Perang Salib I: Kisah Kekalahan Turki Seljuk Rum sehingga Memindahkan Ibu Kotanya
loading...
A
A
A
Perang Salib I berlangsung selama 3 tahun, yaitu dari tahun 1096-1099. Asal mula Perang Salib adalah permintaan Raja Alexios I Komnenos kepada Paus Urbanus II untuk membantu Byzantium dalam mengalahkan Turki Seljuk di Anatolia.
Jonathan Harris dalam bukunya berjudul "Byzantium and the Crusades" (London: Bloomsbury Academic, 2014) menyebut deklarasi suci didengungkan Paus Urbanus II pada 27 November 1095.
Dalam perang ini Turki Seljuk Rum kalah. Pasukan Salib merebut wilayah Nicaea sehingga Turki Seljuk Rum memindahkan pemerintahannya ke Konya.
Turki Seljuk Rum merupakan pemerintahan yang berdiri sendiri di bawah bendera Imperium Turki Seljuk. Turki Seljuk sendiri mempunyai wilayah yang sangat luas, yaitu dari Anatolia hingga Persia .
Turki Seljuk mempunyai rivalitas dengan Kerajaan Byzantium yang dari dulu ingin dikalahkan karena termotivasi akan runtuhnya Konstantinopel.
Selain Byzantium, Turki Seljuk mempunyai rivalitas dengan Kekhalifahan Fatimiyah dalam perebutan wilayah Syam. Imperium Turki Seljuk sendiri merupakan wilayah-wilayah dalam dunia Islam yang dikuasai oleh etnis Turki.
Tugas utama dari Turki Seljuk Rum adalah membendung serangan Byzantium di Anatolia.
Kemenangan pasukan Salib di Nicaea, membuat wilayah Byzantium bertambah luas karena sebagian wilayah di Anatolia dapat direbut kembali setelah dikuasai Islam.
Kemenangan tersebut juga menambah moral pasukan Salib untuk melanjutkan perjalanannya menuju Yerusalem. Poin terpenting dari Pertempuran Nicaea adalah Islam dapat dikalahkan.
Kekalahan pasukan Turki Seljuk Rum salah satunya karena memang jumlah pasukannya kurang dari sepertiga pasukan salib yang berjumlah 35.000 orang.
Pasukan Salib dari berbagai negara di Eropa terbentuk pada tahun 1096. Mereka ini sebelum ke Yerusalem, menuju Konstantinopel terlebih dahulu yang bertujuan untuk membantu Byzantium mengalahkan Turki Seljuk atas permintaan Kaisar Alexios I Komnenos.
Pasukan Salib menuju Konstantinopel melalui darat dan laut. Jalur darat menuju Konstantinopel harus dilalui pasukan Salib dengan melewati daerah pegunungan yang sangat banyak di daerah Balkan.
Perjalanan darat lebih aman, namun banyak halangan dan memakan waktu perjalanan yang cukup lama. Jalur kedua adalah laut dengan mengarungi Laut Mediterania. Jalur laut lebih bahaya karena pada waktu itu pelayaran masih tergantung oleh cuaca, namun Konstantinopel akan lebih cepat dicapai jika ditempuh dari Pelabuhan Messina, Bari, ataupun Venesia.
Pada musim panas tahun 1096 pasukan Salib tiba di Konstantinopel. Konstantinopel dijadikan tempat untuk mengumpulkan pasukan dari Eropa Barat yang menempuh jalan yang berbeda-beda, baik darat maupun laut.
Terdapat empat pimpinan pasukan Salib yang terkenal dari Eropa Barat yang datang di Konstantinopel. Pasukan yang datang pertama adalah Hugh Vermandois, anak Raja Prancis, Henry I.
Dalam perjalanannya dari Prancis ke Konstantinopel, ia melakukan perjalanan lewat laut melalui Bari, Italia. Pasukan kedua yang tiba di Konstantinopel adalah Godfrey Bouillon, berasal dari Prancis, tepatnya di Boulogne.
Berbeda dengan Hugh Vermandois, Godfrey melewati jalan darat yang sangat berat setelah melewati Hungaria.
Pasukan ketiga adalah pasukan dari Raymond IV, penguasa Toulouse, Prancis. Raymond melewati jalur darat untuk sampai ke Konstantinopel.
Pasukan keempat adalah pasukan Bohemond dari Taranto, Sisilia. Bohemond juga memakai jalur darat, jalur yang sama yang dilewati Raymond.
Jonathan Riley-Smith dalam bukunya berjudul "The First Crusade and Idea of Crusading" (New York: Continuum, 2003) menyebut Bohemond dan pasukannya yang mayoritas terdiri dari orang-orang Italia pada waktu itu lebih memilih jalur darat walaupun mereka lebih mudah mencapai Konstantinopel melalui jalur laut.
Keempat pemimpin tersebut merupakan perpaduan pasukan Salib yang solid karena mempunyai keimanan Kristen yang kuat dan pasukan yang terlatih.
Pasukan dari keempat pemimpin tersebut didukung lagi oleh pasukan dari Alexios I Komnenos yang sangat berjasa mengantarkan pasukan Salib melewati Selat Bosporus menuju Asia Minor atau Anatolia yang dikuasai oleh Turki Seljuk.
Pasukan Salib dari keempat kesatria tersebut diperkirakan berjumlah 35.000 orang yang terdiri dari 30.000 prajurit infantri dan 5000 prajurit berkuda.
Seperti rencana sebelumnya, Yerusalem adalah tujuan akhir dari pasukan Salib. Pembebasan Yerusalem adalah misi utama dari pasukan Salib, namun permintaan Alexios I Komnenos harus terpenuhi yaitu mengalahkan Turki Seljuk di Anatolia.
Jadi pasukan Salib harus melewati jalur darat hingga sampai ke Yerusalem dari Konstantinopel.
Pada tahun 1097 terjadilah pertempuran pertama tepatnya di Nicaea. Pertempuran Nicaea terjadi selama sebulan dari tanggal 14 Mei hingga 19 Juni 1097. Dari pertempuran tersebut terjadi peperangan yang tidak seimbang.
Menurut Jim Bradbury dalam "The Routledge Companion to Medieval Warfare" (New York: Routledge, 2004), pasukan Salib yang berjumlah 35.000 orang melawan pasukan Turki Seljuk Rum yang dipimpin oleh Qilij Arslan yang berjumlah 10.000 prajurit.
Nicaea pada awalnya sebuah kota Yunani kuno di wilayah Anatolia barat laut Bithynia. Kota ini terutama dikenal sebagai lokasi Konsili Nicea Pertama dan Kedua (konsili Ekumenis pertama dan ketujuh dalam sejarah awal Gereja Kristen).
Kota kuno ini dikelilingi di semua sisi oleh tembok sepanjang 5 kilometer dengan tinggi sekitar 10 meter. Tembok-tembok ini dikelilingi oleh parit ganda di bagian daratan, dan juga mencakup lebih dari 100 menara di berbagai lokasi.
Gerbang besar di tiga sisi tembok yang berbatasan dengan daratan menjadi satu-satunya pintu masuk ke kota. Saat ini, temboknya telah dilubangi di banyak tempat untuk dijadikan jalan, tetapi sebagian besar pekerjaan awal masih ada; sebagai hasilnya, tempat ini menjadi tujuan wisata.
Jonathan Harris dalam bukunya berjudul "Byzantium and the Crusades" (London: Bloomsbury Academic, 2014) menyebut deklarasi suci didengungkan Paus Urbanus II pada 27 November 1095.
Dalam perang ini Turki Seljuk Rum kalah. Pasukan Salib merebut wilayah Nicaea sehingga Turki Seljuk Rum memindahkan pemerintahannya ke Konya.
Turki Seljuk Rum merupakan pemerintahan yang berdiri sendiri di bawah bendera Imperium Turki Seljuk. Turki Seljuk sendiri mempunyai wilayah yang sangat luas, yaitu dari Anatolia hingga Persia .
Turki Seljuk mempunyai rivalitas dengan Kerajaan Byzantium yang dari dulu ingin dikalahkan karena termotivasi akan runtuhnya Konstantinopel.
Selain Byzantium, Turki Seljuk mempunyai rivalitas dengan Kekhalifahan Fatimiyah dalam perebutan wilayah Syam. Imperium Turki Seljuk sendiri merupakan wilayah-wilayah dalam dunia Islam yang dikuasai oleh etnis Turki.
Tugas utama dari Turki Seljuk Rum adalah membendung serangan Byzantium di Anatolia.
Kemenangan pasukan Salib di Nicaea, membuat wilayah Byzantium bertambah luas karena sebagian wilayah di Anatolia dapat direbut kembali setelah dikuasai Islam.
Kemenangan tersebut juga menambah moral pasukan Salib untuk melanjutkan perjalanannya menuju Yerusalem. Poin terpenting dari Pertempuran Nicaea adalah Islam dapat dikalahkan.
Kekalahan pasukan Turki Seljuk Rum salah satunya karena memang jumlah pasukannya kurang dari sepertiga pasukan salib yang berjumlah 35.000 orang.
Pasukan Salib dari berbagai negara di Eropa terbentuk pada tahun 1096. Mereka ini sebelum ke Yerusalem, menuju Konstantinopel terlebih dahulu yang bertujuan untuk membantu Byzantium mengalahkan Turki Seljuk atas permintaan Kaisar Alexios I Komnenos.
Pasukan Salib menuju Konstantinopel melalui darat dan laut. Jalur darat menuju Konstantinopel harus dilalui pasukan Salib dengan melewati daerah pegunungan yang sangat banyak di daerah Balkan.
Perjalanan darat lebih aman, namun banyak halangan dan memakan waktu perjalanan yang cukup lama. Jalur kedua adalah laut dengan mengarungi Laut Mediterania. Jalur laut lebih bahaya karena pada waktu itu pelayaran masih tergantung oleh cuaca, namun Konstantinopel akan lebih cepat dicapai jika ditempuh dari Pelabuhan Messina, Bari, ataupun Venesia.
Pada musim panas tahun 1096 pasukan Salib tiba di Konstantinopel. Konstantinopel dijadikan tempat untuk mengumpulkan pasukan dari Eropa Barat yang menempuh jalan yang berbeda-beda, baik darat maupun laut.
Terdapat empat pimpinan pasukan Salib yang terkenal dari Eropa Barat yang datang di Konstantinopel. Pasukan yang datang pertama adalah Hugh Vermandois, anak Raja Prancis, Henry I.
Dalam perjalanannya dari Prancis ke Konstantinopel, ia melakukan perjalanan lewat laut melalui Bari, Italia. Pasukan kedua yang tiba di Konstantinopel adalah Godfrey Bouillon, berasal dari Prancis, tepatnya di Boulogne.
Berbeda dengan Hugh Vermandois, Godfrey melewati jalan darat yang sangat berat setelah melewati Hungaria.
Pasukan ketiga adalah pasukan dari Raymond IV, penguasa Toulouse, Prancis. Raymond melewati jalur darat untuk sampai ke Konstantinopel.
Pasukan keempat adalah pasukan Bohemond dari Taranto, Sisilia. Bohemond juga memakai jalur darat, jalur yang sama yang dilewati Raymond.
Jonathan Riley-Smith dalam bukunya berjudul "The First Crusade and Idea of Crusading" (New York: Continuum, 2003) menyebut Bohemond dan pasukannya yang mayoritas terdiri dari orang-orang Italia pada waktu itu lebih memilih jalur darat walaupun mereka lebih mudah mencapai Konstantinopel melalui jalur laut.
Keempat pemimpin tersebut merupakan perpaduan pasukan Salib yang solid karena mempunyai keimanan Kristen yang kuat dan pasukan yang terlatih.
Pasukan dari keempat pemimpin tersebut didukung lagi oleh pasukan dari Alexios I Komnenos yang sangat berjasa mengantarkan pasukan Salib melewati Selat Bosporus menuju Asia Minor atau Anatolia yang dikuasai oleh Turki Seljuk.
Pasukan Salib dari keempat kesatria tersebut diperkirakan berjumlah 35.000 orang yang terdiri dari 30.000 prajurit infantri dan 5000 prajurit berkuda.
Seperti rencana sebelumnya, Yerusalem adalah tujuan akhir dari pasukan Salib. Pembebasan Yerusalem adalah misi utama dari pasukan Salib, namun permintaan Alexios I Komnenos harus terpenuhi yaitu mengalahkan Turki Seljuk di Anatolia.
Jadi pasukan Salib harus melewati jalur darat hingga sampai ke Yerusalem dari Konstantinopel.
Pada tahun 1097 terjadilah pertempuran pertama tepatnya di Nicaea. Pertempuran Nicaea terjadi selama sebulan dari tanggal 14 Mei hingga 19 Juni 1097. Dari pertempuran tersebut terjadi peperangan yang tidak seimbang.
Menurut Jim Bradbury dalam "The Routledge Companion to Medieval Warfare" (New York: Routledge, 2004), pasukan Salib yang berjumlah 35.000 orang melawan pasukan Turki Seljuk Rum yang dipimpin oleh Qilij Arslan yang berjumlah 10.000 prajurit.
Nicaea pada awalnya sebuah kota Yunani kuno di wilayah Anatolia barat laut Bithynia. Kota ini terutama dikenal sebagai lokasi Konsili Nicea Pertama dan Kedua (konsili Ekumenis pertama dan ketujuh dalam sejarah awal Gereja Kristen).
Kota kuno ini dikelilingi di semua sisi oleh tembok sepanjang 5 kilometer dengan tinggi sekitar 10 meter. Tembok-tembok ini dikelilingi oleh parit ganda di bagian daratan, dan juga mencakup lebih dari 100 menara di berbagai lokasi.
Gerbang besar di tiga sisi tembok yang berbatasan dengan daratan menjadi satu-satunya pintu masuk ke kota. Saat ini, temboknya telah dilubangi di banyak tempat untuk dijadikan jalan, tetapi sebagian besar pekerjaan awal masih ada; sebagai hasilnya, tempat ini menjadi tujuan wisata.
(mhy)