Kisah Yahudi Indonesia: Tumbuh Pesat setelah Tak Merahasiakan Identitas Mereka

Senin, 06 November 2023 - 14:01 WIB
loading...
Kisah Yahudi Indonesia: Tumbuh Pesat setelah Tak Merahasiakan Identitas Mereka
Rabbi Benjamin Meijer-Verbrugge bersama jemaahnya. Foto: Tablet
A A A
Yahudi tumbuh pesat di Indonesia pada masa penjajahan Belanda . Orang-orang Yahudi mulai menyembunyikan agamanya ketika pendudukan Jepang . Sebagian mereka pindah ke agama Kristen . Kini, mereka sudah tak lagi sembunyi-sembunyi.

Jumlah umat Yahudi di Indonesia tidak banyak. Laman majalah Yahudi, Tablet, menyebut hanya sekitar 500 orang. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat pesat seiring dengan mulai terbukanya orang-orang Yahudi menampakkan dirinya.

Pemimpin Persatuan Komunitas Yahudi Indonesia, Rabbi Benjamin Meijer-Verbrugge, menyebut kelompoknya beranggotakan 180 orang di seluruh negeri.

Meskipun ia mengidentifikasi diri sebagai Ashkenazi dan Ortodoks, organisasinya terbuka untuk semua tradisi dalam Yudaisme. “Kami juga menerima beberapa orang yang berpindah agama,” katanya. “Terutama dari umat Kristen.”



Di Cirebon ada Ezra Abraham. Lelaki 29 tahun ini termasuk dalam cabang Yahudi Indonesia Sephardic. Konon sejarah Sephardic dimulai sejak Yahudi Irak yang tiba di wilayah yang saat itu dikenal sebagai Hindia Belanda pada akhir tahun 1800-an atau awal tahun 1900-an.

Sekte ini dipimpin oleh Emma Mizrahie. Orang-orang Yahudi Irak ini bergabung dengan komunitas Yahudi yang sudah ada di Surabaya—yang terdiri dari orang-orang Yahudi berlatar belakang Belanda, Jerman, Portugis, Spanyol, dan Polandia—di bawah kepemimpinan Izaak Ehrenpreis dan Rechte Grunfeld.

Komunitas tersebut mendaftar ke pemerintah kolonial dengan nama Israelitische Gemeente van Soerabaia, Jawa Timur. Selanjutnya mereka membangun sinagoga pertama di kota tersebut pada tahun 1923. Namanya, Beth Shalom. Secara bertahap kaum Yahudi mengalami kemunduran setelah Perang Dunia II.

Organisasi komunal ini dibangkitkan kembali pada awal tahun 2000an. Tempatnya di Tondano, Sulawesi Utara, dengan nama Shaar Hashamayim Indonesia (Israelitische Gemeente Indonesie dalam bahasa Belanda). Kini komunal ini menjalankan satu-satunya sinagoga: Kahal Kadosh Shaar Hashamayim, yang mengikuti ritus Portugis dan Spanyol di bawah pengawasan Rabbi Yaakov Baruch.



Ayah Yahudi

Abraham, jauh dari dari Tondano. Ia tinggal di Cirebon, sebuah kota berpenduduk sekitar 340.000 jiwa di pantai utara Jawa Barat.

Berawal dari sebuah desa nelayan pada abad ke-15, desa ini kemudian menjadi pusat kekuasaan Kesultanan Cirebon, yang merupakan keturunan ibu Abraham. Sebagai kota pelabuhan di masa lalu, Cirebon menarik pemukim multietnis ke pantainya, termasuk Yahudi, Tiongkok, dan Arab.

Abraham lahir dari pasangan ayah Yahudi dan ibu Muslim. Setelah dibesarkan sebagai seorang Muslim, ia memutuskan untuk pindah agama ke Yudaisme Reformasi pada tahun 2012. Tiga tahun lalu, ia kembali ke akar Sephardic dari nenek moyang ayahnya, yang berimigrasi ke Indonesia pada awal tahun 1900-an.

“Hidup mungkin akan lebih mudah jika saya memilih tetap menjadi Muslim setelah ibu saya, namun panggilan leluhur lebih kuat,” ujarnya terkekeh.



Ayahnya, Frederick Ludwijk Patty, masih hidup tetapi seorang agnostik. Kedua orang tuanya menyetujui keputusannya untuk pindah agama. Abraham kini memiliki saudara kandung yang beragama Kristen dan Muslim. "Ini adalah keluarga multi-agama," katanya.

Abraham adalah satu-satunya orang Yahudi di kampung halamannya. Ia sekarang bertemu dengan saudara-saudara Sephardicnya di Tondano dan Jakarta untuk beribadah bersama jika memungkinkan.

Berisiko

Sebagai seorang aktivis pluralisme agama, Abraham selama beberapa tahun terakhir telah muncul di acara bincang-bincang dan podcast untuk mewakili orang-orang Yahudi di Indonesia—sesuatu yang tidak terpikirkan hingga saat ini.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1670 seconds (0.1#10.140)