Mengenal Istilah Mahar dalam Kosakata Al-Qur'an

Kamis, 15 Oktober 2020 - 18:55 WIB
loading...
Mengenal Istilah Mahar dalam Kosakata Al-Quran
Sebutan pemberian sesuatu yang berhubungan dengan akad nikah dari calon suami kepada calon istri disebut dalam berbagai kosakata oleh Al-Qur’an, sedikitnya ada enam istilah yang digunakan Al-Quran. Foto ilustrasi/ist
A A A
Dalam Islam, setiap perkawinan diikat dengan pemberian harta dari laki-laki kepada pihak perempuan. Pemberian itu sering disebut dengan istilah mahar atau maskawin. Adakah istilah mahar ini dalam Al-Qur'an?

Dalam AL-Quran istilah maskawin tidak dengan kata Mahar, tetapi dengan beberapa istilah. Menurut Ustadzah Maharati Marfuah Lc, dari rumah fiqih Indonesia, sebutan pemberian sesuatu yang berhubungan dengan akad nikah dari calon suami kepada calon istri disebut dalam berbagai kosakata oleh Al-Qur’an. Ada enam istilah yang digunakan Al-Qur'an. Istilah-istilah tersebut adalah shadaq, nihlah, ujur, tawl, faridhah, qintar.

(Baca juga : Untuk Muslimah, Pakaian adalah Nikmat Besar dari Allah Ta'ala )

Berikut penjelasannya :

1. Shadaq

Kata mahar yang paling populer dalam Al-Qur'an adalah shadaq atau shaduqat. Seperti dijelaskan dalam surah An-Nisa ayat 4:

وآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً ۚ فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا

“Berikanlah maskawin pada wanita yg kamu nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan pada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah pemberian itu sebagai makanan yg sedap lagi baik akibatnya”.(QS An-Nisa : 4)

(Baca juga :

Al-Qur'an tidak pernah membahasakan maskawin dengan kata mahar, melainkan menggunakan kata shaduqat, bentuk jamak dari kata shaduqah, shadaq atau shidaq.

Sedangkan istilah mahar ada dalam al-Hadis dan tradisi Arab setempat. Shadaq, serumpun dengan kata shidq (kebenaran, ketulusan, kejujuran) dan shadaqah (derma, pemberian). Artinya, bahwa maskawin yang diberikan kepada istri adalah bukti kejujuran, kesucian dan ketulusan cintanya terhadap gadis yang dinikahinya.

Al-Qur'an mengaitkan langsung antara kata shaduqat dengan kata al-nisa’ (istri) sebagai obyek yang mesti menerima maskawin, tidak kepada bapak atau walinya. Dari sini tampak bahwa maskawin yang dibahasakan dengan shaduqat oleh al-Qur’an punya makna sangat agung dan universal, sekaligus merevisi anggapan jahiliah Arab yang sampai hari itu berefek materialistik dan semena-mena memberlakukan kaum wanita dalam rumah tangga.

(Baca juga : Inilah Tabiat Buruk Suami yang Harus Dijauhi )

2. Nihlah

Kata lain yang bermakna mahar adalah nihlah. Meski nihlah disebutkan bersama dengan shadaq.

{وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا} [النساء: 4]

Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.

Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang khitab ayat di atas ditujukan kepada siapa? Apakah kepada wali dari wanita atau kepada suami?

(Baca juga : Tasbih Fatimah )

Imam Fakhr ar-Razi menyebutkan memang ada 2 pendapat. Al-Farra’ dan Ibnu Quthaibah berpendapat bahwa khitab dari ayat di atas ditujukan kepada wali dari wanita. Maksudnya bagi wali hendaknya memberikan mahar yang telah diterima dari mempelai laki-laki untuk diberikan kepada anak perempuannya. Karena mahar memang menjadi hak wanita. Sedangkan menurut Alqamah, an-Nakhai dan Qatadah, kitab ayat ini ditujukan kepada mempelai laki-laki, agar mahar diberikan kepada istrinya.

Ali bin Abu Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa arti kata nihlah adalah mahar. Meskipun riwayat lain dari Aisyah menyebutkan bahwa arti kata nihlah adalah wajib. Artinya seorang laki-laki wajib memberi mahar kepada istri.

3. Ujur

Ujur adalah bentuk prular dari kata ujrah yang bermakna upah. Bahkan kata ujur untuk istri disebutkan sebanyak 5 kali; yakni di surah An-Nisa: 24, An-Nisa: 25, al-Maidah: 5, al-Ahzab: 50, al-Mumtahanah: 10.

(Baca juga : Bupati Bogor Tata Kawasan Simpang Sentul-Tol Jagorawi )

Contohnya adalah ayat berikut:

{فَانْكِحُوهُنَّ بِإِذْنِ أَهْلِهِنَّ وَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ مُحْصَنَاتٍ غَيْرَ مُسَافِحَاتٍ وَلَا مُتَّخِذَاتِ أَخْدَانٍ} [النساء: 25]

... karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka, dan berilah maskawin mereka menurut yang patut, sedang merekapun wanita-wanita yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula) wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya. (QS An-Nisa : 25)

Ujrah bermakna ongkos dan serumpun dengan kata ajr yang bermakna pahala. Hal ini memberi makna bahwa mahar harus bersifat mal atau mutamawwal, yaitu berupa harta atau mengandung nilai harta.

(Baca juga : Satgas: Belum Ada Laporan Efek Samping dari Uji Klinis Vaksin Covid-19 )

4. Tawl

Kadang memakai kata thaul.

{وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ مِنْكُمْ طَوْلًا أَنْ يَنْكِحَ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ فَمِنْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ مِنْ فَتَيَاتِكُمُ الْمُؤْمِنَاتِ} [النساء: 25]

Dan barangsiapa diantara kamu (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman, ia boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kamu miliki.

Ahli tafsir memaknai thaul dengan fadhl atau anugerah. Karena thaul berangkat dari kata thul yang berarti panjang, maksudnya panjang rejekinya.

5. Faridhah

Kadang memakai kata faridhah.

{لَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ مَا لَمْ تَمَسُّوهُنَّ أَوْ تَفْرِضُوا لَهُنَّ فَرِيضَةً} [البقرة: 236]

"Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya..." (QS Al Baqarah :236)

{وَإِنْ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ وَقَدْ فَرَضْتُمْ لَهُنَّ فَرِيضَةً فَنِصْفُ مَا فَرَضْتُمْ إِلَّا أَنْ يَعْفُونَ أَوْ يَعْفُوَ الَّذِي بِيَدِهِ عُقْدَةُ النِّكَاحِ} [البقرة: 237]

"Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika isteri-isterimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa." (QS Al Baqarah : 237)

(Baca juga : Omnibus Law Dituding Ompong Hadapi Pengusaha, Menaker Ida Nggak Rela )

Terkadang Al-Qur’an membahasakan maskawin dengan faridhah, yang biasanya bermakna kewajiban. Meskipun ahli tafsir memaknai fardh al-faridhah dengan tasmiyat al-mahr atau menyebut nilai mahar.

6. Qinthar

Kadang memakai kata qinthar.

{وَإِنْ أَرَدْتُمُ اسْتِبْدَالَ زَوْجٍ مَكَانَ زَوْجٍ وَآتَيْتُمْ إِحْدَاهُنَّ قِنْطَارًا فَلَا تَأْخُذُوا مِنْهُ شَيْئًا أَتَأْخُذُونَهُ بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا} [النساء: 20]

Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata?

Qintar bermakna segudang emas. Makna segudang emas dari qintar menunjuk jumlah besaran yang tak terukur. Sifat tidak terukurnya dipantau lewat keadaan hani’an mari’an (lega dan memuaskan) saat dinikmati baik oleh yang bersangkutan maupun oleh orang lain.

(Baca juga : Kemenparekraf Bagi-bagi Dana Hibah Rp277 Miliar di Jabar, 4 Daerah Masuk Nominasi )

Dari ayat-ayat yang terpapar dan beberapa petunjuk Hadis, dapat diambil kesimpulan bahwa dari sisi nilai maliyahnya, secara garis besar mahar itu dibagi dua. Pertama, berupa mahar ‘ainy. Mahar yang berupa barang nyata, emas, uang, rumah atau benda berharga lain secara totalitas. ‘Ainiy artinya, materi, benda, atau esensi. Jadi yang dijadikan mahar adalah totalitas materi benda tersebut. Mahar inilah yang biasa berlaku sejak dulu sampai sekarang.

Kedua, mahar berupa jasa atau manfaat sebuah benda yang disebut mahar naf’iy. Jasa adalah kerja seseorang yang berimbalan upah tertentu. Upah itulah yang dikompensasi menjadi mahar. Mahar naf’iy ini merujuk pada mahar Nabi Musa A.S. ketika menikahi gadis Saufara’, anak perempuan nabi Syu’aib A.S. Musa bekerja kepada Nabi Syu’aib dengan menjadi buruh mengembala kambing selama delapan tahun (al-Qashash: 27). Inilah yang kemudian oleh Abu Hanifah disebut dengan mahar ujrah seperti juga Hadis pemberian mahar berupa mengajar al-Qur'an. Logikanya, ongkos mengajar itulah maharnya.

Wallahu A'lam.
(wid)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1588 seconds (0.1#10.140)