Hadis tentang Ipar Adalah Maut yang Perlu Diingat Umat Islam
loading...
A
A
A
UAS ingat ada hadis bahwa Nabi Muhammad SAW mengatakan bahwa ipar adalah maut. UAS menyarankan agar iparnya pulang kampung ke rumah orang tuanya, agar iparnya menikah dengan laki-laki lain.
Ipar atau Sepupu
Sementara itu, Ustaz Amien Nurhakim dalam tulisannya di NU Online, menerangkan dalam riwayat Imam Muslim yang lain, ada redaksi penjelas dalam hadis berikutnya, bahwa kata ‘al-hamwu’ merujuk pada makna saudara pasangan, baik ipar atau sepupu, dan semisalnya.
Begitu pun apabila kita merujuk pada kamus Bahasa Arab modern, maka maknanya adalah kerabat suami atau istri.
Ibnu Daqiq Al-‘Id menanggapi bahwa kata ‘al-hamwu’ dalam hadis memiliki fungsi yang umum, sehingga mertua pun masuk ke dalam makna dari kata tersebut. Sebab itu, Imam Muslim melampirkan riwayat yang spesifik bahwa kata ‘al-hamwu’ yang dimaksud Nabi SAW adalah ipar.
Ibnu Daqiq Al-‘Id dalam "Ihkamul Ahkam Syarhu ‘Umdatil Ahkam" [Beirut: Muassasatur Risalah, 2005] menyebutkan anjuran Nabi SAW agar kita berhati-hati masuk ke dalam rumah seorang wanita berlaku bagi wanita yang bukan mahramnya karena khawatir terjadi khalwat atau berdua-duaan dengan lawan jenis.
Mengapa Nabi SAW Menyebut Ipar sebagai Maut?
Ustadz Amien menjelaskan, para ulama ahli hadis memiliki penafsiran dan interpretasi yang beragam terkait mengapa Rasulullah SAW menyebut ipar sebagai kematian.
Ia mengutip beberapa pendapat ulama seperti Al-Munawi dan An-Nawawi.
Menurut Al-Munawi, alasan Rasulullah SAW menyebut kakak ipar yang masuk ke dalam rumah istri adiknya sebagai kematian disebabkan banyak orang yang tidak tahu bahwa kakak atau adik ipar pasangan bukanlah mahramnya.
Ketika seorang lawan jenis yang bukan mahram saling bertemu, maka hukum-hukum fikih seperti menutup aurat, tidak boleh bersentuhan, dan lain sebagainya otomatis berlaku.
Dalam hal ini, terkadang seseorang yang sudah berpasangan tidak terlalu menjaga batasan-batasannya dengan adik atau kakak iparnya dalam hal bersentuhan kulit ataupun menutup aurat, padahal mereka bukan mahramnya.
Dengan demikian, Al-Munawi menafsirkan bahwa perumpamaan ipar seperti maut yang dilakukan Rasulullah SAW merupakan bentuk larangan keras agar orang-orang paham bahwa ipar bukanlah mahram, maka batasan-batasan yang telah ditetapkan dalam Islam terkait lawan jenis yang bukan mahram harus diterapkan.
Hadis di atas juga mengajarkan larangan berdua-duaan dengan wanita yang bukan mahram. Karena dalam hadis sudah disebutkan pula,
“Janganlah salah seorang di antara kalian berdua-duaan dengan seorang wanita (yang bukan mahramnya) karena setan adalah orang ketiganya.” (HR. Ahmad 1: 18. Syekh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadis ini sahih, para perawinya tsiqah sesuai syarat Bukhari-Muslim)
Namun, jika bersama wanita itu ada wanita lain atau terdapat mahramnya, maka hilanglah maksud (alasan) yang menjadi sebab larangan tersebut. Ini berlaku untuk pergaulan dengan yang bukan mahram.
Baca Juga
Ipar atau Sepupu
Sementara itu, Ustaz Amien Nurhakim dalam tulisannya di NU Online, menerangkan dalam riwayat Imam Muslim yang lain, ada redaksi penjelas dalam hadis berikutnya, bahwa kata ‘al-hamwu’ merujuk pada makna saudara pasangan, baik ipar atau sepupu, dan semisalnya.
Begitu pun apabila kita merujuk pada kamus Bahasa Arab modern, maka maknanya adalah kerabat suami atau istri.
Ibnu Daqiq Al-‘Id menanggapi bahwa kata ‘al-hamwu’ dalam hadis memiliki fungsi yang umum, sehingga mertua pun masuk ke dalam makna dari kata tersebut. Sebab itu, Imam Muslim melampirkan riwayat yang spesifik bahwa kata ‘al-hamwu’ yang dimaksud Nabi SAW adalah ipar.
Ibnu Daqiq Al-‘Id dalam "Ihkamul Ahkam Syarhu ‘Umdatil Ahkam" [Beirut: Muassasatur Risalah, 2005] menyebutkan anjuran Nabi SAW agar kita berhati-hati masuk ke dalam rumah seorang wanita berlaku bagi wanita yang bukan mahramnya karena khawatir terjadi khalwat atau berdua-duaan dengan lawan jenis.
Mengapa Nabi SAW Menyebut Ipar sebagai Maut?
Ustadz Amien menjelaskan, para ulama ahli hadis memiliki penafsiran dan interpretasi yang beragam terkait mengapa Rasulullah SAW menyebut ipar sebagai kematian.
Ia mengutip beberapa pendapat ulama seperti Al-Munawi dan An-Nawawi.
Menurut Al-Munawi, alasan Rasulullah SAW menyebut kakak ipar yang masuk ke dalam rumah istri adiknya sebagai kematian disebabkan banyak orang yang tidak tahu bahwa kakak atau adik ipar pasangan bukanlah mahramnya.
Ketika seorang lawan jenis yang bukan mahram saling bertemu, maka hukum-hukum fikih seperti menutup aurat, tidak boleh bersentuhan, dan lain sebagainya otomatis berlaku.
Dalam hal ini, terkadang seseorang yang sudah berpasangan tidak terlalu menjaga batasan-batasannya dengan adik atau kakak iparnya dalam hal bersentuhan kulit ataupun menutup aurat, padahal mereka bukan mahramnya.
Dengan demikian, Al-Munawi menafsirkan bahwa perumpamaan ipar seperti maut yang dilakukan Rasulullah SAW merupakan bentuk larangan keras agar orang-orang paham bahwa ipar bukanlah mahram, maka batasan-batasan yang telah ditetapkan dalam Islam terkait lawan jenis yang bukan mahram harus diterapkan.
Hadis di atas juga mengajarkan larangan berdua-duaan dengan wanita yang bukan mahram. Karena dalam hadis sudah disebutkan pula,
لاَ يَخْلُوَنَّ أَحَدُكُمْ بِامْرَأَةٍ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ ثَالِثُهُمَا
“Janganlah salah seorang di antara kalian berdua-duaan dengan seorang wanita (yang bukan mahramnya) karena setan adalah orang ketiganya.” (HR. Ahmad 1: 18. Syekh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadis ini sahih, para perawinya tsiqah sesuai syarat Bukhari-Muslim)
Namun, jika bersama wanita itu ada wanita lain atau terdapat mahramnya, maka hilanglah maksud (alasan) yang menjadi sebab larangan tersebut. Ini berlaku untuk pergaulan dengan yang bukan mahram.
(mhy)