Ada Larangan Membukukan Hadis di Era Sahabat tapi Abu Bakar Mengoleksi Ratusan

Minggu, 29 September 2024 - 06:13 WIB
loading...
A A A


'Abdullah ibn 'Amr ibn al-'Ash juga dilaporkan mengumpulkan banyak hadis atas persetujuan Rasulullah sendiri, dan dituliskan dalam sebuah buku yang diberi nama al-Shahifat al-Shadiqah. Buku ini sempat beredar selama dua abad, kemudian sebagiannya dihimpun dalam Musnad Ibn Hanbal.

Sebelum adanya al-Kutub al-Sittah sebenarnya juga telah ada berbagai koleksi Hadis yang cukup sistematik, meskipun tanpa metode otentifikasi al-Syafi'i. Selain Musnad Ibn Hanbal yang telah disebutkan itu, yang paling terkenal dari banyak koleksi itu ialah al-Muwaththa' oleh Malik ibn Anas dari Madinah.

"Tetapi memang harus diakui bahwa mengenai persoalan Hadis ini, disebabkan oleh masalah proses pembukuannya yang sedikit-banyak problematik itu, terdapat beberapa hal kontroversial sejak dari semula," ujar Cak Nur.

Seorang tokoh pembaharu Islam di abad moderen dari Mesir, Rasyid Ridla, misalnya, menganut pandangan bahwa penulisan Hadis memang pada mulanya dibenarkan (oleh Nabi atau para khalifah pertama), tetapi kemudian dilarang.

Sebabnya ialah, menurut teori Rasyid Ridla, Nabi tidak memaksudkan Hadis-hadis itu sebagai sumber hukum yang abadi atau pun sebagai bagian dari agama.

Oleh karena itu kemudian Nabi melarang menuliskan Hadis, yang larangan itu, menurut Rasyid Ridla ditaati oleh para sahabatnya, khususnya para khalifah empat yang pertama.



Bahkan mereka ini katanya, dengan keras menentang penulisan itu.

Para Tabi'in, Muslim dari generasi sesudah para sahabat Nabi, tidak menemukan rekaman tertulis (shahifah) dari para sahabat, dan mereka itu mencatat Hadits hanya jika ada permintaan dari penguasa seperti khalifah.

Oleh karena itu, menurut Rasyid Ridla, berbagai Hadis yang mengisyaratkan persetujuan atau apalagi anjuran menuliskan Hadis adalah lemah dan dikemukakan hanya untuk tujuan tertentu saja.

Teori Rasyid Ridla ini dibantah oleh Muhammad Musthafa al-A'dhami dengan data-data dan analisa yang lebih lengkap. Tetapi Rasyid Ridla hanya salah satu dari banyak sarjana yang mempersoalkan kedudukan Hadis.

Imam Syafi'i adalah sarjana yang paling besar jasanya dalam meletakkan teori tentang kritik dan otentifikasi catatan Hadis. Jalan pikiran al-Syafi'i kemudian diikuti oleh para pemikir di bidang fiqh yang datang kemudian, khususnya Ahmad ibn Hanbal (wafat 234 H [855 M]).

Sebagai pengembangan lebih lanjut teori al-Syafi'i, aliran pikiran Hanbali mempunyai ciri kuat sangat menekankan pentingnya Hadis yang dipilih secara seksama.



Akan tetapi, tanpa menolak metode analogi atau qiyas, aliran Hanbali cenderung mengutamakan Hadis, biarpun lemah, atas analogi, biarpun kuat, Mazhab Hanbali mempunyai teori tersendiri tentang analogi. Sebagaimana dijabarkan oleh salah seorang tokohnya yang terbesar, Ibn Taimiyyah (wafat 728 H [1318 M7).

Metode ijma' pun mengandung persoalan. Sekurang-kurangnya Ibnu Taimiyyah berpendapat bahwa ijma' hanyalah yang terjadi di zaman salaf, yaitu zaman Nabi sendiri, para sahabat dan para tabi'in.
(mhy)
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2900 seconds (0.1#10.140)