Biara Khalid bin Walid dan Kisah Pengepungan Panjang Damsyik

Sabtu, 03 Oktober 2020 - 09:12 WIB
loading...
Biara Khalid bin Walid dan Kisah Pengepungan Panjang Damsyik
Ilustrasi/Ist
A A A
KISAH berikut adalah tentang penaklukan Syam, wilayah yang dikuasai Romawi , di era Khalifah Umar bin Khattab . Kala itu, Khalid bin Walid sudah tidak lagi menjadi panglima tertinggi pasukan muslim. Oleh Khalifah Umar bin Khattab, ia digantikan Abu Ubaidah . Kendati demikian, pahlawan Islam ini tetap cemerlang dalam tiap pertempuran. ( )

Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul " Umar bin Khattab " menceritakan pasukan muslim hampir tidak mendapat perlawanan yang berarti ketika memasuki wilayah Damsyik .

Damsyik adalah sebuah kota besar pada masa Nabi Ibrahim 'alaihis-salam , dan berada di bawah kekuasaan Mesir pada masa keluarga yang kedelapan belas, dan namanya terukir di bukit "al-'Ammariyah" dengan nama Dimasyqah. ( )

Dalam perang ini pihak Romawi tak dapat berlindung seperti pasukan Persia yang berlindung di sungai-sungai dan mengalirnya air yang saling bersambung di Furat dan Tigris, sebab di Syam tak ada sungai semacam itu.

Juga di pihak Romawi tak ada yang mau terjun bertempur mati-matian seperti pasukan Persia. Ini berbeda dengan Persia yang gigih mempertahankan Irak. Bagi Persia Irak memang besar sekali artinya. ( )

Kebalikannya Syam yang merupakan wilayah kekuasaan Romawi, ibu kotanya Konstantinopel jauh dari Baitulmukadas dan dari Damsyik. Pihak yang mempertahankan pun tak mempunyai semangat keagamaan yang bersedia mati demi Baitulmukadas.

Sebelum itu Persia sudah pernah mengalahkan Romawi dan menguasai Gereja Hari Kiamat dan Gereja Buaian. Dalam menghadapi perubahan yang menimpa para penguasa itu tidak ada yang menggerakkan hati penduduk negeri yang akan mengorbankan nyawa membela rumah-rumah ibadah itu.

Tatkala Heraklius sudah memukul mundur Persia dan merebut kembali Palestina , kekuasaan para pejabatnya di sana rata-rata tidak lebih baik. ( )

Daerah Subur
Pasukan Muslimin dengan mudah memasuki al-Gutah, daerah subur selatan Damsyik. Mereka maju dengan semangat yang makin tinggi. Mata mereka beradu pada dataran luas tempat berdirinya kota-kota penting dan yang tertua, yang seolah sebidang tanah surga yang dibawa turun oleh malaikat dari langit ke bumi: sungai-sungai yang mengalir, mata air yang memancar deras, pohon-pohon yang rindang, kebun-kebun anggur, tin, zaitun dan taman yang penuh bahagia. ( )

Haekal melukiskan di celah-celah daerah yang rindang dan teduh itu menyelir hembusan yang membawa keharuman yang segar, dengan rumah-rumah yang menjadi milik orang-orang kaya. Oleh Allah mereka telah diberi segala yang menyenangkan di dunia ini, menggambarkan apa dan siapa mereka yang dulu ada di tempat itu — tuan-tuan yang sudah menikmati segala kesenangan dan dayang-dayang yang seperti bidadari .

Keindahan yang begitu memesona dan kenikmatan yang begitu melimpah pernah dilihat oleh orang-orang yang pernah menemani Khalid bin Walid ke Irak. Ketika itu mereka sudah melihat pesona dan segala godaan yang luar biasa. ( )

Haekal mengatakan, saat melihat pesona Irak, kala itu, Khalid berkata: "Tidakkah kalian lihat makanan ini yang setinggi gunung? Demi Allah, kalau hanya untuk mencari makan, dan bukan karena kewajiban kita berjuang demi Allah dan mengajak orang kepada ajaran Allah, pasti kita gempur desa ini sehingga hanya tinggal kita yang berkuasa di sini; dan orang-orang yang enggan berjuang seperti yang kalian lakukan ini, akan kita biarkan dalam kelaparan dan kekurangan." ( )

Menurut Haekal, kalau kata-kata ini layak untuk Irak satu kali, maka apa yang ada di Damsyik dan daerah subur sekitarnya itu lebih layak seribu kali. Apa yang mereka lihat di sini bukan makanan yang setinggi gunung, tetapi yang di luar dugaan kebanyakan mereka, makanan yang tak pernah terbayangkan dalam khayal, tak pernah terlihat mata, tak terdengar telinga dan tak pernah terlintas dalam pikiran.

Pasukan Muslimin melihat rumah-rumah dan istana-istana di daerah subur itu sudah-kosong dan sunyi. Yang terdengar hanya nyanyian burung-burung di taman-taman yang beraneka warna. ( )

Para penghuni rumah dan istana itu sudah meninggalkan tempat-tempat mereka untuk berlindung di pagar-pagar tembok kota yang kekar. Tentang kekukuhan dan kekekaran pagar-pagar tembok Damsyik itu memang sudah menjadi peribahasa. Dibangun dari batu-batu besar yang kuat, dengan ketinggian lebih dari enam meter dan tebal lebih dari tiga meter.

Benteng-bentengnya pun dengan puncak-puncak yang tinggi dan kotak-kotak pengintai yang tak sedikit jumlahnya, tempat berlindung para pemanah dan para pemakai manjaniq.



Heraklius memang sudah makin memperkukuh tempat itu sesudah ada serangan pihak Persia ke sana, dengan harapan dapat menangkis setiap serangan kepada kerajaannya. Tembok-tembok itu dilengkapi dengan pintu-pintu yang kuat dan tangguh dan dapat ditutup rapat sehingga tak mungkin orang dapat masuk atau keluar.

Di sekeliling tembok dipasang pula parit-parit dengan lebar lebih dari tiga meter, dialirkan ke dalamnya air Sungai Barada. Dengan demikian seluruh Damsyik itu sudah merupakan sebuah benteng dengan menara-menara di setiap penjuru. Tak mungkin ada penyerang yang dapat menerobos kecuali sesudah diadakan pengepungan lama yang akan membuat penghuninya menjadi lemah, kehilangan semangat dan memaksa mereka menyerah.

Pengepungan
Abu Ubaidah sudah memperkirakan untuk menyerbu kota yang kukuh ini memerlukan pengepungan yang cukup lama. Maka diperintahkannya pasukannya membuka dan menempati gereja-gereja dan rumah-rumah daerah subur sekitar Damsyik itu. Diperkirakannya juga bahwa Heraklius sudah mengirim pasukan dari Hims atau Palestina untuk mengepung kekuatannya yang di sekitar Damsyik di antara benteng-benteng kota dengan kekuatan pasukan Romawi.



Abu Ubaidah memerintahkan Zul-Kula' al-Himyari menempatkan markasnya di suatu tempat antara Damsyik dengan Hims, sedang Alqamah bin Hakim dan Masruq al-Akki diperintahkan bermarkas di antara Damsyik dengan Palestina.

Setelah merasa puas dengan strateginya itu para perwira dan pasukannya diperintahkan maju untuk mengepung ibu kota, sebagai persiapan untuk melancarkan serangan. la juga menunjukkan pintu mana yang harus menjadi bagian mereka masing-masing. Dia sendiri turun di Gerbang al-Jabiah, Amr bin As di Gerbang Tauma', Syurahbil bin Hasanah di Gerbang al-Faradis dan Yazid bin Abi Sufyan di Gerbang Kisan sedang Khalid bin Walid di Gerbang asy-Syarqi.



Tak jauh dari Gerbang itu ada sebuah biara bernama Biara Saliba, yang oleh Khalid dijadikan tempat tinggalnya, dan kemudian disebut "Biara Khalid."

Pasukan Muslimin mulai menempatkan beberapa manjaniq dan "tank-tank" di sekitar kota dan mulai menyerang benteng-benteng kota itu. Tetapi benteng-benteng itu rupanya begitu kukuh sehingga dapat bertahan dari peralatan Arab dan segala macamnya yang masih bersahaja dan anggota-anggota pasukan yang digunakan pun belum begitu terlatih untuk menghadapi cara-cara pengepungan demikian. Oleh karenanya, setiap serangan mendapat perlawanan dan pengawal-pengawal "tank" manjaniq dipukul mundur dengan panah dan tombak.



Ketika itu Nestas, gubernur kota itu dan Bahan panglima perangnya yakin sekali bahwa Heraklius tidak akan membiarkan ibu kota kerajaannya di Syam itu jatuh ke tangan musuh-musuhnya sementara ia tinggal tak jauh di Hims dengan pasukannya yang sangat besar, dan orang-orang Arab itu tidak akan bertahan lama dan akan melepaskan kepungannya pergi dari sana seperti yang sudah pernah dilakukan musuh-musuh sebelumnya.



Keyakinan ini memperpanjang perlawanan mereka, dan pasukan Muslimin tidak pula dapat menembus kota. Sebenarnya Heraklius tidak menyalahi dugaan mereka. Dari Hims sudah dikirimnya beberapa pasukan sebagai bala bantuan ke Damsyik. Tetapi dalam perjalanan angkatan bersenjata ini dihadang oleh Zul-Kula' dan oleh pasukan berkuda dari Yaman, maka terjadilah pertempuran sengit antara keduanya. (Bersambung)
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2144 seconds (0.1#10.140)