Penaklukan Mesir: Kisah Pasukan Muslim Terpukau Keindahan Kota Iskandariah

Senin, 15 Juli 2024 - 13:40 WIB
loading...
Penaklukan Mesir: Kisah...
Kota ini merupakan pusat utama Kekristenan awal dan merupakan pusat Patriarkat Aleksandria, yang merupakan salah satu pusat utama Kekristenan di Kekaisaran Romawi Timur. Foto/Ilustrasi: National Geographic
A A A
Setelah bertempur selama 10 hari lebih di Kiryaun Mesir , pasukan Islam yang dipimpin Amr bin Ash , sukses memukul mundur pasukan Romawi ke Iskandariah atau Aleksandria. Pasukan muslim pun mengejarnya dan bersiap menaklukkan kota itu.

Iskandariah kota pelabuhan utama di Mesir, dan kota terbesar kedua di negara tersebut. Kala itu, kota ini merupakan kota termegah dari dunia Helenistik; menjadi nomor dua setelah Roma dalam luas dan kekayaan.

Kota ini merupakan pusat utama Kekristenan awal dan merupakan pusat Patriarkat Aleksandria, yang merupakan salah satu pusat utama Kekristenan di Kekaisaran Romawi Timur .



Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Al-Faruq Umar" dan diterjemahkan Ali Audah menjadi "Umar bin Khattab, Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu" (PT Pustaka Litera AntarNusa, 2000) menceritakan Amr bin Ash memimpin pasukan yang gagah berani itu hingga sampai ke Iskandariah tanpa menemui rintangan dalam perjalanannya.

Sesudah berada di dekat tembok kota, pasukan itu tertegun berdiri melihat segala yang di depannya. Damsyik bukan bandingannya! Baitulmukadas bukan bandingan! Juga Antakiah tak dapat pula dibandingkan! Bahkan dengan Mada'in, dengan segala istana Kisranya!

Orang-orang Arab pedalaman itu membuka mata lebar-lebar melihat indahnya pemandangan yang begitu mengagumkan, begitu mencekam hati dan pikiran mereka. Mereka berdiri tertegun sambil melemparkan pandangan mata ke kanan dan ke kiri, yang semuanya itu membuat mereka makin menganga terkagum-­kagum.

Di sebelah timur dan sebelah barat kota yang besar itu mereka melihat Laut Tengah yang membentang luas sejauh mata memandang. Langit yang jernih telah memantul di air yang biru sehingga dalam kejernihan dan kehalusannya air itu membawa warna langit, ditingkah pula oleh air yang selalu bergerak-gerak mengikuti gelombang yang saling bertaut, dan baru terpencar setelah sampai di pantai yang berpasir halus dan licin.



Pandangan mata itu kini berbalik dari laut ke kota yang besar itu. Alangkah cepatnya terlupakan laut dengan ombaknya yang dilihat begitu menakjubkan itu!

Mereka melihat pinggiran kota di depan mereka, kebun-kebun dan taman-taman bertebaran di sana sini, gedung-gedung dan biara-biara berdiri tegak di sela-sela hutan-hutan kecil dengan pohon-pohon besar, ada yang sedang berbuah dan yang tidak.

Di pinggiran kota itu berdiri pula tembok-tembok dan benteng-benteng sehingga segala tembok dan benteng yang dulu pernah mereka lihat semua tampak kecil.

Tidak lebih dari benteng Babilon yang dulu pernah membuat mereka tertegun di depannya, seolah merupakan salah satu dari kumpulan benteng besar-besar ini, yang sekarang berdiri di sekitar ibu kota yang indah itu. Semua itu bercerita tentang kekukuhan dan kuatnya pertahanan.

Tembok-tembok dan gedung-gedung yang karena sifat bangunannya, yang tampak di mata hanyalah bagian-bagian atasnya yang sudah dihiasi kubah-kubah yang diukir demikian teliti serta pilar-pilar yang menjulang tinggi, sebagian menopang kubah-kubah itu.



Orang yang melihat akan makin kagum dan takjub. Di celah-celah kubah-kubah itu tampak menjulur pula ke luar tugu-tugu yang lebih tinggi dari yang pernah mereka lihat di Ain Syams.

Mereka belum pernah melihat ada yang dapat dibandingkan selain di Mesir. Sementara itu mata mereka tertaut pada Gereja Santo Markus yang tegak berdiri di antara tugu-tugu di bawah penjagaan tulisan-tulisan jimat yang terukir di keempat dindingnya.

Gereja itu merupakan sebuah mutiara di tengah-­tengah bangunan itu, dibangun oleh para ahli bangunan yang mahir, yang mampu menuangkan segala bentuk keindahan ke dalamnya. Bila mereka mengalihkan pandangan mata ke sudut lain dalam kota, yang tampak adalah Kuil Sarapeum (Serapion) dengan langit-langitnya yang keemas-emasan membuat orang sangat terpesona. Tiang Diocletianus yang menjulang tinggi mengawasi benteng penjaga Kuil dan sekitarnya.

Jika pandangan dialihkan ke arah laut, maka yang tampak adalah menara Pharos yang seolah tersembul dari udara memberitahukan kepada setiap orang yang melihatnya bahwa ia termasuk Tujuh Keajaiban Dunia. Mata pasukan itu silih berganti melihat segala keajaiban itu.

Segala macam bangunan, patung, tugu, gereja, benteng dan tembok­-tembok, yang semuanya itu tampak makin indah. Tidak heran, karena Iskandariah masa itu merupakan kota dunia yang terindah.



Adakah pasukan yang gagah berani itu lalu mengendor dengan mengorbankan perjuangan untuk terus menyerbu dan menaklukkannya? Tidak! Allah telah memberi ganti dengan kemenangan kepadanya. Betapapun tembok-­tembok dan benteng-benteng itu kuat dan kukuhnya, mereka tak akan mundur.

Amr melihat pasukannya yang begitu terpesona dan bersemangat itu. Tetapi dia yang terkenal sangat berhati-hati tidak ragu-ragu memerintahkan yang di depan untuk menyerbu tembok dan benteng­-benteng kota itu.

Dalam perhitungannya, kekalahan Romawi di Kiryaun tentu sudah menimbulkan ketakutan dalam hati mereka yang mempertahankan kota Iskandariah, dan mereka yakin bahwa nasib mereka tidak akan lebih baik daripada nasib kawan-kawan mereka yang sudah lari terbirit-birit itu.

Di kalangan Muslimin, sedikit pun sudah tidak ragu bahwa kota yang hebat itu akan membuka pintu begitu mendapat serangan pertama.

Dengan mengumandangkan kalimat tauhid dan takbir mereka pun segera melaksanakan perintah itu.

Hal yang masih membahayakan mereka hanyalah batu-batu besar yang dilemparkan kepada mereka dari manjaniq yang dipasang di atas tembok-tembok kota. Soalnya pihak Romawi sudah yakin bahwa ketika mereka menarik diri dari Kiryaun pasukan Arab itu akan segera menyusul, dan semangat kemenangan itu akan membuat mereka kurang berhati-hati, dan akan langsung menyerang kota.



Oleh karena itu Theodorus menyuruh pasukannya masuk ke dalam benteng dan memerintahkan mengosongkan pinggiran kota. Pelempar-pelempar manjaniq itu ditempatkan di atas tembok-tembok untuk menghujani musuh yang datang dengan batu-batu besar.

Tetapi ketika melihat hujan batu itu Amr yakin bahwa pihak Romawi sudah mengadakan persiapan dan sudah bersiap-siap diri. Ia kembali waspada dan memerintahkan anak buahnya untuk berputar kembali ke belakang sasaran manjaniq. Di tempat itulah pasukannya berkemah dan ia sendiri mulai menyusun strategi baru.
(mhy)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2147 seconds (0.1#10.140)