Kematian, Hanya Nabi Ibrahim dan Nabi Musa yang Bisa Menawar

Sabtu, 09 Mei 2020 - 04:05 WIB
loading...
Kematian, Hanya Nabi Ibrahim dan Nabi Musa yang Bisa Menawar
Kematian yang akan datang tidak terduga itu membuat kita menyadari satu hal, bahwa satu-satunya hal yang bisa kita kendalikan adalah amal yang kita lakukan. Ilustrasi/SINDOnews
A A A
TIAP insan sudah pasti akan mati. Hanya saja, manusia pada umumnya tidak suka, bahkan sangat takut pada kematian. Bagi sebagian orang, kematian sangat menakutkan. Mereka membayangkan kematian sebagai peristiwa yang amat tragis dan mengerikan.

Dalam buku Mizan Al 'Amal, Imam Ghazali menjelaskan beberapa alasan mengapa manusia takut terhadap kematian. Pertama, karena ia ingin bersenang-senang dan menikmati hidup ini lebih lama lagi.

Kedua, ia tidak siap berpisah dengan orang-orang yang dicintai, termasuk harta dan kekayaannya yang selama ini dikumpulkannya dengan susah payah. Ketiga, karena ia tidak tahu keadaan mati nanti seperti apa. Keempat, karena ia takut pada dosa-dosa yang selama ini ia lakukan.

Alhasil, manusia takut karena ia tidak pernah ingat kematian dan tidak mempersiapkan diri dengan baik dalam menyambut kehadirannya. Manusia, kata Ghazali, biasanya ingat kematian hanya kalau tiba-tiba ada jenazah lewat di depannya. Seketika itu, ia membaca istirja': ''Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un.''

Namun, istirja' yang dibaca itu hanyalah di mulut saja, karena ia tidak secara benar-benar ingin kembali kepada Allah dengan ibadah dan amal saleh.

Jadi, kalau demikian, agar tidak alergi dan fobia dengan kematian, manusia, menurut Ghazali, harus sering-sering ingat kematian sebagaimana sabda Rasulullah SAW, ''Perbanyaklah olehmu mengingat kematian, si penghancur segala kesenangan duniawi.'' (HR Ahmad).

Menurut Ghazali, ingat kematian akan menimbulkan berbagai kebaikan. Di antaranya, membuat manusia tidak ngoyo dalam mengejar pangkat dan kemewahan dunia. Ia bisa menjadi legawa (qonaah) dengan apa yang dicapainya sekarang, serta tidak akan menghalalkan segala cara untuk memenuhi ambisi pribadinya.

Kebaikan lain, manusia bisa lebih terdorong untuk bertaubat alias berhenti dari dosa-dosa, baik dosa besar maupun dosa kecil. Lalu, kebaikan berikutnya, manusia bisa lebih giat dalam beribadah dan beramal saleh sebagai bekal untuk kebaikannya di akhirat kelak.

Dengan berbagai kebaikan ini, orang-orang beriman tidak takut dan tidak gentar menghadapi kematian. Mereka justru merindukannya, karena hanya lewat kematian mereka dapat menggapai kebahagiaan yang sebenar-benarnya, yaitu berjumpa dengan Allah dalam ridha dan perkenan-Nya.

Inilah anugerah dan kabar gembira dari Allah kepada mereka. Firman-Nya,

إِنَّ ٱلَّذِينَ قَالُوا۟ رَبُّنَا ٱللَّهُ ثُمَّ ٱسْتَقَٰمُوا۟ تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ ٱلْمَلَٰٓئِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا۟ وَلَا تَحْزَنُوا۟ وَأَبْشِرُوا۟ بِٱلْجَنَّةِ ٱلَّتِى كُنتُمْ تُوعَدُونَ

''Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, 'Tuhan kami ialah Allah', kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka seraya berkata, 'Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu'.'' (QS Fushshilat: 30).

Sakitnya Kematian
Kematian dan sakitnya mati memang tak terkira. Rasulullah SAW berkata: "Kematian yang paling mudah adalah serupa dengan sebatang duri yang menancap di selembar kain sutera. Apakah duri itu dapat diambil tanpa membawa serta bagian Kain sutera yang terkoyak?"

Hanya saja, di bagian lain Rasulullah -- seperti yang dikisahkan oleh Al-Hasan pernah menyinggung soal kematian, cekikan, dan rasa pedih. "Sakitnya sama dengan tiga ratus tusukan pedang," sabda beliau.

Suatu ketika, Nabi Ibrahim AS bertanya kepada Izrail, "Dapatkah engkau memperlihatkan rupamu saat engkau mencabut nyawa manusia yang gemar berbuat dosa?"

"Engkau tak akan sanggup," jawab Izrail singkat.

"Aku pasti sanggup," tegas Nabi Ibrahim.

"Baiklah, berpalinglah dariku," pinta petugas pencabut nyawa ini.

Saat Nabi Ibrahim berpaling kembali, di hadapannya telah berdiri sesosok makhluk berkulit legam dengan rambut berdiri, berbau busuk, dan berpakaian serba hitam. Dari hidung dan mulutnya tersembur jilatan api. Seketika itu pula Nabi Ibrahim AS jatuh pingsan!

Ketika tersadar kembali, beliau pun berkata kepada Izrail: "Wahai Malaikat Maut, seandainya para pendosa itu tak menghadapi sesuatu yang lain dari wajahmu di saat kematiannya, niscaya cukuplah itu menjadi hukuman untuknya."
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.6999 seconds (0.1#10.140)