Perempuan dalam Keluarga Menurut Syariat: Berhak Memilih Suami dan Meminta Cerai
loading...
A
A
A
Prof Dr Abdul Halim Abu Syuqqah mengatakan Islam menegaskan bahwa wanita berhak memilih suami dan berhak meminta cerai jika dia memang tidak menyukai suaminya, walaupun dia tidak dirugikan oleh suaminya dengan syarat dia mengembalikan apa yang dia ambil dari suaminya dengan ketetapan dari suami atau hakim setelah dibuktikan bahwa dia benar-benar sudah tidak menyukai suaminya.
Islam juga mengatur bahwa suami dan istri senantiasa berbagi tanggung jawab. "Berbagi tanggung jawab pasangan suami istri dan melakukan kerjasama yang baik demi sempurnanya pelaksanaan tanggung jawab tersebut," ujarnya dalam bukunya berjudul "Tahrirul-Ma'rah fi 'Ashrir-Risalah" yang dalam edisi Indonesia menjadi "Kebebasan Wanita" (Gema Insani Press, 1998).
Selain itu, dia juga menjelaskan bahwa hak suami istri sama. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT:
"... Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya ..." ( QS al-Baqarah : 228)
Menurutnya, derajat atau tingkatan yang dimaksud adalah kepemimpinan suami dalam rumah tangganya atau kelebihan mengalahnya suaminya dari beberapa hak yang harus dia peroleh. Di antara hak-hak tersebut adalah hak dicintai, hak disayangi dan dikasihani, hak berdandan dan menikmati hubungan seksual, serta hak untuk bersama-sama dalam kesibukan dan kesusahan seperti yang dialami oleh setiap pihak.
Syariat juga telah menentukan syarat-syarat dan peraturan-peraturan mengenai perceraian dan poligami. Keadaan sebuah keluarga muslim tidak akan berjalan benar kalau salah satu syarat dan peraturan tersebut timpang. "Karena itu tidak ada salahnya jika pada masa sekarang ini ditetapkan suatu aturan yang menjamin dipenuhinya semua syarat dan peraturan," ujarnya.
Abdul Halim Abu Syuqqah menjelaskan bahwa peranan wanita/istri dalam keluarga merupakan tugas utama dan pertama. Tapi hal ini tidak menafikkan bahwa wanita juga mempunyai kewajiban-kewajiban lain di tengah masyarakat.
"Tumbuhnya kesadaran bermasyarakat dan adanya kerjasama yang erat antara suami dan istri merupakan dua faktor yang sangat penting untuk mengkoordinasikan tugas pertama wanita dengan tugas-tugasnya lain yang dibutuhkan demi kemaslahatan masyarakat muslim sehingga dalam masyarakat terwujud perkembangan dan kemajuan," ujarnya.
Islam juga mengatur bahwa suami dan istri senantiasa berbagi tanggung jawab. "Berbagi tanggung jawab pasangan suami istri dan melakukan kerjasama yang baik demi sempurnanya pelaksanaan tanggung jawab tersebut," ujarnya dalam bukunya berjudul "Tahrirul-Ma'rah fi 'Ashrir-Risalah" yang dalam edisi Indonesia menjadi "Kebebasan Wanita" (Gema Insani Press, 1998).
Selain itu, dia juga menjelaskan bahwa hak suami istri sama. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT:
"... Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya ..." ( QS al-Baqarah : 228)
Menurutnya, derajat atau tingkatan yang dimaksud adalah kepemimpinan suami dalam rumah tangganya atau kelebihan mengalahnya suaminya dari beberapa hak yang harus dia peroleh. Di antara hak-hak tersebut adalah hak dicintai, hak disayangi dan dikasihani, hak berdandan dan menikmati hubungan seksual, serta hak untuk bersama-sama dalam kesibukan dan kesusahan seperti yang dialami oleh setiap pihak.
Syariat juga telah menentukan syarat-syarat dan peraturan-peraturan mengenai perceraian dan poligami. Keadaan sebuah keluarga muslim tidak akan berjalan benar kalau salah satu syarat dan peraturan tersebut timpang. "Karena itu tidak ada salahnya jika pada masa sekarang ini ditetapkan suatu aturan yang menjamin dipenuhinya semua syarat dan peraturan," ujarnya.
Abdul Halim Abu Syuqqah menjelaskan bahwa peranan wanita/istri dalam keluarga merupakan tugas utama dan pertama. Tapi hal ini tidak menafikkan bahwa wanita juga mempunyai kewajiban-kewajiban lain di tengah masyarakat.
"Tumbuhnya kesadaran bermasyarakat dan adanya kerjasama yang erat antara suami dan istri merupakan dua faktor yang sangat penting untuk mengkoordinasikan tugas pertama wanita dengan tugas-tugasnya lain yang dibutuhkan demi kemaslahatan masyarakat muslim sehingga dalam masyarakat terwujud perkembangan dan kemajuan," ujarnya.
(mhy)