Kisah Pilu Tatkala Siti Hajar Menghapus Jejaknya Agar Tidak Terlacak Siti Sarah

Selasa, 06 Oktober 2020 - 07:21 WIB
loading...
Kisah Pilu Tatkala Siti...
Ilustrasi/Ist
A A A
SYAIKH ‘Umar Sulaiman al-Asyqor menjelaskan tentang hadis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam yang menyampaikan kepada kita tentang kisah bapak kita, Ismail , dan ibunya, Hajar , yang tinggal di tanah suci Makkah . ( )

Dalam bukunya yang berjudul " Kisah-Kisah Shahih Dalam Al-Qur’an dan Sunnah " Syaikh Umar menyebutkan kisah tersebut berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahih-nya di dalam Kitabul Anbiya’, bab 'Dan Allah mengangkat Ibrahim' (QS. An-Nisa: 125), 6/396, no. 3364. Hafizh Ibnu Hajar telah menjelaskan jalan-jalan periwayatannya dan imam-imam yang meriwayatkannya dalam Fathul Bari, 6/399. ( )

Ismail dan Hajar adalah orang pertama yang tinggal di Makkah. Tempat keduanya tinggal adalah belahan bumi tersuci di muka bumi ini, yang terdapat Baitul Haram. Di sanalah kaum muslimin berhaji. Di sanalah mereka menghadap dalam salat . Di sanalah wahyu turun kepada Ismail dan orang setelahnya, yaitu Rasul termulia Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Salam . ( )

Penyebab keluarnya Hajar dari Palestina ke Makkah adalah persoalan yang terjadi antara Hajar dan Sarah setelah Hajar melahirkan Ismail. Hajar terpaksa menjauh dari Sarah manakala dirinya tidak merasa aman di sisinya, sebagaimana hal itu diisyaratkan oleh hadis.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam menyampaikan kepada kita bahwa dalam kepergiannya Hajar menyeret bajunya di belakangnya untuk menghapus jejak kakinya agar Sarah tidak mengetahui ke mana dia pergi. Dan Allah memerintahkan Ibrahim agar memindahkan Hajar dan putranya ke Baitullah, tempat jauh yang tidak bisa dijangkau oleh kendaraan kecuali dengan kelelahan jiwa. ( )

Ini adalah perkara yang mungkin sulit dan berat bagi Ibrahim yang sudah tua, yang diberi anak Ismail dalam usia lanjut. Perkaranya bertambah sulit manakala Ibrahim meletakkan belahan jiwanya dan ibunya di tempat yang sepi tanpa air, tanpa makanan dan tanpa penduduk.

Akan tetapi Allah memiliki hikmah yang mendalam. Walaupun secara lahir perkara itu sulit dan berat, akan tetapi ia banyak memuat rahmat dan kebaikan. Dan kita melihat rahmat dan kebaikan ini pada hari ini secara jelas dan gamblang. Dengan didiami oleh Ismail, daerah itu tumbuh menjadi sebuah kota tempat dibangunnya Baitullah yang banyak direalisasikan ibadah-ibadah, syiar-syiar dan segala kebaikan. Dengannya Ibrahim dan Ismail memperoleh pahala dan balasan yang tidak diketahui kecuali oleh Allah. ( )

Itu adalah karunia Allah yang Dia berikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah adalah Pemilik karunia yang besar.

Ibrahim membawa anak kecil, Ismail, dan ibunya dari tanah yang penuh berkah dengan udaranya yang sejuk, kebunnya yang hijau, airnya yang mengalir ke lembah itu, dan kemudian meletakkan keduanya di bawah pohon. Lalu dia meninggalkannya tanpa berpikir untuk membangunkan rumah sebagai tempat berlindung keduanya.

Dia juga tidak mencarikan orang-orang yang bersedia tinggal di sisinya untuk melindunginya dari ancaman para begal atau serangan binatang buas. Allah telah memerintahkan Ibrahim agar meninggalkan keduanya di lembah itu, maka dia pun melakukan seperti yang Allah perintahkan kepadanya. ( )

Dia menyerahkan keduanya kepada Allah, karena Dialah yang memerintahkannya untuk melakukan itu. Tentunya, Dia mampu melindungi keduanya, memberi makan dan minum kepada keduanya, serta menghibur keterasingan keduanya. Ibrahim tidak mempedulikan protes Hajar yang membuntutinya.

Hajar berkata, "Engkau membiarkan kami dan pergi begitu saja?"

Hajar mengulang itu berkali-kali, sementara Ibrahim tidak meladeninya. Ini adalah perintah Allah, dan perintah Allah tidak boleh dibantah. Inilah Islam di mana Ibrahim membawa dirinya kepadanya. "Ketika Tuhannya berfirman kepadanya, 'Tunduk patuhlah!' Ibrahim menjawab, 'Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam." (QS. Al-Baqarah: 131)

Manakala Hajar merasa gagal mengorek jawaban, dia berkata, "Apakah Allah yang memerintahkanmu untuk melakukan ini?" ( )

Ibrahim menjawab, "Ya."

Pada saat itu tenanglah hati dan jiwa Hajar. Seorang mukmin mengetahui bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan orang yang menjawab perintah-Nya dan mewujudkan keinginan-Nya.

Ibrahim terus berjalan pulang. Ketika sampai di Tsaniyah dan tidak terlihat oleh Hajar, dia berhenti menghadap ke arah Baitullah, mengangkat kedua tangannya ke langit dan berbisik kepada Tuhannya, "Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami, (yang demikian itu) agar
mereka mendirikan salat. Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rizkilah mereka dari bauh-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur." (QS. Ibrahim: 37).

Allah telah mengabulkan doanya dan merealisasikan harapannya. Ibu Ismail tinggal selama berhari-hari. Dia minum dari kantong air yang ditinggalkan oleh Ibrahim untuknya dan makan kurma serta menyusui putranya. Akan tetapi kurma dan air itu cepat habis. Ibu Ismail haus dan lapar. ( )

Anaknya pun ikut lapar dan haus bersamaan dengan lapar hausnya ibunya. Dia berguling-guling karena kehausan. Ibu Ismail tidak tega melihatnya. Kondisi itu mendorongnya untuk mencari sesuatu yang bisa menghapus rasa hausnya dan menghidupi dirinya.

Ibu Ismail melihat Shafa, bukit paling dekat dengannya. Jika seseorang ingin mengetahui apa yang ada di sekelilingnya, maka dia akan naik ke tempat yang tinggi agar bisa leluasa memandang dan mencari apa yang dia inginkan.

Ibu Ismail naik ke Shafa. Dia memandang dengan cermat. Tak seorang pun terlihat. Maka dia turun ke lembah untuk menuju bukit lain yang dekat, yaitu Marwah. Dia naik ke Marwah. Dia melihat seperti yang dia lakukan di bukit Shafa. Tak ada yang membantunya, tak ada yang menolongnya.

Begitulah dia mondar-mandir di antara Shafa dan Marwah sampai tujuh kali. Pada saat dia mondar-mandir itu, dia menyempatkan diri menengok anaknya, untuk menghilangkan rasa cemas dan mengetahui keadaannya. Kemudian dia meneruskan mondar-mandir.



Inilah sa'i pertama di antara bukit Shafa dan Marwah. Dan sa'i yang pertama kali dilakukan oleh Hajar ini menjadi salah satu syiar ibadah haji dan umrah. "Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syiar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya." (QS. Al-Baqarah: 158)
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1836 seconds (0.1#10.140)