Sunah Menurut Kaum Syiah Rafidah yang Gemar Memaki Sahabat Nabi
loading...
A
A
A
BAGI kaum Rafidah , sunnah bukanlah seperti yang dimiliki orang Sunni . Sunnah, menurut pengertian mereka, adalah hadis yang diriwayatkan oleh para imam yang ma'shum (suci dari dosa). Mereka berjumlah dua belas. Adapun hadis yang diriwayatkan oleh selain imam, maka itu tidak dipandang sebagai hadis, walaupun sanadnya sahih dan muttashil (bersambung kepada Nabi).
Dr. Mustafa as-Siba'i menyatakan, kaum Rafldhah mempunyai ketentuan dasar bahwa orang yang tidak mengangkat Ali bin Abi Thalib sebagai pemimpin, berarti ia telah menodai pesan Nabi. la telah menentang imam yang benar. Dengan begitu, ia tidak bisa dipandang adil dan terpercaya.
Dalam menerima atau meneliti hadits, mereka tidak menggunakan metoda ilmiah, misalnya meneliti sanad (silsilah hadits) dan matan (teks hadits), seperti yang dilakukan oleh ulama Sunni, untuk mengetahui mana hadits yang sahih dan yang lemah (dha'if). Mereka tidak menggunakan metoda itu. Mereka hanya berpegang kepada riwayat imam, seperti telah disebutkan tadi. Ketersucian sang imam dari dosa sudah cukup bagi mereka sebagai kriteria kesahihan sebuah hadits.
Padahal, hadits-hadits yang diriwayatkan melalui sanad keluarga Nabi atau Ahlul Bayt sangatlah sedikit jumlahnya. Itulah sebabnya mengapa mereka meluputkan sejumlah hadits yang cukup besar.
Mereka beranggapan, hadits tidak datang kecuali melalui sanad Ahlul Bayt. Lalu, syarat 'ishmah (keterbebasan dari dosa) mereka kenakan kepada para perawi. Karena itu, hadits Nabi menjadi terlalu sempit untuk dapat menerangkan berbagai aspek Islam seperti yang telah diterangkan oleh Rasulullah SAW. juga, anggapan tersebut tidak mampu menjabarkan bagian ajaran Islam yang disampaikan Nabi tanpa penjelasan.
Kenyataan di atas menyebabkan kaum Rafidhah harus terus berbohong dimana mereka bersandar kepada imam-imam mereka. Dari sini mereka meneruskan kebohongan mereka itu kepada Nabi, atau mencukupkan hingga kepada 'Ali dan Fatimah, atau kepada salah seorang dari keturunan mereka.
Mereka melakukan perbuatan tidak mulia itu walaupun harus berlawanan dengan hadits Nabi, namun sejalan dengan riwayat salah seorang sahabat yang mereka pandang kafir, seperti akan dijelaskan kemudian.
Dr. 'Abdullah Fayadh, dosen Sejarah Islam di Universitas Baghdad, di dalam bukunya Tarikh al-Imamiyah yang diberi kata pengantar oleh Sayyid Muhammad Baqir, menulis:5"Sesungguhnya kepercayaan bahwa imam-imam itu ma'shum (bebas dosa) menyebabkan semua hadits yang keluar dari mereka sahih dengan sendirinya, tanpa melihat apakah riwayat itu berasal dari Nabi (muttashil) ataukah tidak, sebagaimana dilakukan oleh perawi Sunni".6
Memaki Sahabat Nabi
Kaum Rafidhah selalu mengecam para sahabat, karena mereka dipandang melawan nash yang menetapkan kepemimpinan 'Ali ibn Abi Thalib. Bahkan kaum Rafidhah telah mengkafirkan para sahabat karena mereka dipandang tidak membai'at kepada 'Ali, para sahabat dianggap telah bersalah, kecuali sekelompok kecil dari mereka, yaitu sekitar 10 orang, di antaranya termasuk para sahabat yang ditetapkan akan masuk sorga dan sahabat yang melakukan Bay'at ar-Ridhwan, yaitu orang-orang yang dinyatakan oleh Allah dalam ayat: "Sesungguhnya Allah telah rela terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon ( QS, al-Fath , 48:18)." Di dalam hadits disebutkan: Tidak akan masuk neraka orang-orang yang berbai'at di bawah pohon (riwayat Muslim).
Di antara sahabat terkemuka yang mereka kecam adalah Abu Bakar dan ' Umar bin Khattab . Mereka diberi gelar sebagai berhala Quraisy, yang bernama al-Jibt dan Thaghut. Kecaman mereka terhadap Abu Bakar dan 'Umar, serta terhadap para Ibunda Kaum Beriman, yaitu 'A'isyah dan Hafshah, merupakan sebagian dari ibadah dan rukun shalat mereka.
Padahal Allah sendiri memuji para sahabat yang terdahulu (as-sabiqun al-awwalun), baik sahabat Muhajir maupun Anshar. Allah berfirman: "Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah ( QS at-Taubah , 9:110)." Ayat yang lain berbunyi: "Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), berdoa: Ya Tuhan kami, beri ampun kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman ( QS al-Hasyr , 59:10)."
Adapun kaum Rafidhah, mereka itu tidak memintakan ampun untuk mereka. Sebaliknya, mereka justru membenci. Padahal, mereka diperintahkan untuk memintakan ampun untuk sahabat-sahabat Nabi. RasulullahSAW sendiri bersabda: "Janganlah kamu memaki sahabat-sahabatku. Seandainya kamu bersedekah emas sebesar gunung Uhud, itu belum senilai sedekah mereka, walaupun hanya satu mudd atau separuhnya." (diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).
Dr. Mustafa as-Siba'i menyatakan, kaum Rafldhah mempunyai ketentuan dasar bahwa orang yang tidak mengangkat Ali bin Abi Thalib sebagai pemimpin, berarti ia telah menodai pesan Nabi. la telah menentang imam yang benar. Dengan begitu, ia tidak bisa dipandang adil dan terpercaya.
Dalam menerima atau meneliti hadits, mereka tidak menggunakan metoda ilmiah, misalnya meneliti sanad (silsilah hadits) dan matan (teks hadits), seperti yang dilakukan oleh ulama Sunni, untuk mengetahui mana hadits yang sahih dan yang lemah (dha'if). Mereka tidak menggunakan metoda itu. Mereka hanya berpegang kepada riwayat imam, seperti telah disebutkan tadi. Ketersucian sang imam dari dosa sudah cukup bagi mereka sebagai kriteria kesahihan sebuah hadits.
Padahal, hadits-hadits yang diriwayatkan melalui sanad keluarga Nabi atau Ahlul Bayt sangatlah sedikit jumlahnya. Itulah sebabnya mengapa mereka meluputkan sejumlah hadits yang cukup besar.
Mereka beranggapan, hadits tidak datang kecuali melalui sanad Ahlul Bayt. Lalu, syarat 'ishmah (keterbebasan dari dosa) mereka kenakan kepada para perawi. Karena itu, hadits Nabi menjadi terlalu sempit untuk dapat menerangkan berbagai aspek Islam seperti yang telah diterangkan oleh Rasulullah SAW. juga, anggapan tersebut tidak mampu menjabarkan bagian ajaran Islam yang disampaikan Nabi tanpa penjelasan.
Kenyataan di atas menyebabkan kaum Rafidhah harus terus berbohong dimana mereka bersandar kepada imam-imam mereka. Dari sini mereka meneruskan kebohongan mereka itu kepada Nabi, atau mencukupkan hingga kepada 'Ali dan Fatimah, atau kepada salah seorang dari keturunan mereka.
Mereka melakukan perbuatan tidak mulia itu walaupun harus berlawanan dengan hadits Nabi, namun sejalan dengan riwayat salah seorang sahabat yang mereka pandang kafir, seperti akan dijelaskan kemudian.
Dr. 'Abdullah Fayadh, dosen Sejarah Islam di Universitas Baghdad, di dalam bukunya Tarikh al-Imamiyah yang diberi kata pengantar oleh Sayyid Muhammad Baqir, menulis:5"Sesungguhnya kepercayaan bahwa imam-imam itu ma'shum (bebas dosa) menyebabkan semua hadits yang keluar dari mereka sahih dengan sendirinya, tanpa melihat apakah riwayat itu berasal dari Nabi (muttashil) ataukah tidak, sebagaimana dilakukan oleh perawi Sunni".6
Memaki Sahabat Nabi
Kaum Rafidhah selalu mengecam para sahabat, karena mereka dipandang melawan nash yang menetapkan kepemimpinan 'Ali ibn Abi Thalib. Bahkan kaum Rafidhah telah mengkafirkan para sahabat karena mereka dipandang tidak membai'at kepada 'Ali, para sahabat dianggap telah bersalah, kecuali sekelompok kecil dari mereka, yaitu sekitar 10 orang, di antaranya termasuk para sahabat yang ditetapkan akan masuk sorga dan sahabat yang melakukan Bay'at ar-Ridhwan, yaitu orang-orang yang dinyatakan oleh Allah dalam ayat: "Sesungguhnya Allah telah rela terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon ( QS, al-Fath , 48:18)." Di dalam hadits disebutkan: Tidak akan masuk neraka orang-orang yang berbai'at di bawah pohon (riwayat Muslim).
Di antara sahabat terkemuka yang mereka kecam adalah Abu Bakar dan ' Umar bin Khattab . Mereka diberi gelar sebagai berhala Quraisy, yang bernama al-Jibt dan Thaghut. Kecaman mereka terhadap Abu Bakar dan 'Umar, serta terhadap para Ibunda Kaum Beriman, yaitu 'A'isyah dan Hafshah, merupakan sebagian dari ibadah dan rukun shalat mereka.
Padahal Allah sendiri memuji para sahabat yang terdahulu (as-sabiqun al-awwalun), baik sahabat Muhajir maupun Anshar. Allah berfirman: "Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah ( QS at-Taubah , 9:110)." Ayat yang lain berbunyi: "Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), berdoa: Ya Tuhan kami, beri ampun kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman ( QS al-Hasyr , 59:10)."
Adapun kaum Rafidhah, mereka itu tidak memintakan ampun untuk mereka. Sebaliknya, mereka justru membenci. Padahal, mereka diperintahkan untuk memintakan ampun untuk sahabat-sahabat Nabi. RasulullahSAW sendiri bersabda: "Janganlah kamu memaki sahabat-sahabatku. Seandainya kamu bersedekah emas sebesar gunung Uhud, itu belum senilai sedekah mereka, walaupun hanya satu mudd atau separuhnya." (diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).
(mhy)