Hukum Maulid Nabi Menurut 4 Mazhab: Bidah Hasanah
loading...
A
A
A
Hukum Maulid Nabi menurut 4 Mazhab adalah bid'ah , yakni bid'ah hasanah sehingga dibolehkan. Hanya saja, sebagian ulama mazhab Maliki menghukuminya tidak boleh, sebab termasuk bid'ah.
Mayoritas ulama dari mazhab empat, meliputi mazhab Hanafi , Maliki , Syafi’i , dan Hambali menyatakan bahwa hukum memperingatinya adalah bidah.
Syaikh Ahmad Ibnu Abidin dalam "Natsrud Durar Ala Maulidi Ibni Hajar" mengatakan di antara bid'ah-bid'ah yang terpuji adalah melaksanakan maulid Nabi yang mulia pada bulan dilahirkannya Nabi Muhammad SAW .
Syaikh Ibnul Haj dari mazhab Maliki dalam Al-Madkhal menyatakan wajib bagi kita pada hari Senin tanggal 12 Rabiul Awwal menambah ibadah dan kebaikan, sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah atas apa yang dianugerahkan kepada kita berupa nikmat-nikmat besar ini, terutama nikmat kelahiran Nabi Muhammad SAW".
Sedangkan Imam Jalaluddin Assuyuthi dari mazhab Syafi’i dalam "Al-Hawi Lilfatawa" berpendapat peringatan maulid Nabi merupakan bid'ah hasanah yang pelakunya memperoleh pahala, sebab hal itu sebagai bentuk mengagungkan kemulian Nabi Muhammad SAW, dan mengungkapkan rasa bahagia akan kelahiran Nabi mulia”.
Syaikh Zaini Dahlan dalam Addurarus Saniyyah juga menyebutkan di antara cara memuliakan Nabi SAW adalah berbahagia di malam kelahirannya, dan membaca maulid."
Senada dengan para ulama di atas, seorang ulama bermazhab Hanbali, Syaikh Ibnul Jauzi Al-Hanbali menerangkan bahwa di antara keistimewaan peringatan maulid adalah bahwa hal itu (diharapkan) memberikan rasa aman pada tahun itu, dan kabar bahagia akan tercapainya harapan dan tujuan”.
Hanya saja, sebagian ulama mazhab Maliki menyatakan, peringatan maulid Nabi Muhammad SAW tidak diperbolehkan, karena merupakan bid’ah.
Syaikh Tajuddin Al-Fakihani dalam Al-Mawrid Fi Amalil Maulid menuturkan: “Saya tidak mengetahui dalil dari Al-Qur’an dan Hadis tentang peringatan maulid ini, dan tidak pula diceritakan riwayat tentang pelaksanaannya oleh salah satu ulama, di mana para ulama tersebut merupakan tuntunan dalam hal agama, yang senantiasa berpegang teguh pada warisan orang-orang terdahulu. Bahkan peringatan maulid adalah bid’ah”
Mayoritas ulama dari mazhab empat, meliputi mazhab Hanafi , Maliki , Syafi’i , dan Hambali menyatakan bahwa hukum memperingatinya adalah bidah.
Syaikh Ahmad Ibnu Abidin dalam "Natsrud Durar Ala Maulidi Ibni Hajar" mengatakan di antara bid'ah-bid'ah yang terpuji adalah melaksanakan maulid Nabi yang mulia pada bulan dilahirkannya Nabi Muhammad SAW .
Syaikh Ibnul Haj dari mazhab Maliki dalam Al-Madkhal menyatakan wajib bagi kita pada hari Senin tanggal 12 Rabiul Awwal menambah ibadah dan kebaikan, sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah atas apa yang dianugerahkan kepada kita berupa nikmat-nikmat besar ini, terutama nikmat kelahiran Nabi Muhammad SAW".
Sedangkan Imam Jalaluddin Assuyuthi dari mazhab Syafi’i dalam "Al-Hawi Lilfatawa" berpendapat peringatan maulid Nabi merupakan bid'ah hasanah yang pelakunya memperoleh pahala, sebab hal itu sebagai bentuk mengagungkan kemulian Nabi Muhammad SAW, dan mengungkapkan rasa bahagia akan kelahiran Nabi mulia”.
Syaikh Zaini Dahlan dalam Addurarus Saniyyah juga menyebutkan di antara cara memuliakan Nabi SAW adalah berbahagia di malam kelahirannya, dan membaca maulid."
Senada dengan para ulama di atas, seorang ulama bermazhab Hanbali, Syaikh Ibnul Jauzi Al-Hanbali menerangkan bahwa di antara keistimewaan peringatan maulid adalah bahwa hal itu (diharapkan) memberikan rasa aman pada tahun itu, dan kabar bahagia akan tercapainya harapan dan tujuan”.
Hanya saja, sebagian ulama mazhab Maliki menyatakan, peringatan maulid Nabi Muhammad SAW tidak diperbolehkan, karena merupakan bid’ah.
Syaikh Tajuddin Al-Fakihani dalam Al-Mawrid Fi Amalil Maulid menuturkan: “Saya tidak mengetahui dalil dari Al-Qur’an dan Hadis tentang peringatan maulid ini, dan tidak pula diceritakan riwayat tentang pelaksanaannya oleh salah satu ulama, di mana para ulama tersebut merupakan tuntunan dalam hal agama, yang senantiasa berpegang teguh pada warisan orang-orang terdahulu. Bahkan peringatan maulid adalah bid’ah”
(mhy)