Dua Rasa Cinta
loading...
A
A
A
Cinta adalah asal dan poros dari ajaran agama Islam. Maka ketika cinta seorang hamba kepada Allah sempurna, sempurnalah keislaman orang itu dan bila berkurang, berkurang pula keislaman orang itu.
Muslimah, lantas cinta seperti apa yang harus kita miliki? Ustadz Abu Haidar As-Sundawi menjelaskannya dalam ceramah kajian Islam di laman jaringan dakwah muslim rodja. Berikut paparannya: Cinta ini ada dua macam, yakni:
1. Al-Mahabbah Al-Mukhtashar
Ini adalah cinta yang khusus yang hanya boleh ditujukan kepada Allah Ta'ala, tidak boleh ditujukan kepada sesama makhluk . Termasuk makhluk tersebut adalah para malaikat, para Nabi, baik yang masih ada atau yang sudah meninggal.
(Baca juga : Shafiyah yang Terpelajar, Penyabar dan Lemah Lembut )
Cinta yang khusus ini tidak boleh diberikan kepada mereka. Hanya khusus untuk Allah. Ini yang disebut dengan Mahabbah Al-Ubudiyah. Mahabbah yang berupa penghambaan kepada Allah, cinta yang melahirkan pengagungan kepada Allah, mengakibatkan merasa diri hina, rendah di hadapan Allah ‘Azza wa Jalla dan mengakibatkan lahirnya ketaatan yang mutlak kepada Allah. Ini yang disebut dengan Mahabbah Al-Ubudiyah, mahabbah yang berupa penghambaan, mahabbah yang berupa ibadah, mahabbah yang melahirkan pengagungan kepada Allah, merasa hina, rendah dan amat sangat tak ada artinya di hadapan Allah, lalu taat.
Lebih menomorsatukan perintah yang dicintaiNya daripada yang lainnya. Ini khusus kepada Allah. Kepada sesama makhluk tidak boleh ada pengagungan . Termasuk kepada para malaikat, kepada para Nabi, apalagi orang-orang biasa. Mahabbah yang melahirkan pengagungan, mahabbah yang melahirkan menghinakan diri di hadapan orang tersebut, ini tidak boleh.
(Baca juga : Perbuatan Baik yang Bisa Diamalkan untuk Orang Tua yang Sudah Wafat )
2. Mahabbah Musytarakah.
Ini mahabbah atau yang bisa dibagi. Mahabbah yang tidak tercela untuk kita share ke sesama makhluk. Bahkan kadang-kadang harus dan wajib. Seperti cinta seorang anak kepada orang tuanya, cinta orang tua kepada anaknya, cinta kepada saudara kandungnya. Itu tidaklah terlarang. Bahkan bagus.
Umpamanya cinta kepada sesama muslim yang diwajibkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla. Tidak boleh ada rasa benci, memusuhi, dengki, bahkan cinta kepada sesama muslim itu kuncinya masuk surga dan salah satu bukti adanya iman kepada Allah. Berkata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam dalam hadis riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim beliau bersabda:
لَا تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا، وَلَا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا
“Kalian tidak akan bisa masuk surga sebelum kalian beriman dan kalian tidak dikatakan beriman sebelum kalian saling mencintai.” (HR. Bukhari dan Muslim)
(Baca juga : Ummu Habibah,Perempuan Mukminah yang Setia kepada Diennya )
Harus ada cinta seperti ini. Cinta seperti ini adalah cinta yang tidak melahirkan pengagungan kepada yang dicintainya. Cinta kepada sesama Muslim tidak boleh sampai mengagungkan saudara kita sesama Muslim. Cinta kepada orang tua tidak boleh sampai kultus kepada orang tua. Cinta seperti ini tidak boleh melahirkan sikap merendahkan diri, merasa hina di hadapan orang tersebut.
Cinta seperti ini cinta yang keberadaannya tidak menyebabkan terjerumus kedalam perbuatan syirik. Dibolehkan, bahkan tadi diharuskan untuk hal-hal tertentu.
Tetapi bila suatu saat berbenturan antara mahabbah khashah dengan mahabbah musytarakah, harus didahulukan mahabbah khashah. Kalau berbenturan antara cinta kepada Allah dengan cinta kepada sesama makhluk, halus dahulukan cinta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
(Baca juga : Kasus Kebakaran Kejagung, Bareskrim Periksa Tersangka Dirut PT APM Hari Ini )
Mahabbah khashah inilah yang disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur’an Al-Karim surah Al-Baqarah 165. Allah berfirman:
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ اللَّـهِ أَندَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّـهِ
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah.” (QS. Al-Baqarah: 165)
Muslimah, lantas cinta seperti apa yang harus kita miliki? Ustadz Abu Haidar As-Sundawi menjelaskannya dalam ceramah kajian Islam di laman jaringan dakwah muslim rodja. Berikut paparannya: Cinta ini ada dua macam, yakni:
1. Al-Mahabbah Al-Mukhtashar
Ini adalah cinta yang khusus yang hanya boleh ditujukan kepada Allah Ta'ala, tidak boleh ditujukan kepada sesama makhluk . Termasuk makhluk tersebut adalah para malaikat, para Nabi, baik yang masih ada atau yang sudah meninggal.
(Baca juga : Shafiyah yang Terpelajar, Penyabar dan Lemah Lembut )
Cinta yang khusus ini tidak boleh diberikan kepada mereka. Hanya khusus untuk Allah. Ini yang disebut dengan Mahabbah Al-Ubudiyah. Mahabbah yang berupa penghambaan kepada Allah, cinta yang melahirkan pengagungan kepada Allah, mengakibatkan merasa diri hina, rendah di hadapan Allah ‘Azza wa Jalla dan mengakibatkan lahirnya ketaatan yang mutlak kepada Allah. Ini yang disebut dengan Mahabbah Al-Ubudiyah, mahabbah yang berupa penghambaan, mahabbah yang berupa ibadah, mahabbah yang melahirkan pengagungan kepada Allah, merasa hina, rendah dan amat sangat tak ada artinya di hadapan Allah, lalu taat.
Lebih menomorsatukan perintah yang dicintaiNya daripada yang lainnya. Ini khusus kepada Allah. Kepada sesama makhluk tidak boleh ada pengagungan . Termasuk kepada para malaikat, kepada para Nabi, apalagi orang-orang biasa. Mahabbah yang melahirkan pengagungan, mahabbah yang melahirkan menghinakan diri di hadapan orang tersebut, ini tidak boleh.
(Baca juga : Perbuatan Baik yang Bisa Diamalkan untuk Orang Tua yang Sudah Wafat )
2. Mahabbah Musytarakah.
Ini mahabbah atau yang bisa dibagi. Mahabbah yang tidak tercela untuk kita share ke sesama makhluk. Bahkan kadang-kadang harus dan wajib. Seperti cinta seorang anak kepada orang tuanya, cinta orang tua kepada anaknya, cinta kepada saudara kandungnya. Itu tidaklah terlarang. Bahkan bagus.
Umpamanya cinta kepada sesama muslim yang diwajibkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla. Tidak boleh ada rasa benci, memusuhi, dengki, bahkan cinta kepada sesama muslim itu kuncinya masuk surga dan salah satu bukti adanya iman kepada Allah. Berkata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam dalam hadis riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim beliau bersabda:
لَا تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا، وَلَا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا
“Kalian tidak akan bisa masuk surga sebelum kalian beriman dan kalian tidak dikatakan beriman sebelum kalian saling mencintai.” (HR. Bukhari dan Muslim)
(Baca juga : Ummu Habibah,Perempuan Mukminah yang Setia kepada Diennya )
Harus ada cinta seperti ini. Cinta seperti ini adalah cinta yang tidak melahirkan pengagungan kepada yang dicintainya. Cinta kepada sesama Muslim tidak boleh sampai mengagungkan saudara kita sesama Muslim. Cinta kepada orang tua tidak boleh sampai kultus kepada orang tua. Cinta seperti ini tidak boleh melahirkan sikap merendahkan diri, merasa hina di hadapan orang tersebut.
Cinta seperti ini cinta yang keberadaannya tidak menyebabkan terjerumus kedalam perbuatan syirik. Dibolehkan, bahkan tadi diharuskan untuk hal-hal tertentu.
Tetapi bila suatu saat berbenturan antara mahabbah khashah dengan mahabbah musytarakah, harus didahulukan mahabbah khashah. Kalau berbenturan antara cinta kepada Allah dengan cinta kepada sesama makhluk, halus dahulukan cinta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
(Baca juga : Kasus Kebakaran Kejagung, Bareskrim Periksa Tersangka Dirut PT APM Hari Ini )
Mahabbah khashah inilah yang disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur’an Al-Karim surah Al-Baqarah 165. Allah berfirman:
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ اللَّـهِ أَندَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّـهِ
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah.” (QS. Al-Baqarah: 165)