Hudhud Menuturkan pada Mereka tentang Kisah Syaikh San'an

Jum'at, 21 Agustus 2020 - 06:04 WIB
loading...
A A A
Bila ia mengangkat sesudut cadarnya, hati syaikh itu pun berkobar; dan seutas rambut saja mengikat pinggangnya dengan seratus zunnar layaknya. Tak dapat ia mengalihkan matanya dari gadis Nasrani ini, dan sedemikian besar cintanya hingga maksudnya terluncur dari tangannya. Kekufuran dari rambut si gadis menghamburkan diri pada keimanan Syaikh itu. Syaikh itu pun berseru, "O betapa hebat cinta yang kurasakan terhadapnya ini. Bila agama membebaskan kita, alangkah beruntungnya hati!"

( )

Ketika pengikut-pengikutnya mengerti apa yang telah terjadi dan mengetahui keadaan yang melibatnya, mereka pun pusing memikirkannya. Sebagian mulai menyadarkannya, tetapi ia tak mau mendengarkan. Ia hanya berdiri saja siang dan malam, matanya tertuju ke langkan dan mulutnya ternganga.

Bintang-bintang yang bersinar bagai lelampu meminjam panas dari orang suci yang terbakar hatinya ini. Cintanya tumbuh membesar hingga ia lupa diri. "O Rabbi," doanya, "dalam hidup hamba ini, hamba telah berpuasa dan menderita, tetapi belum pernah hamba menderita seperti ini; hamba dalam azab. Malam sepanjang dan sehitam rambutnya.

Di manakah lampu Surga? Adakah keluhan-keluhan hamba telah memadamkannya ataukah lampu itu menyembunyikan diri lantaran cemburu? Di manakah nasib baik hamba? Mengapakah ia tak menolong hamba mendapatkan cinta gadis itu? Di manakah akal budi hamba agar hamba dapat mempergunakan pengetahuan hamba?

Di manakah tangan hamba untuk menyucikan kepala hamba? Di manakah kaki hamba untuk berjalan mendapatkan kekasih hamba, dan mata hamba untuk melihat wajahnya? Di manakah kekasih hamba yang akan memberikan hatinya pada hamba? Apakah artinya cinta ini, duka ini, kepedihan ini?"

( )

Sahabat-sahabat syaikh itu datang lagi padanya. Seorang berkata, "Sadarlah Tuan dan enyahkan godaan ini. Berpeganglah pada diri Tuan sendiri dan lakukan sesuci yang ditetapkan."

Jawab syaikh itu, "Tidakkah kalian tahu bahwa malam ini aku telah melakukan seratus kali sesuci, dan dengan darah hatiku?"

Yang lain berkata, "Di manakah untaian tasbih Tuan? Bagaimana dapat Tuan berdoa tanpa itu?"

Jawabnya, "Telah kucampakkan untaian tasbihku agar aku dapat mengenakan zunnar orang Nasrani."

Yang lain lagi berkata, "O syaikh yang suci, bila Tuan berdosa lekaslah bertaubat."

"Aku bertaubat kini," jawabnya, "karena telah mengikuti hukum yang benar, dan aku hanya ingin meninggalkan hal yang bukan-bukan itu."

Seorang lagi berkata, "Tinggalkan tempat ini dan pergilah menyembah Tuhan."

Jawabnya, "Kalau saja patung pujaanku di sini, akan layaklah bagiku untuk bersujud di hadapannya."

Yang lain berkata, "Kalau demikian, Tuan tidak pula berusaha untuk bertaubat! Apakah Tuan bukan lagi pengikut Islam?"

Jawab Syaikh itu, "Tiada orang yang bertaubat lebih dari aku, merasa menyesal bahwa selama ini aku tak pernah bercinta."

Yang lain lagi berkata, "Neraka menunggu Tuan bila Tuan terus juga di jalan ini; jagalah diri Tuan, maka Tuan pun akan terhindar daripadanya."

Jawabnya, "Jika adalah neraka, maka itu hanyalah dari keluhan-keluhanku, yang akan mengisi tujuh neraka." ( )

Mengetahui bahwa kata-kata mereka tak membekas sedikit pun pada syaikh itu meskipun mereka memohon padanya sepanjang malam, maka mereka pun pergi. Sementara itu, pagi yang bagai orang Turki dengan pedang dan perisai emas memenggal kepala malam yang hitam sehingga dunia angan-angan pun mandi terang matahari. Syaikh itu, sebagai barang permainan cintanya, berkeliaran bersama anjing-anjing, dan sebulan lamanya duduk di jalan itu dengan harapan akan melihat wajah sang gadis. Debu ialah tempat tidurnya dan ambang pintu rumah gadis itu bantalnya.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2802 seconds (0.1#10.140)