Kisah Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang Zuhud, Khulafaur Rasyidin Kelima
loading...
A
A
A
Setelah semua berkumpul, dia lalu meminta sumpah sekali lagi dari semua yang hadir agar mematuhi nama siapa pun yang keluar dari surat wasiat khalifah. Sebagian ada yang menolak, namun Raja’ tetap bersikeras agar semua yang hadir mengucapkan kembali sumpah setia mereka, dan akhirnya semua kembali bersumpah setia.
Setelah yakin dengan sumpah yang mereka ucapkan, Raja’ mulai mengabarkan, bahwa saat ini khalifah Sulaiman sudah wafat, dan ia mulai membacakan isi surat wasiat Sulaiman,
“Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Penyayang. Ini adalah surat dari hamba Allah, Sulaiman pemimpin kaum Muslimin, kepada Umar bin Abdul Aziz. Aku sudah menunjuk anda sebagai penggantiku untuk menjadi khalifah, dan anda akan digantikan oleh Yazid bin Abdul Malik. Wahai manusia, dengarkanlah dia dan patuhilah; takutlah pada Allah dan hindari perselisihan, agar musuh tidak mengambil keuntungan dari kalian.”
Mendengar ini, secara bersamaan Umar bin Abdul Aziz dan Hisham bin Abdul Malik mengucapkan, “Innalillahi wa innailaihi rajiun”. Satu ucapan yang sama, tapi dengan dua alasan yang berbeda.
Menyamai Khalifaur Rasyidin
Surat wasiat Sulaiman demikian mengikat. Yang menolaknya berarti mati. Hisham bin Abdul Malik – ketika mendengar nama Umar yang muncul – berkata, bahwa ia tidak akan mematuhi Umar sebagai khalifah.
Mendengar ini, Raja’ langsung menjawab, “kalau begitu, aku akan memenggal lehermu!”. Dan Hisham langsung terdiam. Ketika berada di atas mimbar, Umar meminta Hisham sebagai orang yang pertama kali membai’atnya, dan Hisham pun datang membai’atnya, kemudian diikuti oleh seluruh yang hadir.
Nama lengkapnya adalah Umar bin Abdul Aziz bin Marwan Bin Hakam bin Abul Ash bin Umayyah. Ibunya adalah cicit dari Umar bin Khattab . Kisah tentang nasab Umar bin Abdul Aziz dari pihak ibunya sangat terkenal di kalangan kaum Muslimin.
Alkisah, pada suatu malam, Umar bin Khattab sedang melakukan inspeksi di sekitar wilayah kekuasaannya. Kemudian di sebuah rumah seorang penjual susu yang miskin ia mendengar sebuah dialog antara ibu dan anak perempuannya. Kata sang ibu “Wahai anakku, segeralah kita tambah air dalam susu ini supaya terlihat banyak sebelum terbit matahari”.
Anaknya menjawab “Kita tidak boleh berbuat seperti itu ibu, Amirul Mukminin melarang kita berbuat begini”.
Si ibu masih mendesak “Tidak mengapa, Amirul Mukminin tidak akan tahu”.
Si anak membalas, “Jika Amirul Mukminin tidak tahu, tapi Tuhan Amirul Mukminin tahu”.
Umar yang mendengar kemudian menangis. Betapa mulianya hati anak gadis itu. Ketika pulang ke rumah, Umar bin Khattab menyuruh anak lelakinya, Asim menikahi gadis itu.
Kata Umar, “Semoga lahir dari keturunan gadis ini seorang pemimpin hebat yang akan memimpin orang-orang Arab dan Ajam”.
Asim yang taat tanpa banyak tanya segera menikahi gadis miskin tersebut. Pernikahan ini melahirkan anak perempuan bernama Laila yang lebih dikenal dengan sebutan Ummu Asim. Ketika dewasa Ummu Asim menikah dengan Abdul-Aziz bin Marwan yang akhirnya melahirkan Umar bin Abdul-Aziz.
Terkait tempat kelahirannya, ada yang mengatakan di Mesir (ketika ayahnya menjabat sebagai gubernur), ada juga yang mengatakan di Madinah. Tapi semua sepakat bahwa Umar tumbuh besar di Madinah.
Umar bin Abdul Aziz akhirnya menjadi khalifah Dinasti Umayyah yang kedelapan. Ia didaulat menjadi khalifah pada bulan Safar 99 H, di Dabiq, salah satu tempat di Suriah. Derajat keadilan dan kebijaksanaan Umar bin Abdul Aziz selama memimpin dianggap menyamai para Khulafah Rasyidin. Itu sebabnya dia kerap dianggap sebagai Khulafah Rasyidin kelima.
Kenakan Pakaian Murah
Setelah yakin dengan sumpah yang mereka ucapkan, Raja’ mulai mengabarkan, bahwa saat ini khalifah Sulaiman sudah wafat, dan ia mulai membacakan isi surat wasiat Sulaiman,
“Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Penyayang. Ini adalah surat dari hamba Allah, Sulaiman pemimpin kaum Muslimin, kepada Umar bin Abdul Aziz. Aku sudah menunjuk anda sebagai penggantiku untuk menjadi khalifah, dan anda akan digantikan oleh Yazid bin Abdul Malik. Wahai manusia, dengarkanlah dia dan patuhilah; takutlah pada Allah dan hindari perselisihan, agar musuh tidak mengambil keuntungan dari kalian.”
Mendengar ini, secara bersamaan Umar bin Abdul Aziz dan Hisham bin Abdul Malik mengucapkan, “Innalillahi wa innailaihi rajiun”. Satu ucapan yang sama, tapi dengan dua alasan yang berbeda.
Menyamai Khalifaur Rasyidin
Surat wasiat Sulaiman demikian mengikat. Yang menolaknya berarti mati. Hisham bin Abdul Malik – ketika mendengar nama Umar yang muncul – berkata, bahwa ia tidak akan mematuhi Umar sebagai khalifah.
Mendengar ini, Raja’ langsung menjawab, “kalau begitu, aku akan memenggal lehermu!”. Dan Hisham langsung terdiam. Ketika berada di atas mimbar, Umar meminta Hisham sebagai orang yang pertama kali membai’atnya, dan Hisham pun datang membai’atnya, kemudian diikuti oleh seluruh yang hadir.
Nama lengkapnya adalah Umar bin Abdul Aziz bin Marwan Bin Hakam bin Abul Ash bin Umayyah. Ibunya adalah cicit dari Umar bin Khattab . Kisah tentang nasab Umar bin Abdul Aziz dari pihak ibunya sangat terkenal di kalangan kaum Muslimin.
Alkisah, pada suatu malam, Umar bin Khattab sedang melakukan inspeksi di sekitar wilayah kekuasaannya. Kemudian di sebuah rumah seorang penjual susu yang miskin ia mendengar sebuah dialog antara ibu dan anak perempuannya. Kata sang ibu “Wahai anakku, segeralah kita tambah air dalam susu ini supaya terlihat banyak sebelum terbit matahari”.
Anaknya menjawab “Kita tidak boleh berbuat seperti itu ibu, Amirul Mukminin melarang kita berbuat begini”.
Si ibu masih mendesak “Tidak mengapa, Amirul Mukminin tidak akan tahu”.
Si anak membalas, “Jika Amirul Mukminin tidak tahu, tapi Tuhan Amirul Mukminin tahu”.
Umar yang mendengar kemudian menangis. Betapa mulianya hati anak gadis itu. Ketika pulang ke rumah, Umar bin Khattab menyuruh anak lelakinya, Asim menikahi gadis itu.
Kata Umar, “Semoga lahir dari keturunan gadis ini seorang pemimpin hebat yang akan memimpin orang-orang Arab dan Ajam”.
Asim yang taat tanpa banyak tanya segera menikahi gadis miskin tersebut. Pernikahan ini melahirkan anak perempuan bernama Laila yang lebih dikenal dengan sebutan Ummu Asim. Ketika dewasa Ummu Asim menikah dengan Abdul-Aziz bin Marwan yang akhirnya melahirkan Umar bin Abdul-Aziz.
Terkait tempat kelahirannya, ada yang mengatakan di Mesir (ketika ayahnya menjabat sebagai gubernur), ada juga yang mengatakan di Madinah. Tapi semua sepakat bahwa Umar tumbuh besar di Madinah.
Umar bin Abdul Aziz akhirnya menjadi khalifah Dinasti Umayyah yang kedelapan. Ia didaulat menjadi khalifah pada bulan Safar 99 H, di Dabiq, salah satu tempat di Suriah. Derajat keadilan dan kebijaksanaan Umar bin Abdul Aziz selama memimpin dianggap menyamai para Khulafah Rasyidin. Itu sebabnya dia kerap dianggap sebagai Khulafah Rasyidin kelima.
Kenakan Pakaian Murah