Inilah Beda Kriteria Hadis Kaum Rafidah dengan Sunni
loading...
A
A
A
Kaum Rafidhah menetapkan tiga kriteria penerimaan riwayat hadis , seperti dijelaskan ibnu Taimiyah sebagaimana dikutip Mahmud az-Zaby dalam buku berjudul "Al-Bayyinat, fi ar-Radd' ala Abatil al-Muraja'at" yang diterjemahkan Ahmadi Thaha dan Ilyas Ismail menjadi "Sunni yang Sunni -- Tinjauan Dialog Sunnah-Syi'ahnya al-Musawi" (Pustaka, 1989) berikut ini:
1. Perawi hadis Rafidhah harus ma'shum. Maksudnya, harus imam yang ma'shum.
2. Perawi hadis tidak perlu menyebutkan sanad atau silsilah periwayatan. Tetapi ia cukup berkata, "Rasulullah bersabda," tanpa menyebutkan sanad atau dari siapa dan dari siapa.
3. Kesepakatan turun-temurun dari para Imam yang Dua belas. Menurut kaum Rafidhah, apa saja yang diriwayatkan oleh salah seorang dari imam yang Dua belas, bukan keseluruhan mereka, itu sudah merupakan kesepakatan mereka semua. Alasannya, seorang imam adalah ma'shum, terbebas dari kesalahan.
Ketiga kriteria tersebut dipandang tidak sahih oleh ulama Sunni. Berikut ini ringkasan kriteria penerimaan riwayat hadis menurut ulama Suni, dengan perbedaan yang jelas.
1. Perawi hadis Suni harus bersifat adil, tsiqat, mempunyai daya-ingat yang kuat, dan tidak bersifat fasiq atau amoral. Perawi itu pun mesti mempunyai daya hafal yang cerdas, berjiwa sehat, tidak pelupa, serta bersifat, jujur, tidak mencampur hadits dengan yang bukan hadis.
2. Sanad atau silsilah perawi hadis harus bersambungan, tidak terputus-putus antara satu perawi dengan yang lain, di samping bahwa semuanya harus memenuhi kriteria tersebut di butir 1.
3. Setiap hadis tidak boleh tercela (syadz dan 'illat).
Menurut Mahmud az-Zaby, ketiga kriteria tersebut berbeda dari kriteria kaum Rafidhah. Kaum Rafidhah, bila diteliti, ternyata hanya menetapkan satu kriteria, yaitu 'Ishmah (bebas dari dosa), tanpa syarat lain. Dan itu berlaku bagi para imam. Adapun persyaratan ilmiah yang ditetapkan para ulama Suni, mereka tetapkan pada perawi maupun objek periwayatan, sehingga riwayatnya benar-benar sahih dan dapat diterima.
Anehnya, ternyata pencipta kriteria Sunni tersebut, yaitu Bukhari dan Muslim, justru menerima pula riwayat dari sebagian orang Syi'ah. Kenapa? menurut Mahmud az-Zaby, untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu memperhatikan keterangan berikut.
Bukhari dan Muslim tidak pernah meninggalkan kriteria tersebut dalam mempertimbangkan penerimaan setiap hadis yang mereka riwayatkan di dalam kitab sahih. Itu sebabnya mereka menerima hadis dari semua perawi yang adil dan kuat ingatannya. Betapa tidak, bukankah semua ulama telah bersepakat menyebut karya mereka dengan ash-Shahihayn?
Namun, ujar Mahmud az-Zaby, perlu diketahui bahwa hadis-hadis sahih itu terbagi dua.
Pertama, hadis yang dianggap sahih karena dirinya sendiri (yakni tanpa harus didukung oleh hadits lain). Kriteria ini berkaitan dengan latar belakang dan biografi perawi. Untuk yang ini, Imam Bukhari telah merumuskannya.
Perawi-perawi pada hadis jenis pertama ini adalah orang-orang yang tidak diragukan keadilan dan kekuatan daya ingat mereka. Mereka tidak bercacat sedikit pun.
Kedua, hadis yang sahih karena didukung oleh hadis lain. Perawi hadis seperti ini tidak diragukan kejujurannya, walaupun tingkat kecerdasan dan daya hafalnya beragam. Sebagian dari mereka ada yang mengalami cela. Tetapi di antara mereka tidak terdapat seorang pun yang tukang bid'ah, yang menjadi kafir lantaran bid'ahnya, seperti orang Rafidhah, yang moderat atau yang ekstrim.
Mahmud az-Zaby mengatakan tentu saja, sebagian dari mereka ada yang diduga penganut Syi'ah. Diduga, karena ia tidak menonjolkan ajaran Syi'ahnya, dan tidak menghalalkan dusta untuk menguatkan pendapat dan madzhabnya. la justru bersifat takwa, jujur, dan memelihara diri dari dusta. Karena itu, riwayat perawi seperti ini tentu saja bisa diterima. Ini demi mendapatkan hadits, menyebarkan sunnah, dan memberantas bid'ah.
1. Perawi hadis Rafidhah harus ma'shum. Maksudnya, harus imam yang ma'shum.
2. Perawi hadis tidak perlu menyebutkan sanad atau silsilah periwayatan. Tetapi ia cukup berkata, "Rasulullah bersabda," tanpa menyebutkan sanad atau dari siapa dan dari siapa.
3. Kesepakatan turun-temurun dari para Imam yang Dua belas. Menurut kaum Rafidhah, apa saja yang diriwayatkan oleh salah seorang dari imam yang Dua belas, bukan keseluruhan mereka, itu sudah merupakan kesepakatan mereka semua. Alasannya, seorang imam adalah ma'shum, terbebas dari kesalahan.
Ketiga kriteria tersebut dipandang tidak sahih oleh ulama Sunni. Berikut ini ringkasan kriteria penerimaan riwayat hadis menurut ulama Suni, dengan perbedaan yang jelas.
1. Perawi hadis Suni harus bersifat adil, tsiqat, mempunyai daya-ingat yang kuat, dan tidak bersifat fasiq atau amoral. Perawi itu pun mesti mempunyai daya hafal yang cerdas, berjiwa sehat, tidak pelupa, serta bersifat, jujur, tidak mencampur hadits dengan yang bukan hadis.
2. Sanad atau silsilah perawi hadis harus bersambungan, tidak terputus-putus antara satu perawi dengan yang lain, di samping bahwa semuanya harus memenuhi kriteria tersebut di butir 1.
3. Setiap hadis tidak boleh tercela (syadz dan 'illat).
Menurut Mahmud az-Zaby, ketiga kriteria tersebut berbeda dari kriteria kaum Rafidhah. Kaum Rafidhah, bila diteliti, ternyata hanya menetapkan satu kriteria, yaitu 'Ishmah (bebas dari dosa), tanpa syarat lain. Dan itu berlaku bagi para imam. Adapun persyaratan ilmiah yang ditetapkan para ulama Suni, mereka tetapkan pada perawi maupun objek periwayatan, sehingga riwayatnya benar-benar sahih dan dapat diterima.
Anehnya, ternyata pencipta kriteria Sunni tersebut, yaitu Bukhari dan Muslim, justru menerima pula riwayat dari sebagian orang Syi'ah. Kenapa? menurut Mahmud az-Zaby, untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu memperhatikan keterangan berikut.
Bukhari dan Muslim tidak pernah meninggalkan kriteria tersebut dalam mempertimbangkan penerimaan setiap hadis yang mereka riwayatkan di dalam kitab sahih. Itu sebabnya mereka menerima hadis dari semua perawi yang adil dan kuat ingatannya. Betapa tidak, bukankah semua ulama telah bersepakat menyebut karya mereka dengan ash-Shahihayn?
Namun, ujar Mahmud az-Zaby, perlu diketahui bahwa hadis-hadis sahih itu terbagi dua.
Pertama, hadis yang dianggap sahih karena dirinya sendiri (yakni tanpa harus didukung oleh hadits lain). Kriteria ini berkaitan dengan latar belakang dan biografi perawi. Untuk yang ini, Imam Bukhari telah merumuskannya.
Perawi-perawi pada hadis jenis pertama ini adalah orang-orang yang tidak diragukan keadilan dan kekuatan daya ingat mereka. Mereka tidak bercacat sedikit pun.
Kedua, hadis yang sahih karena didukung oleh hadis lain. Perawi hadis seperti ini tidak diragukan kejujurannya, walaupun tingkat kecerdasan dan daya hafalnya beragam. Sebagian dari mereka ada yang mengalami cela. Tetapi di antara mereka tidak terdapat seorang pun yang tukang bid'ah, yang menjadi kafir lantaran bid'ahnya, seperti orang Rafidhah, yang moderat atau yang ekstrim.
Mahmud az-Zaby mengatakan tentu saja, sebagian dari mereka ada yang diduga penganut Syi'ah. Diduga, karena ia tidak menonjolkan ajaran Syi'ahnya, dan tidak menghalalkan dusta untuk menguatkan pendapat dan madzhabnya. la justru bersifat takwa, jujur, dan memelihara diri dari dusta. Karena itu, riwayat perawi seperti ini tentu saja bisa diterima. Ini demi mendapatkan hadits, menyebarkan sunnah, dan memberantas bid'ah.
(mhy)