Begini Kata Al-Qur'an Menjawab Mereka yang Mengingkari Hari Akhir

Jum'at, 09 Agustus 2024 - 13:26 WIB
loading...
Begini Kata Al-Quran...
Pada umumnya masyarakat Arab meragukan bahkan mengingkari adanya hari akhir; sementara yang percaya pun memiliki kepercayaan keliru. Ilustrasi: SINDOnews
A A A
Kaum musyrik mengingkari keimanan hari kiamat dengan berdalih: "Apakah Tuhan mampu menghidupkan kembali tulang-belulang dan yang telah menyatu dengan tanah? Apakah Dia mengetahui bagian-bagian tubuh manusia yang telah berserakan bahkan telah bercampur dengan sekian banyak makhluk selainnya?"

Prof Dr Quraish Shihab dalam bukunya berjudul "Wawasan Al-Quran, Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat" (Mizan, 2007) mengatakan menghadapi para pengingkar ini, Al-Qur'an seringkali mengemukakan alasan-alasan pengingkaran, baru kemudian menanggapi dan menolaknya.

"Hal demikian terlihat dengan jelas dalam uraian Al-Qur'an tentang hari akhir," ujarnya.

Menurut Quraish Shihab, pada umumnya masyarakat Arab meragukan bahkan mengingkari adanya hari akhir; sementara yang percaya pun memiliki kepercayaan keliru.

Mereka berkata: "Jika kami telah menjadi tulang-belulang dan benda-benda yang hancur, apakah benar-benar kami masih akan dibangkitkan dalam bentuk makhluk yang baru?" ( QS Al-Isra, [17] : 49).



Mereka berkata: "Ia (hidup ini) tidak lain kecuali kehidupan kita di dunia (saja) dan kita tidak akan dibangkitkan!" ( QS Al-An'am [6] : 29).

Bahkan: Mereka bersumpah demi Allah dengan sumpah yang sungguh-sungguh: "Allah tidak akan membangkitkan orang yang mati" ( QS Al-Nahl [16] : 38).

Quraish mengatakan aneka ragam cara Al-Qur'an menyanggah pandangan keliru itu, sekali secara langsung dan di kali yang lain tidak secara langsung. Dengarkan misalnya Al-Qur'an ketika menyatakan:

Sesungguhnya merugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan dengan Allah. Apabila kiamat datang kepada mereka dengan tiba-tiba, mereka berkata: "Alangkah besarnya penyesalan kami terhadap kelalaian kami tentang kiamat"; sambil mereka memikul dosa-dosa mereka di atas punggung mereka. Sungguh amat buruk apa yang mereka pikul itu ( QS Al-An'am [6] : 31).

Orang-orang kafir (mendustakan) ayat-ayat Allah dan pertemuan dengan-Nya Mereka itulah yang berputus asa dari rahmatKu, dan buat mereka siksa yang pedih ( QS Al-'Ankabut [29] : 23).

"Anda lihat ayat-ayat di atas dan semacamnya tidak secara langsung menuding si pengingkar, tetapi kandungan ayat-ayat itu sedemikian jelas dan tegas menyentuh setiap pengingkar," tutur Qurasih..



Abdul-Karim Al-Khatib dalam bukunya "Qadhiyat Al-Uluhiyah baina Al-Falsafah wa Ad-Din", mengibaratkan gaya bahasa demikian dengan keadaan satu kelompok yang berbicara tentang pembunuhan.

Ketika itu tampil seorang yang menguraikan kekejaman pembunuh dan akibat-akibat yang akan dialaminya. Ketika menguraikan hal tersebut, si pembunuh ikut hadir mendengarkan ucapan-ucapan tadi. Tentu saja, pelaku pembunuhan dalam hal ini akan merasa bahwa pembicaraan pada hakikatnya ditujukan kepadanya walaupun dari segi redaksi tidak demikian.

Namun justru karena itu, hal ini malah bisa membawa pengaruh ke dalam jiwanya, sehingga diharapkan dapat menimbulkan rasa takut, atau penyesalan yang mengantarkannya kepada kesadaran dan pengakuan. Dampak psikologis ini tentu akan berbeda bila sejak semula pembicara menuding si pelaku kejahatan secara langsung.

Kemungkinan besar ia malahan akan menyangkal. Jadi, dalam gaya demikian, redaksi-redaksi Al-Quran tidak lagi mengarah kepada akal manusia, tetapi lebih banyak diarahkan kepada jiwanya dengan menggunakan bahasa "hati".

Seperti diketahui, bahasa hati tidak (selalu) membutuhkan argumentasi-argumentasi logis. Karena itu, uraian-uraian
Al-Quran dalam berbagai masalah tidak selalu disertai bukti argumentatif. Namun hal ini bukan berarti ayat-ayat lain yang menguraikan hari kebangkitan tidak menggunakan argumentasi sebagai bahasa untuk akal.



Perhatikan misalnya surat Yasin (36) : 78-81 yang mengemukakan argumentasi filosofis, atau surat Al-Baqarah (2) : 259-260, serta surat Al-Kahf (18) : 9-26 yang mengemukakan alasan historis, atau surat Al-Hajj (22) : 5-7 yang menggunakan
analogi, serta surat Al-Najm (53) : 31 yang menguraikan keniscayaannya dari segi tujuan dan hikmah.
(mhy)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2796 seconds (0.1#10.140)