12 Laporan Kritis tentang Kekejaman Israel Pasca-Intifadah Desember 1987

Kamis, 19 Oktober 2023 - 11:57 WIB
loading...
12 Laporan Kritis tentang Kekejaman Israel Pasca-Intifadah Desember 1987
Seidaknya tujuh kali sejak kelahiran intifadah Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi terkait kekejaman Israel. Foto/Ilustrasi: Ist
A A A
Intifadah yang meletus pada 9 Desember 1987 di Jalur Gaza dan Tepi Barat dengan melibatkan 1,7 juta orang Palestina yang hidup di bawah pendudukan sejak 1967 ditanggapi Israel dengan kejam. Setidaknya ada 12 laporan kritis lembaga dunia, termasuk PBB, tentang pelanggaran hak azasi manusia yang dilakukan Negeri Yahudi itu. Sayangnya, laporan itu tak menjadikan kebrutalan Israel mereda hingga kini.

Mantan anggota Kongres AS , Paul Findley (1921 – 2019), mengatakan taktik Israel ini, telah dikecam oleh hampir setiap organisasi hak-hak asasi manusia di dunia, oleh saksi-saksi individual, dan berulangkali oleh para anggota PBB, termasuk Amerika Serikat .

Berikut sebagian dari laporan kritis tentang kekejaman Israel pasca-pemberontakan rakyat Palestina yang hidup di daerah pendudukan itu.



1. Laporan UN Goulding Report, 21 Januari 1988. Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Permasalahan Politik Khusus, Marrack Goulding, melakukan penyelidikan pada awal 1988 dan menyimpulkan bahwa Israel melanggar secara luas hak-hak asasi manusia yang dijamin oleh Konvensi Jenewa Keempat yang berkaitan dengan Perlindungan Orang-orang Sipil pada Masa Perang, 12 Agustus 1949.

Israel terutama melanggar Artikel 33, hukuman kolektif; Artikel 47, usaha-usaha untuk mengubah status Jerusalem; Artikel 49, deportasi orang-orang Palestina dan pembangunan pemukiman di wilayah-wilayah pendudukan; dan Artikel 53, penghancuran harta kekayaan. Di samping itu, juga terdapat bukti pelanggaran Artikel 32, tindakan brutal terhadap penduduk sipil.

2. European Community Report, 8 Februari 1988. Keduabelas negara Masyarakat Eropa mengecam tindakan-tindakan keras Israel, dengan menyatakan bahwa mereka "sangat menyesalkan tindakan-tindakan represif Israel, yang merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional dan hak-hak asasi manusia."

Mereka mengatakan bahwa "tindakan-tindakan represif Israel harus dihentikan" dan mengungkapkan "keprihatinan besar Masyarakat Eropa atas situasi yang semakin memburuk."

3. Physicians for Human Rights Report, 11 Februari 1988. Suatu kelompok yang terdiri atas empat orang dokter Amerika, tiga dari Harvard dan satu dari City University, New York, mewakili para Dokter Pendukung Hak-hak Asasi Manusia, suatu kelompok pengamat mandiri di Boston, melaporkan setelah kunjungan satu minggu ke wilayah-wilayah itu bahwa Israel telah melepaskan "wabah kekerasan tanpa kendali oleh angkatan bersenjata dan polisi."



Para dokter itu mengatakan bahwa riset mereka mengenai orang-orang Palestina yang terluka menunjukkan bahwa sebagian besar luka-luka itu diakibatkan oleh tindak kekerasan sistematis oleh pasukan Israel. Para dokter itu juga mengatakan bahwa banyak pukulan yang secara sengaja dimaksudkan untuk mematahkan tangan, lengan, dan kaki.

4. Medical and Human Rights Group Report, 30 Mei 1988. Para dokter Palestina, pejabat-pejabat PBB, dan wakil-wakil dari Amnesti Internasional melaporkan bahwa penggunaan gas air mata secara luas dan sembarangan oleh pasukan Israel telah melukai 1.200 orang Palestina dan menyebabkan berlusin-lusin keguguran kandungan serta sebelas kematian sejak awal pemberontakan.

Kelompok itu menuduh bahwa terdapat kasus-kasus yang terdokumentasi dengan baik di mana pasukan Israel menembakkan gas air mata ke dalam rumah-rumah, ruang-ruang tertutup, dan rumah sakit-rumah sakit.

5. Amnesty International Report, 17 Juni 1988. AI mengeluarkan laporan khusus yang mengecam penggunaan amunisi secara luas oleh pasukan Israel yang mengakibatkan terbunuhnya kaum wanita, anak-anak di bawah usia empat belas tahun, dan orang-orang tua. Sebagian dari mereka yang mati itu tidak sedang terlibat dalam demonstrasi kekerasan ketika terbunuh.

Laporan itu mengatakan bahwa ada "bukti yang menyarankan bahwa otoritas Israel pada tingkat tinggi telah secara aktif membiarkan atau malah mendorong digunakannya amunisi dan kekerasan yang tidak masuk akal."

6. UN General Assembly Condemnation, 3 November 1988. Majelis Umum PBB mengumpulkan suara 130 lawan 2 untuk mengecam Israel karena telah "membunuh dan melukai orang-orang Palestina yang tidak dapat membela diri" dan menyatakan "sangat menyesalkan" tindakan Israel yang mengabaikan resolusi-resolusi PBB sebelumnya yang mengecam aksi-aksi semacam itu. Amerika Serikat dan Israel sajalah yang memberi suara tidak setuju.



7. UN General Assembly Condemnation, 20 April 1989. Majelis Umum PBB mengecam pelanggaran-pelanggaran atas hak-hak asasi manusia yang dilakukan Israel dan menuntut agar Israel menghentikan tembakan-tembakan dan pembatasan-pembatasan peribadatan di Tepi Barat dan jalur Gaza yang telah diduduki. Hasil suaranya adalah 129 berbanding 2, dengan hanya Amerika Serikat dan Israel memberikan suara menentang.

8. Private Witness Report, 2 Maret 1990. Dr Martin Rubenberg, seorang dokter praktik di Florida, bekerja sebagai sukarelawan di Jalur Gaza pada 1989 dan mendapati bahwa Israel mencegah pemberian pelayanan kesehatan yang layak untuk orang-orang Palestina.

Dia melaporkan: "Halangan birokratis digunakan untuk membatasi pelayanan kesehatan... Fasilitas-fasilitas radio, termasuk radio panggil para dokter, dilarang... Pelayanan kesehatan juga dibatasi oleh otoritas Israel ketika mereka mencegah kembalinya para dokter Palestina yang telah mendapat latihan di luar negeri.

Tidak adanya pelayanan yang memadai, jam malam yang berkelanjutan, seringnya dikenakan jam malam selama 24 jam berhari-hari atau berminggu-minggu, penutupan militer dan peraturan-peraturan yang melarang para penduduk Gaza untuk bermalam di Israel, semuanya menambah kesakitan, penderitaan, melemahkan tenaga dan daya tahan para pasien Palestina."

9. Jimmy Carter Report, 19 Maret 1990. Mantan Presiden Carter mengadakan perjalanan ke Israel pada awal 1990 dan berkata: "Yang sedang kita bicarakan adalah sebuah pemerintahan otoriter, yang berkuasa, yang merampas hak-hak asasi mendasar rakyat [Palestina] yang berada di bawah kekuasaannya."



Dia menambahkan: "Hampir tidak ada satu keluarga pun yang hidup di Tepi Barat dan Gaza yang salah satu anggota keluarga laki-lakinya tidak dipenjarakan oleh pihak militer... Ada kira-kira 650 orang Palestina yang terbunuh akibat sering ditembakkannya senjata api oleh militer yang tidak berada dalam situasi terancam, dan mereka juga menghancurkan rumah-rumah dan menempatkan orang-orang di penjara-penjara tanpa diadili."

10. Middle East Watch, 25 Juli 1990. Organisasi hak-hak asasi manusia AS itu mendapati bahwa peraturan-peraturan Israel yang mengatur penggunaan senjata api "terlalu permisif" dan mendesak untuk diubah "agar dapat mengurangi jumlah orang-orang Palestina yang terbunuh dengan cara yang tidak dapat dibenarkan di tangan pasukan Israel." Laporan itu mengecam kegagalan Israel untuk menghukum para serdadu yang melakukan pembunuhan-pembunuhan ilegal.

11. Secretary General of the United Nations Report, 1 November 1990. Sekretaris Jenderal PBB, Javier Perez de Cuellar, mengusulkan agar Dewan Keamanan melibatkan dirinya secara langsung untuk menemukan suatu cara melindungi orang-orang Palestina yang hidup di bawah pendudukan Israel.

Salah satu usulan Perez de Cuellar adalah bahwa 164 penandatangan Konvensi Jenewa Keempat tahun 1949 tentang Perlindungan Orang-orang Sipil di Masa Perang hendaknya mengadakan pertemuan untuk membahas pelanggaran-pelanggaran hak-hak asasi manusia oleh Israel di wilayah-wilayah yang direbut pada 1967.



Dia mencatat bahwa "Ketetapan hati orang-orang Palestina untuk menjalankan intifadah merupakan bukti penolakan mereka terhadap pendudukan dan komitmen mereka untuk melaksanakan hak-hak politik mereka yang sah, termasuk penegasan diri...

Masalah yang kita hadapi sekarang adalah langkah-langkah praktis apakah yang sesungguhnya dapat diambil oleh masyarakat internasional untuk memastikan keselamatan dan perlindungan atas para penduduk sipil Palestina yang hidup di wilayah pendudukan Israel.

Jelas sudah, banyaknya imbauan --entah oleh Dewan Kemanan, oleh saya sendiri sebagai Sekretaris Jenderal, oleh Negara-negara Anggota, maupun oleh ICRC [Komite Internasional Palang Merah]... kepada pihak berwenang di Israel untuk mematuhi kewajiban-kewajiban mereka dalam Konvensi Jenewa Keempat tidak pernah efektif."29 Israel menganggap laporan itu "berat sebelah" dan Amerika Serikat tidak menunjukkan minat untuk menyelesaikan masalah itu.

12. United Nations Condemnation, 6 Januari 1992. Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat mengeluarkan sebuah resolusi yang "dengan keras mengecam keputusan Israel, kekuatan pendudukan, untuk melakukan deportasi para penduduk sipil Palestina" yang melanggar Konvensi Jenewa Keempat. Resolusi itu mengacu pada tanah-tanah yang diduduki oleh Israel sebagai "wilayah-wilayah Palestina... termasuk Yerusalem.

Ini adalah untuk ketujuh kalinya sejak kelahiran intifadah Dewan Keamanan mengeluarkan resolusi yang mendesak Israel untuk tidak mendeportasikan orang-orang Palestina atau yang menyesalkan deportasi-deportasi semacam itu; Amerika Serikat memberi suara abstain dalam tiga resolusi sebelumnya. Ini adalah untuk keenam puluh delapan kalinya dewan itu mengeluarkan resolusi yang mengecam Israel.

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1400 seconds (0.1#10.140)