peradaban dan budaya luar itu dilakukan dengan 'planning' yang matang, dan dengan strategi yang terencana," ujar Sayyid Quthb.
Bukti hal ini marahnya Rasulullah SAW saat melihat Umar bin Khattab sedang memegang lembaran Taurat, dan beliau bersabda:
"Demi Allah, seandainya Musa hidup saat ini bersama kalian, niscaya ia hanya diperbolehkan oleh Allah SWT untuk menjadi pengikutku." (HR Abu Ya'la dari Hammad, dari Sya'bi dari Jabir)