Kisah Umar bin Khattab Mengaudit Kekayaan Amr bin Ash saat Romawi Siap Makar
loading...
A
A
A
MESIRdi era Khalifah Umar bin Khattab sudah berada di bawah kekuasaan kaum muslimin. Politik yang diterapkan khalifah waktu itu adalah merangkul rakyatnya dengan meringankan pajak dan membiarkan mereka tetap dalam kepercayaan mereka sendiri.
Jabatan-jabatan administrasi dibiarkan tetap di tangan anak negeri dan di tangan orang-orang Romawi yang memilih tinggal di sana daripada berangkat pulang ke negeri asal. "Politik yang diterima baik oleh umumnya orang Mesir ini telah menimbulkan kemarahan pihak Iskandariah," tulis Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Usman bin Affan, Antara Kekhalifahan dengan Kerajaan" yang diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah (Pustaka Litera AntarNusa, 1987).
Menurut Haekal, kemarahan mereka itu wajar sebab di masa kekuasaan Romawi, pihak Iskandariah mendapat berbagai macam keistimewaan sebelum kedatangan orang-orang Arab, banyak macam pajak yang dibebaskan dari mereka.
Sesudah panglima Arab itu mempersamakan mereka dengan penduduk yang lain dan mereka juga harus memikul kewajiban seperti yang lain, mereka merasa sakit hati danmereka pun menghasut orang-orang Romawi yang tidak ikut meninggalkan ibu kota Iskandariah supaya membenci dan memusuhi Muslimin dan pemerintahannya.
Tak terlintas dalam pikiran Amr bin Ash bahwa semua itu kelak mungkin saja menjurus pada kerusuhan dan pergolakan. "Itu sebabnya benteng-benteng Iskandariah yang kukuh itu dibiarkan begitu saja, tidak lagi diperkuat dengan pasukan selain garnisun yang tak lebih dari 1000 personel untuk menjaga ketertiban dan pemerintahan di sana," ujar Haekal.
Di Istana Konstantinopel , sesudah keadaan stabil, mereka yang tinggal di Iskandariah menulis surat kepada Kaisar Byzantium dan mengisyaratkan jika mungkin agar ia mengirimkan armada kapalnya lengkap dengan pasukan untuk menyergap Muslimin sebelum mereka sadari, dan akan memperkuat diri di sana untuk kemudian meneruskan perjalanan ke seluruh Mesir untuk menguasainya kembali. Mesir adalah kawasan kaya raya yang selama ini memberi kemakmuran kepada Roma dan Byzantium dengan segala hasilnya yang melimpah itu.
Berita pengkhianatan itu tidak sampai kepada Amr bin Ash, karena oleh Romawi sangat dirahasiakan. Amr sendiri sangat sibuk karena adanya perbedaan paham dia dengan Khalifah Umar bin Khattab yang begitu dalam sehingga Umar menuduhnya memperkaya diri dengan hasil pajak Mesir.
Khalifah Umar mengutus Muhammad bin Maslamah ke Mesir untuk mengaudit harta kekayaannya. Umar sudah hampir saja memecat Amr, namun Allah berkehendak lain: Khalifah Umar terbunuh saat mengimami salat subuh.
Sementara itu, Khalifah Utsman bin Affan , sebagai penggantinya, pandangannya terhadap Amr tidak lebih baik daripada Umar. Barangkali ia belum lupa apa yang dikatakannya tentang dirinya empat tahun silam tatkala ia berangkat hendak membebaskan Mesir.
Sikap Utsman yang memperlihatkan rasa simpatinya kepada Abdullah bin Sa'd bin Abi Sarh - saudara susuannya - sangat menyakiti hati Amr. Abdullah bin Sa'd ini sebagai pejabat di Mesir yang diangkat oleh Umar berada di bawah Amr bin Ash.
Konon Umar bin Khattab mengangkat Abdullah bin Sa'd untuk memperkecil kekuasaan Amr. Oleh karena itu ia menunjuknya untuk daerah di as-Sa'id dan Fayyum dan ia berhak memungut pajak di sana.
Timbul rasa khawatir dalam hati Amr bahwa Utsman akan mengutamakan Abdullah bin Sa'd dan ia akan memperluas kekuasaannya. Hal ini membuatnya tidak lagi banyak memikirkan soal Iskandariah. Berita-berita dan segala rencana makar pihak Romawi tak ada yang sampai kepadanya. Apalagi karena Romawi memang benar-benar sangat merahasiakan rencananya itu.
Sesudah Utsman dilantik, Amr dipecatnya dan seluruh kawasan di Mesir dipegang oleh Abdullah bin Sa'd. Mereka yang mengutip sumber ini sebagian berpendapat bahwa Amr meninggalkan Mesir menuju Makkah begitu ia dipecat.
Sedangkan yang sebagian lagi berpendapat bahwa ia tetap tinggal di Mesir kendati sudah dipecat. Ada juga sumber yang menyebutkan bahwa Utsman tidaklah memecat Amr, tetapi memperluas kekuasaan Abdullah bin Sa'd dan memperlihatkan simpatinya yang begitu besar kepadanya.
Kalaulah memang demikian,Haekal mengatakan, posisi Amr di Mesir selama dalam kurun waktu itu, sulit sekali kita akan menuduhnya telah mengabaikan tanggung jawabnya karena dia tak dapat mengikuti berita-berita tentang Romawi di Iskandariah. Bahkan dapat dimengerti sekalipun ia tetap berada di kawasan Mesir. Dia akan membela diri atas tuduhan keji yang dialamatkan kepadanya.
"Tak ada tuduhan yang lebih keji dialamatkan kepada seorang pejabat tinggi daripada kecurangan dan usaha memperalat kekuasaan untuk kepentingan pribadinya dan untuk memperkaya diri," kata Haekal.
Akan tetapi apa pun yang terjadi, orang-orang Romawi di Iskandariah sudah menulis surat kepada Kaisar Konstans II [Constans II] dengan permintaan agar mereka dibebaskan dari kekuasaan Muslimin. Melihat lemahnya persenjataan pihak Arab di Iskandariah, sedang dia adalah raja lautan yang tak dimiliki oleh pihak Muslimin, mereka siap membantunya untuk mempermudah usahanya itu.
Kalau dengan diam-diam dia dapat mengirimkan pasukannya dengan kapal tanpa diketahui pihak Muslimin, kekuatan bersenjatanya akan memasuki ibu kota Mesir, kemudian menaklukkannya dan dari sana seluruh wilayah Mesir akan dapat ditaklukkan. Konsep ini sangat menggiurkan Konstans dan istananya. Terbayang oleh mereka bahwa kalau mereka berhasil dan dapat menguasai Mesir kembali, apa yang sudah menimpa mereka di Syam tidaklah seberapa. (*)
Lihat Juga: Kisah Samudera Pasai, Kerajaan Islam Pertama Nusantara yang Kuasai Perdagangan Internasional
Jabatan-jabatan administrasi dibiarkan tetap di tangan anak negeri dan di tangan orang-orang Romawi yang memilih tinggal di sana daripada berangkat pulang ke negeri asal. "Politik yang diterima baik oleh umumnya orang Mesir ini telah menimbulkan kemarahan pihak Iskandariah," tulis Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Usman bin Affan, Antara Kekhalifahan dengan Kerajaan" yang diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah (Pustaka Litera AntarNusa, 1987).
Menurut Haekal, kemarahan mereka itu wajar sebab di masa kekuasaan Romawi, pihak Iskandariah mendapat berbagai macam keistimewaan sebelum kedatangan orang-orang Arab, banyak macam pajak yang dibebaskan dari mereka.
Sesudah panglima Arab itu mempersamakan mereka dengan penduduk yang lain dan mereka juga harus memikul kewajiban seperti yang lain, mereka merasa sakit hati danmereka pun menghasut orang-orang Romawi yang tidak ikut meninggalkan ibu kota Iskandariah supaya membenci dan memusuhi Muslimin dan pemerintahannya.
Tak terlintas dalam pikiran Amr bin Ash bahwa semua itu kelak mungkin saja menjurus pada kerusuhan dan pergolakan. "Itu sebabnya benteng-benteng Iskandariah yang kukuh itu dibiarkan begitu saja, tidak lagi diperkuat dengan pasukan selain garnisun yang tak lebih dari 1000 personel untuk menjaga ketertiban dan pemerintahan di sana," ujar Haekal.
Di Istana Konstantinopel , sesudah keadaan stabil, mereka yang tinggal di Iskandariah menulis surat kepada Kaisar Byzantium dan mengisyaratkan jika mungkin agar ia mengirimkan armada kapalnya lengkap dengan pasukan untuk menyergap Muslimin sebelum mereka sadari, dan akan memperkuat diri di sana untuk kemudian meneruskan perjalanan ke seluruh Mesir untuk menguasainya kembali. Mesir adalah kawasan kaya raya yang selama ini memberi kemakmuran kepada Roma dan Byzantium dengan segala hasilnya yang melimpah itu.
Berita pengkhianatan itu tidak sampai kepada Amr bin Ash, karena oleh Romawi sangat dirahasiakan. Amr sendiri sangat sibuk karena adanya perbedaan paham dia dengan Khalifah Umar bin Khattab yang begitu dalam sehingga Umar menuduhnya memperkaya diri dengan hasil pajak Mesir.
Khalifah Umar mengutus Muhammad bin Maslamah ke Mesir untuk mengaudit harta kekayaannya. Umar sudah hampir saja memecat Amr, namun Allah berkehendak lain: Khalifah Umar terbunuh saat mengimami salat subuh.
Sementara itu, Khalifah Utsman bin Affan , sebagai penggantinya, pandangannya terhadap Amr tidak lebih baik daripada Umar. Barangkali ia belum lupa apa yang dikatakannya tentang dirinya empat tahun silam tatkala ia berangkat hendak membebaskan Mesir.
Sikap Utsman yang memperlihatkan rasa simpatinya kepada Abdullah bin Sa'd bin Abi Sarh - saudara susuannya - sangat menyakiti hati Amr. Abdullah bin Sa'd ini sebagai pejabat di Mesir yang diangkat oleh Umar berada di bawah Amr bin Ash.
Konon Umar bin Khattab mengangkat Abdullah bin Sa'd untuk memperkecil kekuasaan Amr. Oleh karena itu ia menunjuknya untuk daerah di as-Sa'id dan Fayyum dan ia berhak memungut pajak di sana.
Timbul rasa khawatir dalam hati Amr bahwa Utsman akan mengutamakan Abdullah bin Sa'd dan ia akan memperluas kekuasaannya. Hal ini membuatnya tidak lagi banyak memikirkan soal Iskandariah. Berita-berita dan segala rencana makar pihak Romawi tak ada yang sampai kepadanya. Apalagi karena Romawi memang benar-benar sangat merahasiakan rencananya itu.
Sesudah Utsman dilantik, Amr dipecatnya dan seluruh kawasan di Mesir dipegang oleh Abdullah bin Sa'd. Mereka yang mengutip sumber ini sebagian berpendapat bahwa Amr meninggalkan Mesir menuju Makkah begitu ia dipecat.
Sedangkan yang sebagian lagi berpendapat bahwa ia tetap tinggal di Mesir kendati sudah dipecat. Ada juga sumber yang menyebutkan bahwa Utsman tidaklah memecat Amr, tetapi memperluas kekuasaan Abdullah bin Sa'd dan memperlihatkan simpatinya yang begitu besar kepadanya.
Kalaulah memang demikian,Haekal mengatakan, posisi Amr di Mesir selama dalam kurun waktu itu, sulit sekali kita akan menuduhnya telah mengabaikan tanggung jawabnya karena dia tak dapat mengikuti berita-berita tentang Romawi di Iskandariah. Bahkan dapat dimengerti sekalipun ia tetap berada di kawasan Mesir. Dia akan membela diri atas tuduhan keji yang dialamatkan kepadanya.
"Tak ada tuduhan yang lebih keji dialamatkan kepada seorang pejabat tinggi daripada kecurangan dan usaha memperalat kekuasaan untuk kepentingan pribadinya dan untuk memperkaya diri," kata Haekal.
Akan tetapi apa pun yang terjadi, orang-orang Romawi di Iskandariah sudah menulis surat kepada Kaisar Konstans II [Constans II] dengan permintaan agar mereka dibebaskan dari kekuasaan Muslimin. Melihat lemahnya persenjataan pihak Arab di Iskandariah, sedang dia adalah raja lautan yang tak dimiliki oleh pihak Muslimin, mereka siap membantunya untuk mempermudah usahanya itu.
Kalau dengan diam-diam dia dapat mengirimkan pasukannya dengan kapal tanpa diketahui pihak Muslimin, kekuatan bersenjatanya akan memasuki ibu kota Mesir, kemudian menaklukkannya dan dari sana seluruh wilayah Mesir akan dapat ditaklukkan. Konsep ini sangat menggiurkan Konstans dan istananya. Terbayang oleh mereka bahwa kalau mereka berhasil dan dapat menguasai Mesir kembali, apa yang sudah menimpa mereka di Syam tidaklah seberapa. (*)
Lihat Juga: Kisah Samudera Pasai, Kerajaan Islam Pertama Nusantara yang Kuasai Perdagangan Internasional
(mhy)