Strategi Rasulullah SAW dalam Perang Uhud
loading...
A
A
A
"Kemudian aku berangkat bersama rombongan. Aku adalah orang Abisinia yang apabila sudah melemparkan tombak cara Abisinia, jarang sekali meleset. Ketika terjadi pertempuran, kucari Hamzah dan kuincar dia."
"Kemudian kulihat dia di tengah-tengah orang banyak itu seperti seekor unta kelabu sedang membabati orang dengan pedangnya. Lalu tombak kuayunkan-ayunkan, dan sesudah pasti sekali kulemparkan. Ia tepat mengenai sasaran di bawah perutnya, dan keluar dari antara dua kakinya."
"Kubiarkan tombak itu begitu sampai dia mati. Sesudah itu kuhampiri dia dan kuambil tombakku itu, lalu aku kembali ke markas dan aku diam di sana, sebab sudah tak ada tugas lain selain itu. Kubunuh dia hanya supaya aku dimerdekakan saja dari perbudakan. Dan sesudah aku pulang ke Makkah, ternyata aku dimerdekakan."
Adapun mereka yang berjuang mempertahankan tanah-air, contohnya terdapat pada Quzman, salah seorang munafik, yang hanya pura-pura Islam. Ketika kaum Muslimin berangkat ke Uhud ia tinggal di belakang. Keesokan harinya, ia mendapat hinaan dari wanita-wanita Banu Zafar.
"Quzman," kata wanita-wanita itu. "Tidak malu engkau dengan sikapmu itu. Seperti perempuan saja kau. Orang semua berangkat kau tinggal dalam rumah."
Dengan sikap berang Quzman pulang ke rumahnya. Dikeluarkannya kudanya, tabung panah dan pedangnya. Ia dikenal sebagai seorang pemberani. Ia berangkat dengan memacu kudanya sampai ke tempat tentara.
Sementara itu Nabi sedang menyusun barisan Muslimin. Ia terus menyeruak sampai ke barisan terdepan. Dia adalah orang pertama dari pihak Muslimin yang menerjunkan diri, dengan melepaskan panah demi panah, seperti tombak layaknya.
Hari sudah menjelang senja. Tampaknya Quzman lebih suka mati daripada lari. Ia sendiri lalu membunuh diri sesudah sempat membunuh tujuh orang Quraisy di Suway'a - selain mereka yang telah dibunuhnya pada permulaan pertempuran. Tatkala ia sedang sekarat itu, Abdul Khaidaq lewat di tempat itu.
"Quzman, beruntung kau akan mati syahid," katanya.
"Abu 'Amr," kata Quzman. "Sungguh saya bertempur bukan atas dasar agama. Saya bertempur hanya sekadar menjaga jangan sampai Quraisy memasuki tempat kami dan melanda kehormatan kami, menginjak-injak kebun kami. Saya berperang hanya untuk menjaga nama keturunan masyarakat kami. Kalau tidak karena itu saya tidak akan berperang."
Sebaliknya mereka yang benar-benar beriman, jumlahnya tidak lebih dari 700 orang. Mereka bertempur melawan 3.000 orang kafir Quraisy.
Dalam perang ini sepak terjang Hamzah dan Abu Dujana telah memperlihatkan suatu teladan dalam arti kekuatan moril yang tinggi pada mereka itu. Suatu kekuatan yang telah membuat barisan Quraisy jadi lemas seperti rotan, membuat pahlawan-pahlawan Quraisy, yang tadinya di kalangan Arab keberaniannya dijadikan suri teladan, telah mundur dan surut.
Setiap panji mereka lepas dari tangan seseorang, panji itu diterima oleh yang lain di belakangnya. Setelah Talha bin Abi Talha tewas di tangan Ali datang Utsman bin Abi Talha menyambut bendera itu, yang juga kemudian menemui ajalnya di tangan Hamzah. Seterusnya bendera itu dibawa oleh Abu Sa'd bin Abi Talha sambil berkata:
"Kamu mendakwakan bahwa koban-korban kamu dalam surga dan korban-korban kami dalam neraka! Kamu bohong! Kalau kamu benar-benar orang beriman majulah siapa saja yang mau melawanku":
Entah Ali atau Sa'ad bin Abi Waqqash ketika itu menghantamkan pedangnya dengan sekali pukul hingga kepala orang itu terbelah.
Berturut-turut pembawa bendera itu muncul dari Banu Abd'd Dar. Jumlah mereka yang tewas telah mencapai sembilan orang, yang terakhir ialah Shu'ab orang Abisinia, budak Banu Abd'd-Dar.
Tangan kanan orang itu telah dihantam oleh Quzman, maka bendera itu dibawanya dengan tangan kiri. Tangan kiri inipun oleh Quzman dihantam lagi dengan pedangnya. Selanjutnya bendera itu oleh Shu'ab dipeluknya dengan lengan ke dadanya, kemudian ia membungkuk sambil berkata: Hai Banu Abd'd-Dar, sudahkah kau maafkan? Lalu ia ditewaskan entah oleh Quzman atau oleh Sa'd bin Abi Waqqash, sumbernya masih berbeda-beda.
"Kemudian kulihat dia di tengah-tengah orang banyak itu seperti seekor unta kelabu sedang membabati orang dengan pedangnya. Lalu tombak kuayunkan-ayunkan, dan sesudah pasti sekali kulemparkan. Ia tepat mengenai sasaran di bawah perutnya, dan keluar dari antara dua kakinya."
"Kubiarkan tombak itu begitu sampai dia mati. Sesudah itu kuhampiri dia dan kuambil tombakku itu, lalu aku kembali ke markas dan aku diam di sana, sebab sudah tak ada tugas lain selain itu. Kubunuh dia hanya supaya aku dimerdekakan saja dari perbudakan. Dan sesudah aku pulang ke Makkah, ternyata aku dimerdekakan."
Adapun mereka yang berjuang mempertahankan tanah-air, contohnya terdapat pada Quzman, salah seorang munafik, yang hanya pura-pura Islam. Ketika kaum Muslimin berangkat ke Uhud ia tinggal di belakang. Keesokan harinya, ia mendapat hinaan dari wanita-wanita Banu Zafar.
"Quzman," kata wanita-wanita itu. "Tidak malu engkau dengan sikapmu itu. Seperti perempuan saja kau. Orang semua berangkat kau tinggal dalam rumah."
Dengan sikap berang Quzman pulang ke rumahnya. Dikeluarkannya kudanya, tabung panah dan pedangnya. Ia dikenal sebagai seorang pemberani. Ia berangkat dengan memacu kudanya sampai ke tempat tentara.
Sementara itu Nabi sedang menyusun barisan Muslimin. Ia terus menyeruak sampai ke barisan terdepan. Dia adalah orang pertama dari pihak Muslimin yang menerjunkan diri, dengan melepaskan panah demi panah, seperti tombak layaknya.
Hari sudah menjelang senja. Tampaknya Quzman lebih suka mati daripada lari. Ia sendiri lalu membunuh diri sesudah sempat membunuh tujuh orang Quraisy di Suway'a - selain mereka yang telah dibunuhnya pada permulaan pertempuran. Tatkala ia sedang sekarat itu, Abdul Khaidaq lewat di tempat itu.
"Quzman, beruntung kau akan mati syahid," katanya.
"Abu 'Amr," kata Quzman. "Sungguh saya bertempur bukan atas dasar agama. Saya bertempur hanya sekadar menjaga jangan sampai Quraisy memasuki tempat kami dan melanda kehormatan kami, menginjak-injak kebun kami. Saya berperang hanya untuk menjaga nama keturunan masyarakat kami. Kalau tidak karena itu saya tidak akan berperang."
Sebaliknya mereka yang benar-benar beriman, jumlahnya tidak lebih dari 700 orang. Mereka bertempur melawan 3.000 orang kafir Quraisy.
Dalam perang ini sepak terjang Hamzah dan Abu Dujana telah memperlihatkan suatu teladan dalam arti kekuatan moril yang tinggi pada mereka itu. Suatu kekuatan yang telah membuat barisan Quraisy jadi lemas seperti rotan, membuat pahlawan-pahlawan Quraisy, yang tadinya di kalangan Arab keberaniannya dijadikan suri teladan, telah mundur dan surut.
Setiap panji mereka lepas dari tangan seseorang, panji itu diterima oleh yang lain di belakangnya. Setelah Talha bin Abi Talha tewas di tangan Ali datang Utsman bin Abi Talha menyambut bendera itu, yang juga kemudian menemui ajalnya di tangan Hamzah. Seterusnya bendera itu dibawa oleh Abu Sa'd bin Abi Talha sambil berkata:
"Kamu mendakwakan bahwa koban-korban kamu dalam surga dan korban-korban kami dalam neraka! Kamu bohong! Kalau kamu benar-benar orang beriman majulah siapa saja yang mau melawanku":
Entah Ali atau Sa'ad bin Abi Waqqash ketika itu menghantamkan pedangnya dengan sekali pukul hingga kepala orang itu terbelah.
Berturut-turut pembawa bendera itu muncul dari Banu Abd'd Dar. Jumlah mereka yang tewas telah mencapai sembilan orang, yang terakhir ialah Shu'ab orang Abisinia, budak Banu Abd'd-Dar.
Tangan kanan orang itu telah dihantam oleh Quzman, maka bendera itu dibawanya dengan tangan kiri. Tangan kiri inipun oleh Quzman dihantam lagi dengan pedangnya. Selanjutnya bendera itu oleh Shu'ab dipeluknya dengan lengan ke dadanya, kemudian ia membungkuk sambil berkata: Hai Banu Abd'd-Dar, sudahkah kau maafkan? Lalu ia ditewaskan entah oleh Quzman atau oleh Sa'd bin Abi Waqqash, sumbernya masih berbeda-beda.