Hadis Rasulullah SAW: Berlaku Adillah Kamu terhadap Anak-anakmu
loading...
A
A
A
Seorang ayah harus adil terhadap anak-anaknya . "Seorang ayah harus menyamakan antara anak-anaknya dalam pemberian, sehingga dengan demikian mereka akan senantiasa berbuat baik kepada ayah," tulis Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya yang diterjemahkan H. Mu'ammal Hamidy berjudul "Halal dan Haram dalam Islam" (PT Bina Ilmu, 1993).
Di samping itu seorang ayah dilarang mengistimewakan pemberiannya kepada salah seorang di antara mereka tanpa ada suatu kepentingan yang sangat, sebab yang demikian itu akan menjengkelkan hati yang lain dan akan mengobarkan api permusuhan dan kebencian sesama mereka.
Ibu dalam hal ini sama dengan ayah. Rasulullah SAW pernah bersabda: "Berlaku adillah kamu terhadap anak-anakmu." 3 kali. (Riwayat Ahmad, Nasa'i dan Abu Daud)
Kisah timbulnya hadis ini adalah sebagai berikut:
Istri Basyir bin Saad al-Ansari meminta kepada suaminya supaya memberikan harta dengan istimewa kepada anaknya yang bernama Nu'man --berupa kebun dan hamba-- dan ia bermaksud akan mengukuhkan hibah ini sehingga ia minta kepada Basyir supaya disaksikan oleh Nabi SAW Kemudian pergilah Basyir kepada Nabi dan berkata:
"Ya Rasulullah! Anak perempuan si fulan (istriku) minta kepadaku supaya aku memberikan hambaku kepada anaknya. Kemudian Nabi bertanya: Apakah dia mempunyai saudara? Ia menjawab: Ya.
Nabi bertanya lagi: Apakah semuanya kamu beri seperti apa yang kamu berikan kepadanya? Ia menjawab: Tidak! Kemudian Nabi bersabda: Yang demikian ini tidak baik, dan saya sendiri tidak akan mau menjadi saksi kecuali pada hal yang baik." (Riwayat Muslim, Ahmad dan Abu Daud)
Dalam satu riwayat dikatakan oleh Nabi:
"Jangan kamu jadikan aku untuk menyaksikan sesuatu dosa. Sesungguhnya anakmu mempunyai hak yang harus kamu tunaikan, yaitu hendaknya kamu berlaku adil di antara mereka; sebagaimana kamu mempunyai hak yang harus ditunaikan oleh anak-anakmu, yaitu hendaknya mereka itu berbuat baik kepadamu." (Riwayat Abu Daud)
Dan dikatakan pula oleh Nabi: "Takutlah kepada Allah dan berlaku adillah terhadap anak-anakmu." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Imam Ahmad bin Hanbal berpendapat, bahwa melebihkan itu diperbolehkan jika ada sebab, misalnya si anak sangat membutuhkan karena suatu kesengsaraan dan sebagainya yang tidak diderita oleh saudara-saudaranya yang lain.
Di samping itu seorang ayah dilarang mengistimewakan pemberiannya kepada salah seorang di antara mereka tanpa ada suatu kepentingan yang sangat, sebab yang demikian itu akan menjengkelkan hati yang lain dan akan mengobarkan api permusuhan dan kebencian sesama mereka.
Ibu dalam hal ini sama dengan ayah. Rasulullah SAW pernah bersabda: "Berlaku adillah kamu terhadap anak-anakmu." 3 kali. (Riwayat Ahmad, Nasa'i dan Abu Daud)
Kisah timbulnya hadis ini adalah sebagai berikut:
Istri Basyir bin Saad al-Ansari meminta kepada suaminya supaya memberikan harta dengan istimewa kepada anaknya yang bernama Nu'man --berupa kebun dan hamba-- dan ia bermaksud akan mengukuhkan hibah ini sehingga ia minta kepada Basyir supaya disaksikan oleh Nabi SAW Kemudian pergilah Basyir kepada Nabi dan berkata:
"Ya Rasulullah! Anak perempuan si fulan (istriku) minta kepadaku supaya aku memberikan hambaku kepada anaknya. Kemudian Nabi bertanya: Apakah dia mempunyai saudara? Ia menjawab: Ya.
Nabi bertanya lagi: Apakah semuanya kamu beri seperti apa yang kamu berikan kepadanya? Ia menjawab: Tidak! Kemudian Nabi bersabda: Yang demikian ini tidak baik, dan saya sendiri tidak akan mau menjadi saksi kecuali pada hal yang baik." (Riwayat Muslim, Ahmad dan Abu Daud)
Dalam satu riwayat dikatakan oleh Nabi:
"Jangan kamu jadikan aku untuk menyaksikan sesuatu dosa. Sesungguhnya anakmu mempunyai hak yang harus kamu tunaikan, yaitu hendaknya kamu berlaku adil di antara mereka; sebagaimana kamu mempunyai hak yang harus ditunaikan oleh anak-anakmu, yaitu hendaknya mereka itu berbuat baik kepadamu." (Riwayat Abu Daud)
Dan dikatakan pula oleh Nabi: "Takutlah kepada Allah dan berlaku adillah terhadap anak-anakmu." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Imam Ahmad bin Hanbal berpendapat, bahwa melebihkan itu diperbolehkan jika ada sebab, misalnya si anak sangat membutuhkan karena suatu kesengsaraan dan sebagainya yang tidak diderita oleh saudara-saudaranya yang lain.
(mhy)