Mimpi Ketemu Nabi: Setan Tak Bisa Meniru Rupa Nabi, Tapi Bisa Ngaku-Ngaku Nabi

Selasa, 20 Oktober 2020 - 14:27 WIB
loading...
Mimpi Ketemu Nabi: Setan Tak Bisa Meniru Rupa Nabi, Tapi Bisa Ngaku-Ngaku Nabi
Ilustrasi/Ist
A A A
DALAM literatur tasawuf , bermimpi atau bahkan berkomunikasi interaktif dengan orang-orang yang sudah wafat sesuatu yang biasa terjadi di kalangan para arifin. Mimpinya orang saleh, apalagi ulama yang taat dan bersih, dianggap bagian isyarat dari Tuhan. ( )

Dalam Al-Qur'an , dapat dipahami bahwa mimpinya para nabi dapat disejajarkan dengan wahyu. Syariah qurban, menyembelih hewan qurban, yang kita lakukan sampai saat ini pada awalnya adalah mimpi Nabi Ibrahim yang diminta untuk menyembelih anak kesayangannya.

Banyak hadis sahih yang meriwayatkan keutamaan mimpi berjumpa Rasulullah SAW . Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

من رآني في المنام فقد رآني فإن الشيطان لا يتخيل بي

“Siapa yang melihatku dalam mimpi, dia benar-benar melihatku. Karena setan tidak mampu meniru rupa diriku.” (HR. Bukahri dan Muslim). Dalam redaksi lain, Rasulullah bersabda, "Barang siapa yang melihat aku dalam mimpi, maka dia benar-benar melihat sesuatu yang benar." (HR Muslim dari Abu Qatadah).

Dalam riwayat lain disebutkan, "Barang siapa yang sering bershalawat terhadapku, aku tahu dan aku tentu memberikan syafaat di hari kiamat." Dalam redaksi lain dikatakan, "Barang siapa memimpikan aku, maka aku akan bersamanya nanti di surga." ( )

Bisa Dilakukan Setan
Manafsirkan hadis pertama, sejumlah ulama mengingatkan penting juga untuk dicatat, yang tidak mampu dilakukan setan adalah menyerupai wajah Nabi SAW yang sebenarnya. Adapun menampakkan diri dengan wajah yang lain, bisa dilakukan oleh setan. Kemudian dia mengaku sebagai nabi atau orang yang melihatnya mengira bahwa dia nabi, padahal sejatinya setan.

Lagi pula, ketika seseorang melihat wajah cerah, baju putih, dan manusia dengan ciri mengagumkan lainnya, bukan jaminan bahwa itu Nabi SAW. Karena yang dimaksud mimpi melihat Nabi SAW adalah melihat beliau persis sebagaimana ciri fisik dan wajah beliau. ( )

Oleh karena itu, jika ada orang yang merasa melihat Nabi dalam mimpi, perlu dicocokkan dengan ciri fisik dan wajah beliau sebagaimana yang disebutkan dalam hadis dan keterangan para sahabat.

Imam Bukhari menyebutkan keterangan Ibnu Sirin rahimahullah, ketika mengomentari hadis tentang mimpi melihat Nabi SAW, Ibnu Sirin mengatakan,

إذا رآه في صورته

“Apabila dia benar-benar melihat wajah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Shahih Bukhari, setelah hadis no. 6592)

Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan, “Diriwayatkan dari Ayyub, beliau menceritakan, jika ada orang yang bercerita kepada Muhammad bin Sirrin bahwa dirinya mimpi bertemu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Ibnu Sirrin meminta kepada orang ini untuk menceritakan ciri orang yang dia lihat dalam mimpi itu."

"Jika orang ini menyampaikan ciri-ciri fisik yang tidak beliau kenal, beliau mengatakan, “Kamu tidak melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Ibnu Hajar menyatakan, “Sanad riwayat ini sahih".

Kemudian beliau membawakan riwayat yang lain, bahwa Kulaib (seorang tabi’in) pernah berkata kepada Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma, "Aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mimpi."

Ibnu Abbas berkata, “Ceritakan kepadaku (orang yang kamu lihat).”

Kulaib mengatakan, “Saya teringat Hasan bin Ali bin Abi Thalib, kemudian saya sampaikan, beliau mirip Hasan bin Ali.”

Lalu Ibnu Abbas menegaskan, “Berarti, kamu memang melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sanadnya jayyid. (Fathul Bari, 12:383 – 384)



Jadi, seseorang yang melihat Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam dalam mimpi, maka sesungguhnya ia benar-benar telah melihatnya. Apabila ciri-ciri sifat fisiknya sesuai dengan gambaran yang terdapat dalam hadis-hadis sahîh .

Jika ciri-ciri sifat fisiknya tidak sesuai, para ulama berbeda pendapat tentang hal ini. Sebagian ulama berpendapat, bahwa makna mimpinya perlu ditakwilkan. Hal itu pertanda tentang kekurangan yang terdapat pada diri orang yang bermimpi tersebut dalam hal beragama. Atau sebagai pertanda terjadinya kerusakan dalam kehidupan beragama di tengah-tengah masyarakat.

Sebagian ulama lain berpendapat bahwa ia tidak melihat Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam karena ciri-ciri sifat fisiknya tidak sesuai dengan ciri-ciri sifat fisik Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam. Tetapi setan berupaya menipunya dalam mimpi tersebut dengan cara mengaku sebagai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sekalipun setan tersebut tidak mampu menyerupai ciri-ciri sifat fisik Nabi SAW. ( )
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1654 seconds (0.1#10.140)