Kisah Amr bin As Nyaris Terbunuh Saat Pembebasan Al-Aqsha

Rabu, 06 Desember 2023 - 05:15 WIB
loading...
Kisah Amr bin As Nyaris Terbunuh Saat Pembebasan Al-Aqsha
Kalau Atrabun tahu bahwa yang mengajaknya bicara itu Amr pasti ia akan dijadikan tawanannya, dan tidak akan dilepaskan. Ilustrasi: Ist
A A A
Kisah Amr bin As nyaris terbunuh saat perang pembebasan Al-Aqsha di Yerusalem dikisahkan Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Al-Faruq Umar" yang diterjemahkan Ali Audah menjadi " Umar bin Khattab , Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu" (Pustaka Litera AntarNusa, 2000).

Dikisahkan, pada permulaan pemerintahan Umar bin Khattab pasukan Muslimin telah mendapat kemenangan di Yarmuk. Sisa-sisa pasukan Romawi sudah lari dari sana ke Fihl dan berkumpul di sana.

Panglima Perang Abu Ubaidah bin Jarrah mengirim Abu al-A’war as-Sulami untuk menghadapinya. Ia pergi ke Damsyik dan tinggal bersama pasukannya di sebelah sisa-sisa tentara pelarian serta mereka yang bergabung ke sana bersama bala bantuan yang dikirimkan Heraklius ke Fihl.

Sesudah kaum Muslimin membebaskan Damsyik, Abu Ubaidah, Khalid bin Walid , Amr bin As dan Syurahbil bin Hasanah kembali dan mengepung pasukan Romawi di Fihl sampai mereka dapat ditaklukkan.



Kemudian pasukan muslim menguasai Tabariah dan Baisan lalu berhenti di pintu gerbang Palestina. Ketika itulah Abu Ubaidah dan Khalid bin Walid pergi ke Hims melaksanakan perintah Umar, dengan meninggalkan Amr bin As dan Syurahbil bersama angkatan bersenjata yang dipimpinnya untuk menaklukkan Palestina.

Abu Ubaidah berhasil membebaskan Hims, dan dari sana pasukan Muslimin meneruskan perjalanan ke Hamat, lalu ke Halab kemudian Antakiah terus ke utara Syam dan selatan Qilqiah dengan disertai kemenangan terus-menerus.

"Tak ada jalan lain buat Heraklius ia harus lari ke Konstantinopel, dengan mengucapkan selamat tinggal yang terakhir kepada Suriah," tulis Haekal.

Atrabun

Tatkala Abu Ubaidah dalam perjalanan kemenangannya di utara Syam, Amr bin As dan Syurahbil bin Hasanah sedang menghadapi angkatan bersenjata Romawi yang sedang berkumpul di Palestina dan sedang berusaha hendak menaklukkannya.

"Tetapi ini tidak mudah," ujar Haekal. "Kekuatannya sangat besar dengan jumlah personel dan perlengkapan yang tidak sedikit, dipimpin oleh Atrabun, panglima besar Romawi yang paling banyak pengalamannya," lanjutnya.

Ia berpendapat pasukannya di beberapa tempat tidak akan dipisah-pisahkan, supaya hanya satu komando di bawah pimpinannya, dan supaya kemenangan Arab atas beberapa kekuatannya itu tidak akan membuat lemah anggota pasukannya yang lain.



Menurut Haekal, karena itu ia menempatkan sebuah pasukan besar di Ramlah, dan pasukan serupa ditempatkan di Ailea.

Garnisun-garnisunnya dibiarkan di Gaza, di Sabastiah (Samaria, Sebaste), Nablus, Lad dan Jaffa. Mereka tinggal menunggu kedatangan pasukan Arab, dengan penuh kepercayaan akan dapat mengalahkan dan membuatnya porak-poranda.

Amr bin As sadar benar akan gentingnya situasi. Dia melihat kalau dia menghadapi Atrabun (Tribunus) dengan seluruh pasukannya dan kekuatan pihak Romawi yang lain sudah bergabung, ia tak akan mampu; sebaliknya pihak Romawi yang mampu.

Amr pun menulis surat kepada Khalifah Umar bin Khattab. Khalifah memerintahkan Yazid bin Abi Sufyan agar mengerahkan saudaranya, Mu’awiah, untuk bergerak membebaskan Kaisariah, untuk mencegah datangnya bala bantuan kepada Atrabun dari jurusan laut melalui jalan itu.

Kaisariah adalah sebuah pelabuhan penting dengan letaknya yang kuat dijaga oleh kekuatan yang cukup besar. Mu’awiah berangkat dan mulai mengepungnya.

Mereka maju keluar menyongsongnya, tetapi dapat dipukul mundur dan mereka kembali ke benteng mereka. Sesudah terasa cukup lama, mereka keluar lagi dan dengan mati-matian berjuang memeranginya. Tetapi pasukan Muslimin menghajar mereka sehingga pertempuran itu menelan korban 80.000 orang tewas dari pihak mereka.

Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3172 seconds (0.1#10.140)