Imam Chirri Membandingkan Mukjizat Nabi Muhammad SAW dengan Nabi Isa dan Nabi Musa

Rabu, 03 Januari 2024 - 14:57 WIB
loading...
Imam Chirri Membandingkan Mukjizat Nabi Muhammad SAW dengan Nabi Isa dan Nabi Musa
Nabi Musa memiliki mukjizat tongkatnya bisa membelah lautan. Ilustrasi: Ist
A A A
Berikut ini adalah dialog Prof Dr Wilson H. Guertin dan Imam Muhammad Jawad Chirri yang dikutip dari buku yang diterjemahkan HM Ridho Umar Baridwan, SH berjudul "Dialog tentang Islam dan Kristen" (Alma'arif, 1981).

Imam Mohammad Jawad Chirri adalah seorang ulama dan dosen , kelahiran Lebanon . Beliau direktur dan Ketua Kerohanian di pusat Islam di Detroit, Amerika Serikat . Sedangkan Prof Dr Wilson H. Guertin adalah Ilmuwan terkemuka dalam ilmu jiwa (psychology).

Berikut petikan dialog tersebut:



Prof Wilson: Sejarah Nabi memberitahu kita bahwa pada umur 40 tahun, waktu dia sedang meditasi di Gua Hira, cahaya Tuhan menyinarkan padanya dan dia mendengar suara kebenaran. Pada saat itu datang perintah sebagai pesuruh Tuhan untuk manusia. Apa yang dikemukakan pada Muhammad di Gua Hira ?

Imam Chirri: Pesan di Hira menceritakan kepada Nabi yang baru itu kenyataan (kebenaran). Tentang kesanggupan (kekuasaan penciptaan, tentang kekuasaan mengubah gumpalan darah menjadi manusia

Dalam Kitab Suci Qur'an terbaca:

"Bacalah dengon nama Tuhan engkau yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhan engkau itu Maha Pemurah. Yang mengajarkan dengan pena (tulis baca). Mengajarkan kepada manusia apa yang belum diketahuinya." QS 96 : 1-5.

Prof Wilson: Nabi-nabi sebelum Muhammad, seperti Musa dan Isa diberi keajaiban dan kesaktian, sedangkan Muhammad tidak menunjukkan atau tidak menyandarkan pada kejadian-kejadian yang ajaib. Dia membuktikan kenabian dengan Qur'an.

Mengapa dia tidak menunjukkan keajaiban yang sama seperti Yesus (Isa) dan Musa ?



Imam Chrri: Ada dua alasan untuk membedakan antara keajaiban tipe Muhammad dengan keajaiban-keajaiban Nabi-nabi yang mendahuluinya:

1. Keajaiban Yesus dan Musa adalah benar dan sangat menarik perhatian, tetapi kenyataan menunjukkan bahwa meskipun mereka menunjukkan keajaiban, tetapi tidak membikin masyarakat pada waktu itu percaya kepada Nabi-nabi itu, atau mengikuti ajaran-ajarannya.

Sejarah menunjukkan Bani Israel tidak mengikuti Nabi Musa, walaupun dia sudah menunjukkan pada mereka seluruh keajaibannya.

Misalnya, setelah menyeberangi laut dengan berjalan kaki, mereka toh tidak setia kepada ajaran Musa. Setelah Musa pergi ke gunung untuk menerima perintah-perintah, sekembalinya malah mendapatkan Bani Israil tersesat dari jalan Tuhan.

Yesus (Isa) diikuti oleh sejumlah besar orang-orang, tetapi bila kegawatan datang, dia ditinggalkan sendirian, bahkan juga oleh murid-muridnya.

Rakyat, pada umumnya, tidak pernah bisa dibujuk oleh keajaiban-keajaiban untuk mengikuti ajaran-ajaran yang baik.



Bila mereka menyaksikan pertunjukan yang ajaib, sebagian besar mereka mengatakan bahwa pelaku-pelaku itu penipu-penipu dan tukang-tukang sihir.

Andaikata keanehan yang sama diulang pada waktu Muhammad, hal itu tidak akan mempunyai hasil lebih baik daripada yang sebelumnya.

Maka dari itu, cara menunjukkan keajaiban-keajaiban telah diganti.

2. Kelihatannya keanehan-keanehan (keajaiban-keajaiban) Musa dan Isa(Yesus) adalah sangat produktif. Kenyataannya, keajaiban Musa dan Isa bersifat tidak permanen. Tidak ada perbuatannya yang dapat dilihat dua kali, tidak ada perbuatannya yang langgeng. Membuat orang buta dapat melihat atau membuat orang mati hidup kembali memang suatu perbuatan yang ajaib, tetapi jika perbuatan itu hilang (tidak tampak lagi) maka orang pun tidak setia lagi. Segera setelah perbuatan keajaiban itu diselesaikan, maka hal itu akan menjadi sejarah. Orang-orang yang tidak melihat harus percaya pada saksi (kesaksian) dari orang-orang yang telah melihat hal itu.



Dengan Muhammad, hal ini berbeda. Dia adalah Nabi terakhir. Dia tidak dapat percaya pada setiap perbuatan yang ajaib, sebab tidak ada perbuatan keajaiban dapat berlangsung cukup lama hingga dapat dilihat oleh generasi-generasi berikut.

Memang dia harus percaya kepada beberapa keajaiban, tetapi keajaibannya harus dari jenis (tipe) yang berbeda. Yaitu keajaiban yang bisa diuji oleh generasi-generasi yang akan datang sama baiknya dengan pada masa keajaiban itu terjadi.

Pada suatu waktu bila tidak ada kamera atau film untuk merekam satu kejadian yang dapat disaksikan pada waktu yang berbeda-beda, kita tidak dapat membayangkan setiap jenis dari keajaiban apapun kecuali dengan ucapan.

Bila suatu ucapan dicatat di dalam sebuah buku, keunggulan itu dapat disaksikan dan diuji pada setiap saat dan pada setiap generasi. Bila itu tidak dapat ditandingi, itu akan ditinggal selamanya, dan keunggulannya dapat dikaji oleh seluruh generasi-generasi. Ini adalah jenis keajaiban yang pantas dipunyai seorang Nabi terakhir, dan itu sebabnya mengapa Muhammad dilengkapi dengan Kitab Suci Al-Qur'an sebagai suatu bukti dari kebenarannya.

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3080 seconds (0.1#10.140)