Kisah Penaklukan Baitul Maqdis, Haekal: Bukan Dilakukan Abu Ubaidah

Kamis, 07 Desember 2023 - 15:48 WIB
loading...
Kisah Penaklukan Baitul...
Haekal menjelaskan yang memimpin pasukan kala itu adalah Amr bin As. Jadi bukan Abu Ubaidah atau Khalid bin Walid. Ilustrasi: Ist
A A A
Muhammad Husain Haekal mencoba meluruskan pendapat yang menganggap bahwa penaklukan Al-Quds atau Baitul Maqdis dilakukan tanpa perlawanan umat Kristen . Dia juga menjelaskan yang memimpin pasukan kala itu adalah Amr bin As . Jadi bukan Abu Ubaidah bi Jarrah bukan pula Khalid bin Walid .

"Kita juga harus menyingkirkan cerita yang mengatakan bahwa kota itu telah dikepung oleh Khalid bin Walid atau oleh Abu Ubaidah bin Jarrah atau oleh keduanya, seperti yang disebutkan oleh Tabari, Ibn Asir, Ibn Kasir dan yang lain," tulis Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Al-Faruq Umar" yang diterjemahkan Ali Audah menjadi " Umar bin Khattab , Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu" (Pustaka Litera AntarNusa, 2000).



Tabari mengatakan: “Sebab datangnya Umar ke Syam karena Abu Ubaidah telah mengepung Baitulmukadas, dan meminta kepada penguasanya agar mengadakan perdamaian seperti perdamaian kota-kota di Syam, dan yang akan bertindak melaksanakan perjanjian itu Umar bin Khattab. Maka ia pun menulis surat kepadanya dan dengan demikian berangkatlah Umar dari Medinah.”

Menurut Haekal, cerita semacam ini dapat kita kesampingkan karena Abu Ubaidah dan Khalid ketika mengepung Baitulmukadas sedang sibuk membebaskan Hims, Halab dan Antakiah, dan menaklukkan kota-kota lain di dekatnya. Ketika itu Heraklius berada di depannya di kota Ruha sedang mengerahkan pasukan untuk mengusir mereka mundur.

Semua peristiwa itu, seperti juga pengepungan kota Baitulmukadas, terjadi dalam tahun 15 Hijri (535 M). Dan rupanya pengepungan itu berlarut-larut sampai beberapa bulan dalam tahun itu juga, dan sementara itu kedua panglima tersebut sedang menyusup jauh ke utara Suriah sehingga memaksa Heraklius pergi ke ibu kota kerajaannya di Bosporus.

"Jika demikian keadaannya, maka pendapat yang mengatakan bahwa salah seorang dari mereka atau keduanya mengepung kota Baitulmukadas, tidak mendukung, dan harus kita singkirkan," ujar Haekal.



Aelia Capitolina

Yerusalem sampai tahun 638 Masehi menyandang nama Aelia Capitolina. Ketika tentara Muslim menaklukan kota tersebut mengganti namanya menjadi Iliyā'.

Muhammad Husain Haekal mengatakan Aelia ini terletak di daerah pegunungan selatan Palestina, yang sejak dulu sudah dijadikan benteng yang kuat sekali dan dari segi strategi perang sangat penting.

"Orang-orang Mesir dahulu sangat mengandalkannya dalam menangkis musuh yang berusaha turun dari arah itu. Kota ini di bawah Mesir pernah memberontak dan lepas, dan setelah itu sering kembali lagi," tulis Haekal.

Di masa Nabi Daud dan Nabi Sulaiman berdiri lepas dari Mesir dan Nabi Sulaiman mendirikan Kuilnya di tempat ini. Kemudian Kuil dan kota Aelia seluruhnya terbakar tatkala dalam abad ke-6 SM Persia menyerbu Palestina. Kemudian Kuil itu dibangun kembali, yang oleh orang-orang Yahudi dijadikan rumah ibadah mereka dan sebagai tempat suci dalam upacara-upacara keagamaan.

Bangunan dan benteng-bentengnya diperkuat dan dijadikan benteng yang dapat bertahan atas serbuan pihak Rumawi dalam abad pertama sebelum Masehi. Ketika Herodotus dari pihak Roma menguasai Palestina, Kuil itu dirobohkan.



Kemudian dibangun lagi dengan meninggikan tiang-tiangnya dan dibuat demikian rupa sehingga lebih megah dan lebih kuat dari Kuil yang lama.

Sesudah agama Kristen kuat di Palestina lambat laun Kuil itu terbengkalai hingga akhirnya hanya menjadi puing-puing. Walaupun begitu, kota suci ini tetap mengandalkan letaknya yang strategis dan benteng-bentengnya yang kukuh. Tatkala dalam abad ke-7 M. Persia menyerangnya, mereka tak mampu mendobrak pintu-pintu kota itu.

Tetapi sesudah dikepung selama delapan belas hari, terpaksa menyerah juga. Sesudah Heraklius kemudian merebutnya kembali, orang-orang Yahudi menjadi sasaran penyiksaan, pembunuhan, pengejaran dan pengusiran, karena mereka dituduh membantu Persia ketika datang menyerbu dan menjadi penunjuk jalan ke tempat-tempat rahasia dalam kota.

Gambaran selintas tentang sejarah Baitulmukadas ini, kata Haekal, menghapus cerita yang mengatakan bahwa kota itu tidak mengadakan perlawanan kepada pasukan Muslimin.



Panglima Perang Romawi, Atrabun, dikisahkan menarik diri begitu ada berita tentang perjalanan mereka ke sana, dan bahwa Uskup Agung Severmus tak lama setelah Amr bin As sampai di tembok kota ia mengutus orang untuk mengadakan perdamaian dengan permintaan agar dihadiri oleh Amirulmukminin dan dia sendiri yang membuat perjanjian itu.

"Kita sudah melihat bagaimana kota itu sepanjang sejarah mengadakan perlawanan menghadapi setiap penyerbuan. Bagaimana ia mengadakan perlawanan terhadap Persia dua puluh tahun sebelum kedatangan Muslimin ke sana," tulis Haekal.

Tatkala itu Persia telah mendapat kemenangan dalam Perang dengan pihak Romawi di Syam dan di tempat-tempat lain, seperti kemenangan yang diperoleh pihak Muslimin dalam melawan mereka di Yarmuk, Damsyik, Fihl dan Ajnadain.

Pihak Persia tak dapat menaklukkan kota suci itu tanpa ada perlawanan. Jadi wajar sekali pihak Muslimin pun akan mendapat perlawanan seperti yang dialami Persia.

Haekal mengatakan wajar saja dalam keadaan demikian ia akan mengadakan perlawanan terhadap pasukan Muslimin seperti halnya terhadap pasukan Persia, dan akan mempercayai cerita yang mengatakan bahwa mereka mengepungnya selama berbulan-bulan sebelum meminta damai, dan akan menggugurkan pendapat yang mengatakan bahwa kota itu menyerah dengan damai tanpa perlawanan.

(mhy)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2969 seconds (0.1#10.140)