Kisah Abdullah bin Qais, Laksamana Pertama dalam Sejarah Islam
loading...
A
A
A
PADA mulanya Mu'awiyah hendak membebaskan Siprus dengan jalan damai, yaitu ketika pihak Romawi sedang sibuk-sibuknya menghadapi malapetaka di Mesir dan di Afrika . Kala itu, Muawiyah bersama Abdullah bin Qais al-Harisi berencana membebaskan Siprus dengan harapan tidak sampai terjadi pertempuran.
Asumsi ini tidak berlebihan sebab pihak Muslim dan Siprus sudah ada perjanjian damai. Tak dinyana Siprus melanggar perjanjian karena dibantu Romawi.
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya yang diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah berjudul "Usman bin Affan, Antara Kekhalifahan dengan Kerajaan" (Pustaka Litera AntarNusa, 1987) menceritakan armada Syam dan Mesir berangkat ke Siprus, yang kemudian mereka taklukkan dengan jalan kekerasan, dengan segala akibatnya sampai terjadi penawanan dan pembunuhan penduduk.
Dalam pertempuran itu Abdullah bin Qais dan Abdullah bin Sa'ad adalah dua orang laksamana kedua armada tersebut. Ini adalah serangan yang kedua kalinya, setelah sebelumnya tanpa perlawanan.
Abdullah bin Qais memang sudah cukup mahir memimpin pertempuran di laut. Dia sudah melakukan 50 kali serangan selama di laut antara musim dingin dengan musim panas tanpa ada sebuah kapal pun dari pihaknya yang tenggelam atau rusak.
Konon Abdullah bin Qais "Berdoa kepada Allah agar anggota-anggota pasukannya diberi keselamatan, dan jangan ada di antara mereka yang mendapat musibah."
Doanya ini terkabul. Tetapi kemudian tiba saatnya Allah membuat dia sendiri yang mengalami musibah itu. Dengan sebuah perahu perintis ia pergi ke Marga di Erzerum yang banyak dihuni oleh pengemis-pengemis. Ia memberikan sedekah kepada mereka. Seorang perempuan dari pengemis itu kembali pulang ke desanya dan berkata kepada orang-orang di sana:
"Kalian mencari Abdullah bin Qais?"
Mereka menjawab dengan pertanyaan: "Di mana dia?"
"Di Marqa," jawabnya.
Lalu kata mereka lagi: "Musuh Tuhan dia! Dari mana Anda tahu bahwa dia Abdullah bin Qais, padahal dia bersembunyi?"
"Kalian tidak mampu menemukan Abdullah yang sedang bersembunyi."
Kematian Abdullah bin Qais
Setelah itu mereka menuju ke tempatnya itu lalu menyerangnya. Maka terjadilah saling serang, dan dia seorang diri yang mengalami bencana itu. Pelaut itu dapat lolos sampai ke tempat teman-temannya.
Konon kemudian ada yang mengatakan kepada perempuan itu: "Dengan cara apa Anda mengenal dia?"
"Dengan caranya memberi derma. Dia memberi seperti raja-raja, tidak kikir seperti para pedagang."
Mereka yang bercerita tentang peristiwa itu menyebutkan bahwa sesudah Abdullah bin Qais terbunuh, Sufyan bin Adi al-Azdi berangkat hendak memerangi musuh-musuhnya itu, tetapi tak berhasil.
Dengan demikian matilah seorang laksamana Muslim pertama, terbunuh tanpa perang. Laki-laki yang tak terkalahkan itu kini gugur karena kelalaian sahabat-sahabatnya yang tak mampu menuntut balas dan mengalahkan musuhnya itu.
Setelah pihak Muslimin menguasai Siprus, dan setelah memiliki armada yang dapat mempertahankan pantai-pantai Syam dan Afrika, pihak Romawi yakin bahwa mereka tidak akan mampu lagi kembali ke Mesir dan ke Afrika.
Juga tidak akan mampu melawan pihak Muslimin di Syam selama armada Muslimin itu belum dihancurkan, sebab dengan kehancurannya itu mereka akan kembali merajai lautan, menjadi pemegang kekuasaan yang berwibawa dan dengan tangan besi, absolut.
Mereka tak akan mendapat kesempatan berkuasa kalau membiarkan armada Muslimin itu berkembang dan para awak kapalnya makin mahir. Karenanya mereka bermaksud melakukan serangan di laut dan menghancurkan armada Muslimin.
Mereka sudah yakin dengan perkiraan itu mereka akan dapat mengalahkan armada itu, sebab jumlah kapal mereka lebih banyak daripada kapal pihak Muslimin dan para awak kapal mereka pun lebih mahir. (*)
Asumsi ini tidak berlebihan sebab pihak Muslim dan Siprus sudah ada perjanjian damai. Tak dinyana Siprus melanggar perjanjian karena dibantu Romawi.
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya yang diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah berjudul "Usman bin Affan, Antara Kekhalifahan dengan Kerajaan" (Pustaka Litera AntarNusa, 1987) menceritakan armada Syam dan Mesir berangkat ke Siprus, yang kemudian mereka taklukkan dengan jalan kekerasan, dengan segala akibatnya sampai terjadi penawanan dan pembunuhan penduduk.
Dalam pertempuran itu Abdullah bin Qais dan Abdullah bin Sa'ad adalah dua orang laksamana kedua armada tersebut. Ini adalah serangan yang kedua kalinya, setelah sebelumnya tanpa perlawanan.
Abdullah bin Qais memang sudah cukup mahir memimpin pertempuran di laut. Dia sudah melakukan 50 kali serangan selama di laut antara musim dingin dengan musim panas tanpa ada sebuah kapal pun dari pihaknya yang tenggelam atau rusak.
Konon Abdullah bin Qais "Berdoa kepada Allah agar anggota-anggota pasukannya diberi keselamatan, dan jangan ada di antara mereka yang mendapat musibah."
Doanya ini terkabul. Tetapi kemudian tiba saatnya Allah membuat dia sendiri yang mengalami musibah itu. Dengan sebuah perahu perintis ia pergi ke Marga di Erzerum yang banyak dihuni oleh pengemis-pengemis. Ia memberikan sedekah kepada mereka. Seorang perempuan dari pengemis itu kembali pulang ke desanya dan berkata kepada orang-orang di sana:
"Kalian mencari Abdullah bin Qais?"
Mereka menjawab dengan pertanyaan: "Di mana dia?"
"Di Marqa," jawabnya.
Lalu kata mereka lagi: "Musuh Tuhan dia! Dari mana Anda tahu bahwa dia Abdullah bin Qais, padahal dia bersembunyi?"
"Kalian tidak mampu menemukan Abdullah yang sedang bersembunyi."
Kematian Abdullah bin Qais
Setelah itu mereka menuju ke tempatnya itu lalu menyerangnya. Maka terjadilah saling serang, dan dia seorang diri yang mengalami bencana itu. Pelaut itu dapat lolos sampai ke tempat teman-temannya.
Konon kemudian ada yang mengatakan kepada perempuan itu: "Dengan cara apa Anda mengenal dia?"
"Dengan caranya memberi derma. Dia memberi seperti raja-raja, tidak kikir seperti para pedagang."
Mereka yang bercerita tentang peristiwa itu menyebutkan bahwa sesudah Abdullah bin Qais terbunuh, Sufyan bin Adi al-Azdi berangkat hendak memerangi musuh-musuhnya itu, tetapi tak berhasil.
Dengan demikian matilah seorang laksamana Muslim pertama, terbunuh tanpa perang. Laki-laki yang tak terkalahkan itu kini gugur karena kelalaian sahabat-sahabatnya yang tak mampu menuntut balas dan mengalahkan musuhnya itu.
Setelah pihak Muslimin menguasai Siprus, dan setelah memiliki armada yang dapat mempertahankan pantai-pantai Syam dan Afrika, pihak Romawi yakin bahwa mereka tidak akan mampu lagi kembali ke Mesir dan ke Afrika.
Juga tidak akan mampu melawan pihak Muslimin di Syam selama armada Muslimin itu belum dihancurkan, sebab dengan kehancurannya itu mereka akan kembali merajai lautan, menjadi pemegang kekuasaan yang berwibawa dan dengan tangan besi, absolut.
Mereka tak akan mendapat kesempatan berkuasa kalau membiarkan armada Muslimin itu berkembang dan para awak kapalnya makin mahir. Karenanya mereka bermaksud melakukan serangan di laut dan menghancurkan armada Muslimin.
Mereka sudah yakin dengan perkiraan itu mereka akan dapat mengalahkan armada itu, sebab jumlah kapal mereka lebih banyak daripada kapal pihak Muslimin dan para awak kapal mereka pun lebih mahir. (*)
(mhy)