Jalaluddin Rumi: Jawaban untuk Seseorang yang Bodoh Adalah Diam
loading...
A
A
A
SELURUH kehidupan dan setiap ciptaan dipandang dalam suatu bentuk baru dan komprehensif. Dengan menggunakan metafor Matsnawi, pekerja "tersembunyi di dalam ruang kerjanya", bersembunyi dalam kerjanya untuk merenda jaring-jaring dirinya. Ruang kerjanya adalah tempat pandangannya. Di luar tempat ini adalah kegelapan. (
)
Idries Shah dalam The Sufis menulis posisi sufi sebagai orang yang mempunyai pandangan batin lebih dalam tentang persoalan-persoalan dunia dan keseluruhan serta saling bertentangan, merupakan potensi kekuatan diri yang sangat besar. ( )
Tetapi ia hanya bisa melakukan hal ini dalam hubungannya dengan seluruh makhluk -- pertama dengan sesama sufi, kemudian dengan manusia secara umum dan akhirnya dengan semua makhluk.
Kekuatan dan keberadaannya berkaitan dengan serangkaian hubungan baru. Orang-orang datang kepadanya dan ia menyadari bahwa bahkan mereka yang ingin mencemoohkan dirinya sangat mungkin datang untuk belajar sesuatu daripada sekadar menilai dirinya. ( )
Ia memandang sejumlah besar peristiwa sebagai suatu jenis pertanyaan dan jawaban. Suatu kunjungan kepada seorang yang Tercerahkan dipandangnya sebagai pendekatan, "Ajarilah aku!" Betapapun laparnya suatu pertanyaan, tetap saja sebuah pertanyaan.
"Kirimkan makanan!" Mencegah diri untuk tidak makan merupakan jawaban, suatu jawaban negatif. Sebagaimana Maulana Jalaluddin Rumi menyimpulkan bagian ini, jawaban untuk seseorang yang bodoh adalah diam. ( )
Ia mampu memberikan sebagian pengalaman mistiknya kepada orang-orang tertentu, sebagian muridnya dan orang yang dituntun oleh pengalaman masa lalu mereka untuk perkembangan semacam itu.
Hal ini terkadang dilakukan melalui latihan-latihan konsentrasi dan praktiknya mungkin berkembang ke dalam pengalaman mistik yang sesungguhnya.
Rumi berkata kepada para muridnya, "Pada mulanya pencerahan datang kepadamu dari orang-orang yang Tercerahkan. Ini adalah suatu tiruan. Namun ketika hal itu datang berulang kali, ini adalah pengalaman tentang kebenaran." ( )
Selama tahap pencariannya, seorang Sufi mungkin sering terlihat tidak memperdulikan perasaan orang lain, atau berada di luar aktivitas masyarakat.
Jika demikian, hal ini karena ia telah melihat karakter sejati dari suatu situasi, di balik situasi lahiriah yang hanya terlihat secara parsial bagi orang lain. Ia berbuat dengan cara sebaik mungkin, meskipun tidak selalu mengetahui mengapa ia mengatakan atau melakukan sesuatu.
Dalam Fihi Ma Fihi, Rumi memberikan ilustrasi tentang situasi itu. Seorang pemabuk melihat seorang Raja lewat dengan menunggang kuda yang sangat mahal harganya. Ia mencemooh kuda itu.
Sang Raja marah dan memanggilnya untuk menghadap kepadanya. Orang itu menjelaskan, "Saat itu seorang pemabuk sedang berdiri di atas atap. Aku sekarang bukan dia, sebab dia telah pergi."
Sang Raja puas dengan jawaban ini dan memberikan hadiah kepadanya. Pemabuk itu adalah sang sufi dan orang yang sadar itu juga adalah dirinya. Dalam hubungannya dengan realitas sejati, sang sufi telah bertindak dengan cara tertentu. Akibatnya ia diberi hadiah.
Ia juga melaksanakan suatu fungsi ketika menjelaskan kepada Raja bahwa orang tidak selalu bertanggung jawab atas berbagai tindakannya. Ia juga telah memberikan kesempatan kepada Raja untuk melakukan perbuatan baik.
Tidak ada anggur yang matang menjadi mentah kembali. Evolusi manusia tidak dapat dihentikan. Meskipun demikian evolusi ini bisa diarahkan dan dicampuradukkan oleh mereka yang tidak mengetahui apa sesungguhnya intuisi itu.
Dengan demikian ajaran-ajaran sufisme bisa diselewengkan dan seorang yang telah "tercerahkan" juga bisa dihubungi jika ia membiarkan dirinya terlalu sering terlihat secara terbuka oleh orang kebanyakan. Sebab untuk mengajarkan masalah Sufistik kepada orang luar, seperti guru Sufi lainnya, Rumi selalu menyerukan:
Ketika lentera batin permata masih menyala, Potonglah segera sumbu atasnya dan berilah minyak. Namun ia sepakat dengan para guru lainnya yang menolak untuk membicarakan mistik kepada setiap orang, "Panggillah kuda-kuda ke tempat yang tidak berumput, mereka pun akan mempertanyakannya." -- tidak menjadi soal apa pertanyaannya itu. (Bersambung)
Idries Shah dalam The Sufis menulis posisi sufi sebagai orang yang mempunyai pandangan batin lebih dalam tentang persoalan-persoalan dunia dan keseluruhan serta saling bertentangan, merupakan potensi kekuatan diri yang sangat besar. ( )
Tetapi ia hanya bisa melakukan hal ini dalam hubungannya dengan seluruh makhluk -- pertama dengan sesama sufi, kemudian dengan manusia secara umum dan akhirnya dengan semua makhluk.
Kekuatan dan keberadaannya berkaitan dengan serangkaian hubungan baru. Orang-orang datang kepadanya dan ia menyadari bahwa bahkan mereka yang ingin mencemoohkan dirinya sangat mungkin datang untuk belajar sesuatu daripada sekadar menilai dirinya. ( )
Ia memandang sejumlah besar peristiwa sebagai suatu jenis pertanyaan dan jawaban. Suatu kunjungan kepada seorang yang Tercerahkan dipandangnya sebagai pendekatan, "Ajarilah aku!" Betapapun laparnya suatu pertanyaan, tetap saja sebuah pertanyaan.
"Kirimkan makanan!" Mencegah diri untuk tidak makan merupakan jawaban, suatu jawaban negatif. Sebagaimana Maulana Jalaluddin Rumi menyimpulkan bagian ini, jawaban untuk seseorang yang bodoh adalah diam. ( )
Ia mampu memberikan sebagian pengalaman mistiknya kepada orang-orang tertentu, sebagian muridnya dan orang yang dituntun oleh pengalaman masa lalu mereka untuk perkembangan semacam itu.
Hal ini terkadang dilakukan melalui latihan-latihan konsentrasi dan praktiknya mungkin berkembang ke dalam pengalaman mistik yang sesungguhnya.
Rumi berkata kepada para muridnya, "Pada mulanya pencerahan datang kepadamu dari orang-orang yang Tercerahkan. Ini adalah suatu tiruan. Namun ketika hal itu datang berulang kali, ini adalah pengalaman tentang kebenaran." ( )
Selama tahap pencariannya, seorang Sufi mungkin sering terlihat tidak memperdulikan perasaan orang lain, atau berada di luar aktivitas masyarakat.
Jika demikian, hal ini karena ia telah melihat karakter sejati dari suatu situasi, di balik situasi lahiriah yang hanya terlihat secara parsial bagi orang lain. Ia berbuat dengan cara sebaik mungkin, meskipun tidak selalu mengetahui mengapa ia mengatakan atau melakukan sesuatu.
Dalam Fihi Ma Fihi, Rumi memberikan ilustrasi tentang situasi itu. Seorang pemabuk melihat seorang Raja lewat dengan menunggang kuda yang sangat mahal harganya. Ia mencemooh kuda itu.
Sang Raja marah dan memanggilnya untuk menghadap kepadanya. Orang itu menjelaskan, "Saat itu seorang pemabuk sedang berdiri di atas atap. Aku sekarang bukan dia, sebab dia telah pergi."
Sang Raja puas dengan jawaban ini dan memberikan hadiah kepadanya. Pemabuk itu adalah sang sufi dan orang yang sadar itu juga adalah dirinya. Dalam hubungannya dengan realitas sejati, sang sufi telah bertindak dengan cara tertentu. Akibatnya ia diberi hadiah.
Ia juga melaksanakan suatu fungsi ketika menjelaskan kepada Raja bahwa orang tidak selalu bertanggung jawab atas berbagai tindakannya. Ia juga telah memberikan kesempatan kepada Raja untuk melakukan perbuatan baik.
Tidak ada anggur yang matang menjadi mentah kembali. Evolusi manusia tidak dapat dihentikan. Meskipun demikian evolusi ini bisa diarahkan dan dicampuradukkan oleh mereka yang tidak mengetahui apa sesungguhnya intuisi itu.
Dengan demikian ajaran-ajaran sufisme bisa diselewengkan dan seorang yang telah "tercerahkan" juga bisa dihubungi jika ia membiarkan dirinya terlalu sering terlihat secara terbuka oleh orang kebanyakan. Sebab untuk mengajarkan masalah Sufistik kepada orang luar, seperti guru Sufi lainnya, Rumi selalu menyerukan:
Baca Juga
Ketika lentera batin permata masih menyala, Potonglah segera sumbu atasnya dan berilah minyak. Namun ia sepakat dengan para guru lainnya yang menolak untuk membicarakan mistik kepada setiap orang, "Panggillah kuda-kuda ke tempat yang tidak berumput, mereka pun akan mempertanyakannya." -- tidak menjadi soal apa pertanyaannya itu. (Bersambung)
(mhy)