Kisah Sang Raja dan Pemuda yang Jujur
loading...
A
A
A
Ada sebuah kisah motivasi yang dapat kita petik hikmahnya diceritakan oleh Ustaz Rikza Maulan (Direktur Institut for Islamic Studies dan Development Jakarta). Walaupun kisah ini bukan hadis atau riwayat dari salafuna shaleh, namun sebagaimana disabdakan Rasulullah SAW : "Kalimat hikmah adalah barang seorang mukmin yang hilang, maka dimana saja ia menemukannya ia lebih berhak untuk mengambilnya." (HR. Ibnu Majah dari sahabat Abu Hurairah RA)
Alkisah, ada seorang raja yang sudah memasuki usia senja dan ingin mencari penggantinya. Berbeda dengan kebiasaan di masa itu, ia tak menunjuk anak-anaknya maupun pembantu terdekatnya untuk menggantikannya menjadi raja. Sang Raja memiliki cara berbeda, karena ia menginginkan penggantinya kelak merupakan orang yang benar-benar jujur dan kompeten menjadi seorang raja. ( )
Suatu ketika, sang Raja memanggil seluruh pemuda yang berada di negeri itu, dan berpidato di hadapan mereka. "Aku akan mengadakan sayembara. Kalian semua akan mendapatkan sebuah biji. Tanamlah biji ini, rawatlah, dan kembalilah setahun lagi dengan tanaman kalian masing-masing. Bagi yang memiliki tanaman terbaik, akan langsung ku tunjuk menjadi raja menggantikanku," ujar Sang Raja .
Mendengar pengumuman Sang Raja , semua pemuda antusias untuk merawat biji tersebut sebaik-baiknya. Seorang pemuda bernama Shabri terlihat sangat antusias. Ia menanam biji itu, dan menyiramainya setiap hari sepenuh hati. Hari demi hari ia jalanani, tapi sampai sebulan berlalu, dari biji yang ia tanam itu belum tumbuh apa-apa.
Bahkan bulan pun berganti bulan, hingga setelah enam bulan ketika para pemuda lainnya mulai membicarakan tanaman mereka yang tumbuh dengan tinggi dan bagusnya. Bahkan sebagian sudah ada yang mengeluarkan buah, namun yang terjadi pada Shabri, biji yang ditanamnya tak kunjung menampakkan tanda-tanda tumbuh megeluarkan batang dan cabang. Hatinya pun mulai gusar dan gelisah.
Tanpa terasa, setahun berlalu. Semua pemuda diminta membawa tanamannya kepada Sang Raja . Mereka pun sangat antusias datang ke Istana membawa hasil tanamannya yang diletakkan di pot-pot yang agak besar. Masing-masing mereka saling membanggakan hasil tanamannya. Hal ini berbeda dengan biji yang ditanam Shabri, yang tidak menghasilkan apapun dari biji yang ditanamnya tersebut.
Oleh karenanya, ia pun enggan untuk datang menghadap Sang Raja . Namun ibunya mendorongnya untuk pergi dan berbicara apa adanya kepada Sang Raja. Karena apapun hasilnya, itu merupakan amanah dari Sang Raja, yang harus ia "tunaikan" dan ia pertanggung jawabkan kepada sang Raja.( )
Akhirnya setelah beristikharah cukup panjang, ia pun berangkat ke Istana dengan tujuan mempertanggungjawabkan hasil kerjanya kepada Sang Raja, dengan membawa pot yang masing- kosong tanpa ada satu tangkai tanaman pun yang tumbuh di pot tersebut. Kedatangannya disambut dengan cemoohan, ejekan dan olokan para pemuda lainnya. Shabri hanya terdiam dan berusaha menenangkan diri, seraya memperbanyak istighfar kepada Allah Ta'ala.
Tak lama kemudian, Raja muncul dan mulai memeriksa hasil tanaman seluruh pemuda. Beliau mengungkapkan: "Kerja kalian bagus, tanaman kalian bukan main indahnya. Dan tibalah saatnya bagiku sekarang untuk menunjuk seorang dari kalian untuk menjadi raja yang baru." Mendengar itu, semua pemuda berharap agar dirinya lah yang akan ditunjuk oleh Sang Raja, untuk menggantikannya.
Suasana menjadi sepi dan senyap. Semua terdiam, menantikan kata-kata yang akan keluar dari Sang Raja . Tiba-tiba Raja memanggil Shabri yang berada di barisan paling belakang. Mendengar namanya dipanggil, Shabri panik, "Jangan-jangan aku akan dihukum karena tidak mampu merawat biji yang diamanahkan Raja kepadaku," gumamnya.
Suasana pun tiba-tiba berubah menjadi riuh rendah penuh dengan ejekan dan cemoohan hadirin yang menyaksikan pot Shabri yang kosong melompong. Tanpa sebatang tangkaipun yang tumbuh dari biji yang ditanamnya.
Raja tiba-tiba berteriak: "Diam semuanya!" Semua pemuda tertegun. Raja kemudian menoleh kepada Shabri, dan kemudian beliau mengumumkan, "Inilah Raja kalian yang baru!". Semua terkejut. Bagaimana mungkin orang yang gagal yang menjadi raja?
Menyadari keheranan mereka, Raja kemudian melanjutkan: "Setahun yang lalu aku memberi kalian sebuah biji untuk ditanam. Tapi yang kuberikan kepada kalian adalah biji yang sudah direbus terlebih dahulu. Dan oleh karenanya pasti tidak akan pernah dapat tumbuh. Dan ternyata kalian semua telah menggantinya dengan biji yang lain".
"Hanya Shabrilah satu-satunya pemuda yang tidak mengganti dengan biji yang lain. Shabri telah bersikap jujur, terhadap amanah yang aku embankan kepadanya," kata Sang Raja.
"Dan aku menginginkan penggantiku kelak adalah orang yang memiliki kejujuran dan keberanian. Jujur karena tidak mengganti biji dariku dengan biji lainnya. Berani, karena berani datang ke Istana untuk membawa pot dengan biji yang kuberikan, meskipun tidak tumbuh apapun daripadanya. Karena itulah, dia aku angkat menjadi Raja mengganti kedudukanku".
Demikian kisah sang Raja dan pemuda yang jujur. Ada hikmah besar dalam kisah di atas betapa kejujuran merupakan mahkota kebaikan. Semoga kita diberi taufik agar termasuk golongan yang jujur . ( )
Wallahu Ta'ala A'lam
Alkisah, ada seorang raja yang sudah memasuki usia senja dan ingin mencari penggantinya. Berbeda dengan kebiasaan di masa itu, ia tak menunjuk anak-anaknya maupun pembantu terdekatnya untuk menggantikannya menjadi raja. Sang Raja memiliki cara berbeda, karena ia menginginkan penggantinya kelak merupakan orang yang benar-benar jujur dan kompeten menjadi seorang raja. ( )
Suatu ketika, sang Raja memanggil seluruh pemuda yang berada di negeri itu, dan berpidato di hadapan mereka. "Aku akan mengadakan sayembara. Kalian semua akan mendapatkan sebuah biji. Tanamlah biji ini, rawatlah, dan kembalilah setahun lagi dengan tanaman kalian masing-masing. Bagi yang memiliki tanaman terbaik, akan langsung ku tunjuk menjadi raja menggantikanku," ujar Sang Raja .
Mendengar pengumuman Sang Raja , semua pemuda antusias untuk merawat biji tersebut sebaik-baiknya. Seorang pemuda bernama Shabri terlihat sangat antusias. Ia menanam biji itu, dan menyiramainya setiap hari sepenuh hati. Hari demi hari ia jalanani, tapi sampai sebulan berlalu, dari biji yang ia tanam itu belum tumbuh apa-apa.
Bahkan bulan pun berganti bulan, hingga setelah enam bulan ketika para pemuda lainnya mulai membicarakan tanaman mereka yang tumbuh dengan tinggi dan bagusnya. Bahkan sebagian sudah ada yang mengeluarkan buah, namun yang terjadi pada Shabri, biji yang ditanamnya tak kunjung menampakkan tanda-tanda tumbuh megeluarkan batang dan cabang. Hatinya pun mulai gusar dan gelisah.
Tanpa terasa, setahun berlalu. Semua pemuda diminta membawa tanamannya kepada Sang Raja . Mereka pun sangat antusias datang ke Istana membawa hasil tanamannya yang diletakkan di pot-pot yang agak besar. Masing-masing mereka saling membanggakan hasil tanamannya. Hal ini berbeda dengan biji yang ditanam Shabri, yang tidak menghasilkan apapun dari biji yang ditanamnya tersebut.
Oleh karenanya, ia pun enggan untuk datang menghadap Sang Raja . Namun ibunya mendorongnya untuk pergi dan berbicara apa adanya kepada Sang Raja. Karena apapun hasilnya, itu merupakan amanah dari Sang Raja, yang harus ia "tunaikan" dan ia pertanggung jawabkan kepada sang Raja.( )
Akhirnya setelah beristikharah cukup panjang, ia pun berangkat ke Istana dengan tujuan mempertanggungjawabkan hasil kerjanya kepada Sang Raja, dengan membawa pot yang masing- kosong tanpa ada satu tangkai tanaman pun yang tumbuh di pot tersebut. Kedatangannya disambut dengan cemoohan, ejekan dan olokan para pemuda lainnya. Shabri hanya terdiam dan berusaha menenangkan diri, seraya memperbanyak istighfar kepada Allah Ta'ala.
Tak lama kemudian, Raja muncul dan mulai memeriksa hasil tanaman seluruh pemuda. Beliau mengungkapkan: "Kerja kalian bagus, tanaman kalian bukan main indahnya. Dan tibalah saatnya bagiku sekarang untuk menunjuk seorang dari kalian untuk menjadi raja yang baru." Mendengar itu, semua pemuda berharap agar dirinya lah yang akan ditunjuk oleh Sang Raja, untuk menggantikannya.
Suasana menjadi sepi dan senyap. Semua terdiam, menantikan kata-kata yang akan keluar dari Sang Raja . Tiba-tiba Raja memanggil Shabri yang berada di barisan paling belakang. Mendengar namanya dipanggil, Shabri panik, "Jangan-jangan aku akan dihukum karena tidak mampu merawat biji yang diamanahkan Raja kepadaku," gumamnya.
Suasana pun tiba-tiba berubah menjadi riuh rendah penuh dengan ejekan dan cemoohan hadirin yang menyaksikan pot Shabri yang kosong melompong. Tanpa sebatang tangkaipun yang tumbuh dari biji yang ditanamnya.
Raja tiba-tiba berteriak: "Diam semuanya!" Semua pemuda tertegun. Raja kemudian menoleh kepada Shabri, dan kemudian beliau mengumumkan, "Inilah Raja kalian yang baru!". Semua terkejut. Bagaimana mungkin orang yang gagal yang menjadi raja?
Menyadari keheranan mereka, Raja kemudian melanjutkan: "Setahun yang lalu aku memberi kalian sebuah biji untuk ditanam. Tapi yang kuberikan kepada kalian adalah biji yang sudah direbus terlebih dahulu. Dan oleh karenanya pasti tidak akan pernah dapat tumbuh. Dan ternyata kalian semua telah menggantinya dengan biji yang lain".
"Hanya Shabrilah satu-satunya pemuda yang tidak mengganti dengan biji yang lain. Shabri telah bersikap jujur, terhadap amanah yang aku embankan kepadanya," kata Sang Raja.
"Dan aku menginginkan penggantiku kelak adalah orang yang memiliki kejujuran dan keberanian. Jujur karena tidak mengganti biji dariku dengan biji lainnya. Berani, karena berani datang ke Istana untuk membawa pot dengan biji yang kuberikan, meskipun tidak tumbuh apapun daripadanya. Karena itulah, dia aku angkat menjadi Raja mengganti kedudukanku".
Demikian kisah sang Raja dan pemuda yang jujur. Ada hikmah besar dalam kisah di atas betapa kejujuran merupakan mahkota kebaikan. Semoga kita diberi taufik agar termasuk golongan yang jujur . ( )
Wallahu Ta'ala A'lam
(rhs)