Sang Suami Harus Cemburu pada Istrinya

Rabu, 26 Agustus 2020 - 12:53 WIB
loading...
Sang Suami Harus Cemburu pada Istrinya
Seorang suami pun harus memiliki rasa cemburu kepada istrinya. Dengan perasaan cemburu ini, suami menjaga kehormatan istrinya. Foto ilustrasi/ist
A A A
Salah satu sumber kebahagiaan dalam berumah tangga adalah memiliki pasangan hidup yang saleh. Dengan kesalehannya Allah berkenan memberikan sentuhan-sentuhan keberkahan yang jauh melampaui dugaan kita.

Karena itu, di dalam kehidupan rumah tangga , seorang suami harus menegakkan peraturan kepada istrinya agar berpegang dengan adab-adab yang diajarkan dalam Islam. Istri dilarang ber-tabarruj, ikhtilat (campur baur laki-laki dan perempuan), dan keluar rumah memakai wangi-wangian atau parfum. Sebab, semua itu akan menjatuhkannya ke dalam fitnah.

Sebaliknya, seorang suami pun harus memiliki rasa cemburu kepada istrinya. Dengan perasaan cemburu ini, suami menjaga kehormatan istrinya. Dia tidak membiarkan istrinya bercampur baur dengan lelaki, ngobrol dan bercanda dengan sembarang laki-laki. Ia tidak membiarkan istrinya ke pasar sendirian atau hanya berduaan dengan sopir pribadinya. (Baca juga : Membaca Surat Al-Waqiah, Amalan Terbaik bagi Perempuan )

Dikutip dari tulisan ceramahnya, Ustadzah Ummu Ishaq al-Atsariyah menjelaskan, suami yang memiliki rasa cemburu kepada istrinya tentu tidak akan membawa istrinya melakukan sesuatu yang mengikis rasa malu dan dari sesuatu yang dapat mengeluarkannya dari kemuliaan .

Ada kisah shahabat Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallamtentang kecemberuan,seperti Sa’d bin Ubadah radhiyallahu anhu pernah berkata mengungkapkan kecemburuannya terhadap istrinya,

لَوْ رَأَيْتُ رَجُلاً مَعَ امْرَأَتِي لَضَرَبْتُهُ بِالسَّيْفِ غَيْرَ مُصْفِحٍ

“Seandainya aku melihat seorang laki-laki bersama istriku, niscaya aku akan memukul laki-laki itu dengan pedang, bukan dengan sisinya tumpul.”

Mendengar ucapan Sa’d, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam tidak mencelanya. Beliau Shallallahu alaihi wa sallam justru bersabda,

أَتَعْجَبُوْنَ مِنْ غِيْرَةِ سَعْدٍ؟ لَأَنَا أَغْيَرُ مِنْهُ، وَاللهُ أَغْيَرُ مِنِّي

“Apakah kalian merasa heran dengan kecemburuan Sa’d? Sungguh, aku lebih cemburu daripada Sa’d dan Allah lebih cemburu daripadaku.” (HR.Bukhari dan Muslim)

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah menyebutkan, dalam hadis Ibnu Abbas radhiyallahu'anhu yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud, dan al-Hakim dikisahkan bahwa tatkala turun ayat,

وَٱلَّذِينَ يَرۡمُونَ ٱلۡمُحۡصَنَٰتِ ثُمَّ لَمۡ يَأۡتُواْ بِأَرۡبَعَةِ شُهَدَآءَ فَٱجۡلِدُوهُمۡ ثَمَٰنِينَ جَلۡدَةً وَلَا تَقۡبَلُواْ لَهُمۡ شَهَٰدَةً أَبَدًاۚ

“Dan orang-orang yang menuduh wanita baik-baik berzina kemudian mereka tidak dapat menghadirkan empat saksi, maka hendaklah kalian mencambuk mereka sebanyak delapan puluh cambukan dan jangan kalian terima persaksian mereka selama-lamanya.” (QS An-Nur: 4)

Sa’d bin Ubadah radhiyallahu anhu berkata, “Apakah demikian ayat yang turun? Seandainya aku dapatkan seorang laki-laki berada di paha istriku, apakah aku tidak boleh mengusiknya sampai aku mendatangkan empat saksi? Demi Allah, aku tidak akan mendatangkan empat saksi, sementara laki-laki itu telah puas menunaikan hajatnya.”

Mendengar ucapan Sa’d, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Wahai sekalian orang-orang Anshar, tidakkah kalian mendengar apa yang diucapkan oleh pemimpin kalian?”

Orang-orang Anshar pun menjawab, “Wahai Rasulullah, janganlah engkau mencelanya karena dia seorang yang sangat pencemburu. Demi Allah, dia tidak ingin menikah dengan seorang wanita pun kecuali apabila wanita itu masih gadis. Apabila dia menceraikan seorang istrinya, tidak ada seorang laki-laki pun yang berani untuk menikahi mantan istrinya tersebut karena cemburunya yang besar.” (Baca juga : Model Istri Pejabat yang Menjadi Teladan Umat )

Sa’d berkata, “Demi Allah, sungguh aku tahu, wahai Rasulullah, ayat ini benar dan datang dari sisi Allah subhanahu wa ta’ala. Akan tetapi, aku hanya heran.” (Kitab Fathul Bari)

Syariat Islam sendiri telah memberikan aturan yang lurus berkenaan dengan penjagaan terhadap rasa cemburu ini dengan beberapa hal berikut.

1. Memerintah perempuan untuk berhijab

Allah Ta'ala berfirman kepada Nabi-Nya,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِيُّ قُل لِّأَزۡوَٰجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ يُدۡنِينَ عَلَيۡهِنَّ مِن جَلَٰبِيبِهِنَّۚ ذَٰلِكَ أَدۡنَىٰٓ أَن يُعۡرَفۡنَ فَلَا يُؤۡذَيۡنَۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu dan putri-putrimu serta wanita-wanita kaum mukminin, hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka di atas tubuh mereka. Yang demikian itu lebih pantas bagi mereka untuk dikenali (sebagai wanita merdeka dan wanita baik-baik) hingga mereka tidak diganggu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Penyayang.” (QS Al-Ahzab: 59)

2. Memerintah perempuan untuk menundukkan pandangan matanya dan tidak memandang laki-laki yang bukan mahramnya

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَقُل لِّلۡمُؤۡمِنَٰتِ يَغۡضُضۡنَ مِنۡ أَبۡصَٰرِهِنَّ وَيَحۡفَظۡنَ فُرُوجَهُنَّ

Katakanlah kepada wanita-wanita mukminah, “Hendaklah mereka menundukkan sebagian pandangan mata mereka dan menjaga kemaluan mereka….” (QS An-Nur: 31)

3. Tidak membolehkan wanita menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami dan laki-laki dari kalangan mahramnya.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَلَا يُبۡدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنۡهَاۖ وَلۡيَضۡرِبۡنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّۖ وَلَا يُبۡدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوۡ ءَابَآئِهِنَّ أَوۡ ءَابَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوۡ أَبۡنَآئِهِنَّ أَوۡ أَبۡنَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوۡ إِخۡوَٰنِهِنَّ أَوۡ بَنِيٓ إِخۡوَٰنِهِنَّ أَوۡ بَنِيٓ أَخَوَٰتِهِنَّ أَوۡ نِسَآئِهِنَّ أَوۡ مَا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُهُنَّ أَوِ ٱلتَّٰبِعِينَ غَيۡرِ أُوْلِي ٱلۡإِرۡبَةِ مِنَ ٱلرِّجَالِ أَوِ ٱلطِّفۡلِ ٱلَّذِينَ لَمۡ يَظۡهَرُواْ عَلَىٰ عَوۡرَٰتِ ٱلنِّسَآءِۖ

“Janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali apa yang biasa tampak darinya (tidak mungkin ditutupi). Hendaklah pula mereka menutupkan kerudung mereka di atas leher-leher mereka dan jangan mereka tampakkan perhiasan mereka kecuali di hadapan suami-suami mereka, atau ayah-ayah mereka, atau ayah-ayah suami mereka (ayah mertua), atau di hadapan putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau di hadapan saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka (keponakan laki-laki), atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau di hadapan wanita-wanita mereka, atau budak yang mereka miliki, atau laki-laki yang tidak punya syahwat terhadap wanita, atau anak laki-laki yang masih kecil yang belum mengerti aurat wanita.” (QS An-Nur: 31)

4. Tidak membiarkannya bercampur baur dengan laki-laki yang bukan mahram

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

إِيَّاكُمْ وَالدُّخُوْلَ عَلَى النِّسَاءِ. قَالُوا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَرَأَيتَ الْحَمْوَ؟ قَالَ: الْحَمْوُ الْمَوْتُ

“Hati-hati kalian dari masuk ke tempat para wanita.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu dengan ipar[10]?” Beliau menjawab, “Ipar adalah maut.” (HR.Bukhari dan Muslim)

5. Tidak menjerumuskan wanita pada keburukan

Seperti suami bepergian meninggalkannya dalam waktu yang lama atau menempatkannya di lingkungan yang rusak. (Baca juga : Adab Berdoa yang Jarang Diperhatikan )

Demikianlah, seorang suami hendaklah memperhatikan perkara-perkara di atas agar ia dapat menjaga kehormatan istrinya sebagai bentuk kecemburuannya kepada istri.

Wallahu A’lam
(wid)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1408 seconds (0.1#10.140)